02. Keputusan

77 15 4
                                    

Ae-ri pikir apa yang terjadi saat ini seperti mimpi. Sekuat hati terus menyangkal kenyataan dan menyakinkan bahwa Jungkook baik-baik saja. Namun begitu dirinya berada dalam bangunan bertembok putih; tubuhnya menjadi lemas, bagai tak bertulang. Ingin sekali Ae-ri menyuarakan diri, bertanya kenapa ini terjadi kendati lidahnya mati rasa.

Melihat bagaimana sang mama menangis sambil memeluk papa semakin menyadarkan dirinya jika ini nyata.

Pandangan Ae-ri kosong, tanpa sadar wajahnya sudah terhias likuid bening. Ia mendongak saat sosok jangkung bersurai legam menghampirinya. Sorot mata Ae-ri menyiratkan sebuah pertanyaan: Bagaimana bisa Jungkook kecelakaan, Kak?

Sedang si sosok jangkung—Seokjin, tidak dapat memberikan jawaban atas tatapan itu. Dia coba untuk tidak ikut menitikkan air mata saat melihat Ae-ri linglung dan putus asa atas kecelakaan yang menimpa Jungkook. Maka yang bisa dilakukannya hanya merangkum tubuh ringkih itu guna menyalurkan kekuatan.

"Sst... tenang, Ri. Aku disini, dan semua akan baik-baik saja." katanya menenangkan seraya menepuk lembut punggung bergetar si gadis. Padahal dirinya sendiri tengah berusaha menguatkan diri. Seokjin merasa tidak berguna menjadi seorang kakak. Dia tidak becus menjaga adiknya, jika saja dia lebih tegas pada sang adik mungkin ketakutan ibunya tentang logika pra-nikah itu tidak akan terjadi.

"Ae-ri." seruan lemah dari Ibu lekas membawa Ae-ri menoleh. Kim Jiwoo terlihat sama terpukulnya, segera ia bergerak lalu ikut menghambur ke pelukan bersama tangis keduanya yang semakin pecah memenuhi lorong Rumah Sakit. Saling menguatkan satu sama lain dan merapal doa untuk keselamatan Jungkook. Hingga suatu derit pintu menggantikan atensi semua orang yang ada disini tak terkecuali Jiwoo dan Ae-ri.

"Anak saya baik-baik saja, 'kan?" Kim Won Hee melempar tanya pada si Dokter penuh harap.

Dokter bernama Ji Hoseok itu menghela nafas panjang, sorot mata yang teduh itu menatap satu persatu orang disini. Hatinya jelas tak tega memberitahu keadaan pasiennya yang tidak lain juga sahabatnya sendiri, namun sudah kewajiban baginya untuk menyampaikan.

"Jungkook selamat dari mautnya..." Hoseok menjeda ucapannya, mendengar bagaimana helaan nafas lega keluar dari setiap bilah bibir itu, membuat dirinya dengan berat hati melanjutkan kalimatnya, "tetapi, setelah mengecek kondisi fisiknya sekali lagi... kami mendapat diagnosis lain."

Kepala Ji Hoseok tertunduk menyesal. Menambah kesan tegang diantara mereka.

"Jungkook sekarang tengah mengalami koma, dan kami tidak dapat memprediksi kapan dia akan segera sadar." tukasnya.

___

Sudah tiga jam lebih setelah Dokter Ji Hoseok menyampaikan tentang kondisi Jungkook. Kini Ae-ri masih betah terduduk di kursi dekat ranjang, menatap pria yang terbaring lemah ditemani berbagai alat bantu di tubuhnya. Entah berapa kali Ae-ri meracau, menangis tanpa suara, memanggil si pria agar cepat terbangun.

Digenggamnya hangat tangan Jungkook lembut. Hatinya mencelos melihat betapa buruk kecelakaan itu berdampak pada Jungkook. Ada rasa menyesal yang membumbung. Kenapa dia harus menyepelekan wejangan ibu?

Ah, apa mungkin ini balasannya. Sebab Ae-ri tidak tegas menolak Jungkook agar tak datang ke rumahnya. Mungkin kalau dia menolak—Jungkook tidak akan kecelakaan.

"Beberapa jam lalu kamu menemuiku dan mengatakan sampai jumpa. Tetapi aku tidak pernah menyangka, sampai jumpa yang kamu ucapkan itu akan lama." Ae-ri menggigit bibir bawahnya, menahan isak agar tidak keluar. "Aku ingin segera berjumpa lagi denganmu. Jangan terlalu lama tertidur, tolong cepatlah bangun." tambahnya dengan suara getir tanpa mengalihkan pandangan dari Jungkook.

Disisi lain Kang Jieun ingin menangis lebih keras lagi manakala melihat anaknya, Ae-ri—memandang Jungkook dengan sorot mata seperti tak bernyawa. Kenyataan tentang kecelakaan dan keadaan koma si calon menantu membuat wanita itu cukup syok. Namun Jieun sadar bahwa anaknya saat ini butuh sosok penguat di sampingnya, jadi dia tidak boleh lemah.

"Nak..." Jieun simpan tangannya di bahu Ae-ri. Mendapati putrinya belum menjawab panggilannya, maka ia putuskan untuk mengurungkan niat membawa Ae-ri keluar dari ruang inap. Putrinya masih butuh sendiri, dan dia mesti mengerti.

Tungkai Jieun menuju keluar dimana kedua orang tua Jungkook berada, beserta Kang Minhyuk—suaminya. Mereka menoleh saat Jieun menampakan diri.

"Kita tidak bisa mendiskusikan hal ini sekarang. Ae-ri masih butuh sendiri, dia... dia..." ucapan Jieun menggantung di udara, tak sanggup lagi untuk berucap.

Kang Minhyuk mengajak sang istri untuk duduk. Lalu beralih menatap sahabatnya, Kim Won Hee. Bagaimanapun juga sekarang nasib putrinya sedang dipertaruhkan. Lusa seharusnya Ae-ri menikah dengan putra Won Hee, tetapi keadaan tidak mengizinkan.

Minhyuk tidak ingin jika nantinya Ae-ri menjadi bahan olok-olokan orang lain karena batal menikah. Dia tidak ingin stigma muncul dari benak orang lain terhadap putrinya. Apalagi mengingat dirinya dan Won Hee adalah dua orang pemilik perusahaan terbesar di Korea, tidak menutup kemungkinan media akan ikut memberitakan tentang batalnya pernikahan anak mereka.

Citra kedua keluarga pasti akan dipertaruhkan disini. Dan, ya—bukan niat dirinya untuk memikirkan hal negatif, hanya saja Minhyuk tidak yakin apakah Jungkook akan sadar nantinya. Dia tidak ingin sang anak malah mendapat masa depan yang tidak pasti.

Kendati Minhyuk tidak bisa berbohong, dia juga ikut mengkhawatirkan kondisi Jungkook.

"Won Hee—ya. Aku ingin mendapat titik temu dalam masalah ini." Minhyuk bersuara dan langsung mendapat perhatian dari Jiwoo dan Won Hee.

"Ya." Won Hee membuang nafas. "aku tidak bisa melihat Ae-ri gagal menikah. Ae-ri sudah seperti putriku sendiri, Hyuk." Sekilas ia melirik sang istri yang masih terlihat pucat, "jadi, pernikahan Ae-ri akan tetap dilangsungkan."

Perkataan Won Hee jelas membuat semua orang terbelalak. Bagaimana mungkin pria itu memutuskan hal ini! Sedangkan si pengantin pria saja masih terbaring lemah, tanpa siapapun tau kapan kesadaran itu datang.

"Dengan siapa?" timpal Minhyuk putus asa. Tidak mungkin mereka mencari pengantin pria secara mendadak seperti ini. Terlebih ia tidak yakin apakah putrinya itu akan bersedia menikah selain dengan Jungkook.

Hening mendera. Won Hee belum bersuara lagi, dia masih berperang dengan dirinya sendiri. Berusaha meyakinkan jika keputusan besar yang diambilnya sudah benar. Lantas Won Hee segera menjawab kebingungan sahabatnya itu bersamaan dengan Seokjin yang datang setelah menyelesaikan administrasi.

"Putra sulungku, Kim Seokjin---akan menggantikan adiknya di altar." <>

Endings, Beginnings.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang