11. Rinai yang deras

42 8 0
                                    

Hasil pemeriksaan *gcs Jungkook hari kemarin lantas berduyun-duyun menyapu beban dalam benak Ae-ri. Tidak ada yang spektakuler melebihi riuhnya perasaan bahagia yang meletup-letup tatkala dokter Ji Hoseok membeberkan perkembangan kondisi Jungkook; bahwa kini level skala kesadaran Jungkook---yang mulanya berada di skala 1 (koma total), naik menjadi 4 (semi-koma).

Dokter Ji Hoseok bilang jika perkembangannya naik meski laun-laun, kemungkin Jungkook akan sadar semakin tinggi. Karena sekarang pun tubuh Jungkook sudah bisa merespon rangsangan berupa sentuhan, walaupun belum sepenuhnya sadar membuka mata. Kendati sampai sekarang Ae-ri masih tetap menjaga Jungkook, meskipun tidak perlu seintensif dulu. Karena masa-masa darurat telah terlewati.

Perasaan Ae-ri campur aduk, apalagi ketika Jungkook balik membalas genggaman jemarinya layaknya mimpi di siang bolong. Ae-ri tidak menyangka. Harapannya sudah setipis tisu dibelah empat---mengingat lambatnya perkembangan Jungkook yang mengkhawatirkan. Sebab tidak juga menunjukan tanda-tanda, namun akhirnya kini Ae-ri bisa bernapas lapang.

Lantas malam ini Ae-ri ingin memberitahukan mengenai kabar baik tersebut pada kedua orang tuanya secara langsung, sekaligus dia ingin memenuhi panggilan pulang mereka yang tiap hari didapatnya. Ae-ri tahu selama dua bulan ini, pasca insiden, dia sudah lama tidak pulang, maka hari inilah akhirnya dia bisa pulang tanpa mencemaskan apapun.

Kini Ae-ri tengah berada di mobil, hendak dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya, ditemani Seokjin yang mengemudi seperti biasa. Ae-ri tidak enak sebenarnya. Tetapi tahu-tahu Seokjin sudah siap dengan setelan kantornya menjemput di rumah sakit. Padahal seingatnya dia sudah mengatakan tidak payah mengantarkan dirinya sebab pastinya Seokjin punya segunung pekerjaan di kantor. Ae-ri bahkan masih ingat ketika mendapati Seokjin mimisan karena kelelahan. Kendati pemuda itu hanya cengengesan, mengatakan bahwa ini sudah biasa terjadi.

Entah sudah biasa terjadi ataukah pemuda itu terlalu memaksakan diri sehingga abai dengan kondisi tubuhnya. Tetapi Seokjin memang workaholic, dan perfeksionis dalam pekerjaannya. Ae-ri kadang juga harus geleng-geleng kepala saat dihadapi sifat perfeksionis Seokjin. Perkara penempatan gelas, piring, bahan makanan yang bahkan disusun kelewat rapih. Ae-ri juga pernah terkena semburan omelan saat dia lupa penempatan vas bunga di ruang tamu. Padahal kala itu menurutnya vas tersebut sudah benar posisinya, namun Seokjin bilang seharusnya posisi si vas harus ada di tengah meja---persis, tepat, tidak boleh kurang. Heran sekali mengapa Seokjin bisa ingat hal sedetil itu.

Ae-ri lekas menarik diri dalam lamunan tatkala mobil mulai melambat sesaat sebelum berhenti tepat di depan rumah. Ae-ri bisa melihat kedatangannya langsung disambut Mama dan Papa di halaman sebelum dirinya benar-benar keluar, melempar senyuman luar biasa hangat yang amat dirindukan Ae-ri. Lantas setelah Ae-ri keluar, dengan cepat-cepat Kang Jieun merangkum tubuhnya erat.

"Mama rindu sekali. Astaga ...," Jieun menjauhkan diri, mematai roman wajah Ae-ri teliti. "Putri Mama tidak lama ketemu kenapa jadi secantik ini?"

Ae-ri mengudarakan tawa kecil, "Mama astaga. Jangan begitu, ih. Malu tahu ... nanti Kak Seokjin dengar."

Mama lantas hanya anggukan kepala dan mengulum senyum. Lantas setengah rela melepaskan putrinya yang kini direbut oleh suaminya untuk diringkus peluk kerinduan.

"Mama kamu saja yang disapa. Papa dilupakan," katanya terdengar merajuk. Ae-ri terkekeh dan melingkarkan erat tangannya di punggung sang Papa.

Jieun tidak melepaskan lengkungan bibirnya, menikmati pemandangan melepas rindu antara keluarga kecilnya. Tetapi Jieun tidak perlu menunggu lama momen lembut-lembut tersebut, sebab Minhyuk secepat itu mencubit pipi Ae-ri dan sedikit mengomeli putrinya yang katanya tidak cepat-cepat pulang. Lalu terciptalah debat kecil-kecilan yang menjadi ciri khas interaksi ayah dan anak itu.

Endings, Beginnings.Where stories live. Discover now