12. Berserakan

34 9 1
                                    

"Kak ... Seokjin?"


Panggilan tersebut meluncur pelan sekali nyaris tidak terdengar.

Satu alis Ae-ri terangkat kebingungan selagi tangannya berada pada daun pintu mobil yang berhasil dibuka setengah, sehabis dirinya mengetuk kaca tanpa adanya sahutan dari dalam. Kemudian dapati pemuda yang sudah membuatnya cemas tidak kunjung datang, sekarang sedang menyembunyikan muka di tengah kekacauan isi mobil; barang berserakan di mana-mana sudah layaknya diterpa serbuan angin topan kendati sedari tadi tidak ada hal semacam itu.

Tanpa banyak pikir lagi, Ae-ri menyimpan payung dalam genggaman di dekat mobil, daksanya kemudian mendekat ingin memastikan keadaan Seokjin yang tidak bergerak bahkan setelah dipanggil.

Ae-ri mengangkat tangan ragu pula bibirnya dilema untuk terbuka, lantas selepas menghela napas---dia mengusap tengkuk Seokjin seraya memanggil lagi.

"Kak?"

Senyap.

Sesuatu dalam dirinya mengirimkan pertanda bahwa ada yang tidak beres ketika yang dipanggil masih bergeming. Jantung Ae-ri berdetak lebih cepat merasakan kecemasan mulai merayapi pikirnya. Dia lantas menepuk-nepuk bahu lebar Seokjin dengan agak bertenaga seraya memanggil kembali.

"Kak---"

Ae-ri membetulkan posisinya untuk tidak terlalu condong pada Seokjin manakala si empu menoleh padanya agak terkesiap. Kini dia semakin yakin ada yang salah ketika menemukan roman Seokjin yang acak-acakan; keringat membasahi pelipis bahkan rambutnya amat lepek, mengedip beberapa kali seperti linglung dengan sudut mata yang memerah seperti sehabis menangis, pula bibir pucat lesi itu bergetar ketika bersuara dengan serak.

"Ri?"

Untuk beberapa sekon Ae-ri terdiam selagi otaknya mencerna kondisi yang terjadi. Lalu mulutnya sedikit gelagapan untuk bicara, "A--apa ...." ia menjeda pun menelan ludahnya khawatir, kemudian bertanya dengan cepat, "Apa Kak Seokjin baik-baik saja?"

Seokjin nampak terhenyak dapati tampang cemas darinya, tetapi cepat-cepat duduk dengan tegak dan menjauhkan pelan jemari yang berada pada bahu.

"Aku baik-baik saja," balasnya singkat. Tetapi Ae-ri tahu itu adalah kebohongan.

"Bohong, ya?" tanya Ae-ri. Dan dengan gesit meraih pergelangan tangan Seokjin yang nampak gemetar terasa dingin setara bongkahan es. "Lalu ini kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?"

Seokjin melepaskan tangannya, membuang napas dan menjawab bersama tawa kikuk yang terdengar aneh, "Tidak ada yang terjadi."

"Jangan berbohong padaku," serobot Ae-ri sedikit menekan.

"Aku tidak bohong---"

"Kalau tidak bohong. Jelaskan---" katanya menggantung, mempertemukan mata dan memandang lekat seakan menggali kebenaran dibaliknya, tak lama ia melanjutkan, "mengapa Kak Seokjin lama sekali untuk sekedar ambil pakaian? Bahkan selama lima belas menit. Apakah itu terdengar sebentar? Aku cemas menunggu di dalam."

Ada senyap yang membeku sebelum pemuda itu bersuara, "Ah. Aku ...." Namun Seokjin tidak melanjutkan, lidahnya membasahi bibir yang kering sepertinya kehilangan kata untuk sekedar memberi alasan dari tanya tersebut.

"Aku kira mungkin karena hujan. Tapi, sepertinya hujan tidak bisa dijadikan alasan," kata Ae-ri, sementara Seokjin masih bergeming. Ae-ri bukan tipikal perempuan yang tidak peka. Melihat Seokjin membutuhkan jeda selama itu, membuatnya semakin merangkum bahwa memang ada sesuatu. Maka setelah itu Ae-ri melanjutkan lagi dengan nada selidik dan kurioritas.

"Pasti ada sesuatu. Jika tidak, mana mungkin terlihat sebaliknya." Ae-ri menghela napas. "Mobil terlihat berantakan sekali bahkan, Kak Seokjin juga ... sama kacaunya. Jadi katakan padaku. Ada apa?"

Endings, Beginnings.Where stories live. Discover now