12. Senja

748 117 11
                                    

"Jika fajar berarti pertemuan maka senja adalah perpisahan. Oleh karena itu, senja lebih membekas dari pada fajar," -ap(njm)

_o0o_






Di bawah langit sore ini aku dan Zhelva duduk di bangku taman rumah sakit tempatku dirawat. Tadinya aku ingin menghindar tapi sayang, ia lebih dulu menahanku. Mau tak mau aku harus menurutinya.

Dia masih asik mengamati langit yang sebentar lagi akan mengoren itu. Senyumnya terbit tatkala senja itu datang. Aku ikut tersenyum mengamati wajah indah di hadapanku.

"Kau tau Yan aku sangat menyukai senja,"

"Heem aku tau,"

Aku tak sadar mengucapkan hal itu. Aku harus mencari alasan agar dia tak curiga.

"Maksudku, siapa pun yang melihat senja pasti akan menyukainya,"

"Kau benar, aku lebih suka senja daripada fajar. Mungkin karna senja sudah mengajarkanku bagaimana caranya menghargai perpisahan,"

"Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan tapi di setiap perpisahan itu pula akan ada pertemuan kembali, entah kau sadar atau pun tidak, entah kau ingat atau pun tidak, semua itu terjadi atas kehendak-Nya,"

"Aku juga merasakannya, aku merasa aku melupakan sesuatu sampai aku tak ingat apa aku bertemu dengan masa laluku. Aku takut melukainya karna aku tak mengingatnya,"

Aku menengok ke arahnya, ia pun ikut menengok ke arahku. Untuk seperkian detik aku dan dia saling tatap. Aku melihat tatapan sedih di mata indahnya. Apakah ada sesuatu yang tidak aku ketahui sampai dia mengatakan hal itu tadi.

"Kau merasa melupakan sesuatu?"

"Aku bahkan melupakan segalanya. Aku tak ingat satu pun dari masa laluku,"

Aku tercengang mendengar ucapannya. Benarkah semua ini? Jadi dia bukan sengaja melupakanku tapi ada sesuatu yang terjadi padanya.

"Bagaimana bisa kau melupakanya?"

"Aku kecelakaan dan aku kehilangan ingatanku. Aku melupakan segalanya. Setiap aku tidur aku selalu bermimpi tentang anak laki-laki tapi aku tak tau siapa dia. Yang aku tau dia selalu memintaku datang kemari. Aku selalu datang kemari setiap akhir pekan tapi aku tak pernah bertemu dengannya, apa dia kecewa denganku?"

Deg!

Jadi selama ini dia juga menungguku di sini. Dia berharap bisa bertemu dengamku. Haruskah aku bahagia? Aku tak bisa berbohong untuk bilang jika aku tak bahagia. Ingin sekali rasanya aku memeluknya sekarang tapi aku urungkan karna aku tau itu tak boleh.

"Dia mungkin sebenarnya ada di dekatmu tapi kau dan dia sama-sama tak sadar,"

"Kau mungkin benar. Ngomong-ngomong kau di sini sendiri?"

"Heum, ayah dan ibu sedang sibuk bekerja kalau Fano dia pasti sibuk mengurusi kegiatan di kampus. Aku sudah biasa sendiri jadi tak apa,"

Dia hanya mengangguk-angguk tanda paham. Ku lihat ia memainkan kakinya tak ketinggalan dengan bibirnya yng menggerucut lucu. Semua yang ada di dia masih sama seperti 15 tahun yang lalu.

"Kau ingin dengar ceritaku?"

"Jika kau tak keberatan aku siap mendengarnya,"

"Dulu di tempat ini aku merasa kesepian karna tak punya temen tapi suatu hari ada anak gadis yang mendatangiku dan selalu menemaniku. Sampai tiba saatnya ia pergi meninggalkanku. Saat itulah aku merasa kesepian lagi. Aku rindu bibir cerewetnya, aku rindu segala perlakuannya. Setiap aku kemari aku selalu merasa kosong sama seperti saat ia belum datang. Dia sosok yang membuatku kuat hingga detik ini,"

"Dia pasti cinta pertamamu,"

Aku tatap mata indahnya.

"Heum, dia cinta pertama dan terakhirku. Entah dia sudah pergi atau belum, aku akan tetap mencintainya. Karna bagiku dia adalah segalanya,"

"Demi dia kau juga menolak para gadis yang menyatakan cinta padamu?"

Aku mengangguk.

"Aku tak bisa membohongi perasaanku, daripada aku menyakiti mereka bukankah lebih baik jika aku menolaknya?"

"Kau benar tapi dia sudah pergi untuk apa kau menunggunya sampai sekarang?"

"Karna aku hanya mencintainya. Seberapa jauh pun dia kalau dia jodohku pasti kami akan dipertemukan kembali,"

"Aku salut padamu, kau punya pendirianmu sendiri,"

"Tidak juga, aku hanya mengutarakan apa yang memang harus kuutarakan,"



"Sedang apa kau melamun sendiri, di pinggir jendela lagi,"

"Kau bisa datang tanpa mengejutkanku kan Ren?"

"Lagian siapa suruh melamun,"

"Suka-suka aku dong,"

"Emang kamu mikirin apa sih Na?"

"Kepo,"

"Kelelawar kau Na,"

Dia melempariku anggur. Aku hanya tertawa melihat responnya. Membuat dia kesal adalah hobiku.

Ku lihat pintu kamar rawatku dibuka. Menampakan sosok Haikal yang terbalut kaos hitam dengan celana jeans. Aku melihat ke arah Rendi yang menatap Haikal bingung. Perlu ku katakan kalau Rendi belum tau jika aku dan Haikal kembali berteman. Sepertinya aku perlu siaga satu kali ini.

"Hai,"

"Ngapain lu ke sini?"

"Ya jenguk Nana lah masa mau liat Kurcacinya Snowwhite,"

"Kurang ajar lu, gelud sini ma gue kalo berani,"

"Ayo sini sapa takut,"

Tuh kan apa ku kata, ujung-ujungnya gelud juga kan. Dahlah bodo amat cape Yana tuh.

"Nantangin banget nih gembrot,"

"Gue gak gembrot ya, cuman berisi aja,"

"Sama aja bego,"

"Beda lah,"

"Ngeyel banget emang lu ye kalo dibilangin,"

"Lu duluan tuh,"

"Enak aja,"

"Ini tuh rumah sakit kalian jangan berisik, kalo mau gelud tuh di lapangan jangan di sini,"

Mampuskan dimarahin, untung aku diem aja. Aku ngakak liat muka pucet mereka. Melihat mereka tuh hiburan buat aku.



_o0o_

@tbc...

Semoga kalian suka sama chapther kali ini ya. Maaf kalo ceritanya gitu-gitu aja😥

Jangan lupa voment ya man teman😊

Maaf kalo banyak typo

08/02/2021
©choe_

Bayangan | Na JaeminWhere stories live. Discover now