E M P A T

35.4K 3.2K 37
                                    


Hari-hari selanjutnya dijalani Renata sebagai sekretaris direktur, mendampingi Renjaka menghadiri berbagai macam rapat, baik yang diadakan di dalam kantor, maupun di luar kantor. Renata juga membantu Nia untuk mengerjakan pekerjaan administrasi dalam pengurusan jadwal, persiapan laporan hasil meeting, dan hal lainnya yang sebelumnya hanya dikerjakan oleh Nia seorang diri. Nia juga harus mempersiapkan Renata untuk bisa menangani semua pekerjaan yang dilakukannya agar Renata siap apabila nanti Nia cuti melahrikan. 

Sudah sebulan Renata bekerja di kantor itu, sedikit demi sedikit Renata sudah semakin ahli melakukan pekerjaannya sebagai sekretaris, mampu mengimbangi mobilitas Renjaka yang sangat tinggi dalam mengurus berbagai hal di perusahaan dan menghadiri meeting dimana-mana yang hampir selalu ada setiap hari. 

Seperti saat ini, Renata baru saja tiba sekembalinya Ia mendampingi Renjaka menghadiri meeting di salah satu vendor perusahaan, Renata yang masih berjalan menuju mejanya berhenti sesaat saat Renjaka berbalik dan menatapnya sambil berkata, "MoM nya saya tunggu setelah makan siang, sekalian dengan proposalnya tadi"

Kemudian Renjaka masuk ke dalam ruangan setelah menyapa Nia dengan senyum kecilnya yang dibalas Nia dengan anggukan. Renata kemudian duduk di bangkunya dan menyenderkan kepalanya di mejanya. Nia yang menyaksikan hal tersebut tertawa kecil, "Capek ya, Ren?"

Renata mengangkat kepalanya, kemudian menggeleng sambil tersenyum, "Capeknya sih biasa, Ni. Tapi juteknya Bapak yang bikin tenaga gue tergerus" jawab Renata sambil matanya mengarah ke pintu ruangan Renjaka

"Lo masih dijutekin sama Bapak?"

Renata mengangguk lemah, "Gue juga bingung, Ni, sama orang lain kayanya dia baik-baik aja deh. Kalo udah ngobrol sama gue, kayanya moodnya langsung sebel gitu"

"Kenapa ya?" Nia sama bingungnya dengan Renata, karena sepengetahuannya selama ini bekerja menjadi sekretaris Renjaka, dia jarang sekali menemukan mood Renjaka yang galak dan jutek seperti yang sering diceritakan Renata. 'Apa mungkin karena...?' Nia bertanya pada dirinya sendiri dalam hati.

"Kerjaan gue ada yang salah apa gimana sih, Ni? Kan lo selalu periksa laporan gue dulu kan sebelum dikasih ke Bapak?"

Nia menggeleng, "Kayanya oke-oke aja kok. Bapak juga gak ada komplen kan kalo lo abis laporan?"

"Nggak ada sih." Nia hanya menggeleng.

Renata lalu menatap Nia yang terlihat sedikit pucat hari ini, "Ni, are you oke? Muka lo pucet deh"

Nia tersenyum kecil sambil mengusap keningnya, "Agak mabok parah sih dari pagi. Belum bisa makan apa-apa karena langsung muntah"

"Mau gue anter ke dokter gak? Atau ke klinik kantor aja biar lo bisa istirahat?"

"Nggak usah, Ren. Masih bisa gue tangani kok. Lagian ini masih susun jadwal Bapak juga"

"Biar gue aja yang kerjain ya, lo istirahat aja. Atau izin pulang deh, sama Pak Renjaka. Pasti lo pusing banget kan sekarang?" Renata masih mengkhawatirkan kondisi rekan kerjanya itu.

"Gue mau istirahat aja deh di prayer room sebentar ya, biasanya dibawa rebahan dikit juga enak sih. Nanti gue balik lagi"

"Beneran gak mau pulang aja?"

"Nggak apa, Ren"

"Yaudah, ini jadwal biar gue yang susun aja ya. Nanti lo tinggal periksa aja kalau udah enakan"

"Nggak apa-apa? Lo kan capek abis meeting tadi"

"Aduh, Ni. Kalo gak mau capek mah rebahan aja di rumah" balas Renata dengan candaannya seperti biasa, "Lo istirahat yang cukup biar adik bayi sehat" Renata mengelus perut Nia yang belum terlihat terlalu membuncit.

Never Been Easy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang