L I M A L I M A

28.9K 2.1K 23
                                    

Renata duduk di depan Renjaka di salah satu cafe yang tidak terlalu ramai pengunjung. Renjaka sengaja memilih tempat yang tidak terlalu ramai agar mereka bisa menyelesaikan semua masalah yang sempat terjadi di antara mereka dengan suasana tenang. 

Renata sempat beberapa kali datang ke rumahnya dan membantu mengurusnya selama Renjaka sakit. Membuat harapan Renjaka terbuka lebar mengenai Renata yang mau memaafkan kesalahannya dan menerimanya kembali. Namun, setiap Renjaka mengajukan topik pembicaraan mengenai masalah itu, Renata selalu berkata untuk menunda pembicaraan itu sampai Renjaka benar-benar sehat. Membuat sedikit harapan itu kembali menguap. 

Namun untungnya Renata sudah mau merespon semua panggilannya. Walaupun masih menolak diantar setelah pulang kerja dengan alasan lebih baik Renjaka langsung pulang agar bisa istirahat. Renjaka tidak bisa memaksanya. 

Dan hari ini adalah kesempatan bagi Renjaka untuk memastikan semuanya. Mendapatkan jawaban dari Renata mengenai akan dibawa kemana hubungan mereka. Jujur saja, Renjaka sempat berpikir bahwa mungkin kalau memang hubungan mereka tidak bisa dilanjutkan lagi, Renjaka harus rela melepas Renata. Walaupun Ia tidak mau itu terjadi, tapi Renjaka juga tidak mau memaksakan perasaannya. 

Renata membuka percakapan mereka, "Tell me, Mas. About everything you want to talk. I'll listen"

Renjaka menarik nafasnya lalu mulai berkata, "First of all, i want to say sorry to you, Ta. I'm really sorry, sudah menyimpan rahasia itu dan tidak menceritakannya ke kamu cepat, sehingga bikin kamu malah tahu sendiri tentang fakta itu. Saya bukannya mau menutupi, tapi ternyata saya memang belum siap membukanya. Saya takut"

"Apa yang Mas takutkan?"

"Saya takut kamu pergi ninggalin saya, dan ternyata memang kamu berniat pergi, kan?"

"Aku bukan pergi, Mas, aku cuma butuh waktu dan space untuk berpikir. Sendirian"

Renjaka mengangguk, "Dan rasanya kehilangan kebiasaan kontak sama kamu sampai hampir 3 minggu kemarin, bener-bener bikin saya gila, Ta. Saya kehilangan kebiasaan saya. Saya kehilangan kamu"

Seperti perkataannya tadi, Renata hanya diam. Menunggu Renjaka menceritakan semua yang ada di pikirannya, Renjaka kemudian melanjutkan, "Kamu tahu awalnya kenapa saya sering marah-marah ke kamu waktu awal kamu baru jadi sekretaris saya? Saya ngomel cuma karena kesalahan sepele kamu. Itu adalah cara saya menghindari kamu, Ta. Saya buat diri saya sendiri sebel sama kamu, agar saya tidak tertarik sama kamu"

"Mas udah tertarik sama aku dari awal?"

Renjaka menggeleng, "Nggak. Karena awalnya adalah saya melihat kamu sebagai Nina. Dan saya sadar, kamu bukan Nina. Agar saya tidak menganggap kamu sebagai wanita yang paling saya sayang saat itu, saya berusaha untuk menghindari kamu dengan berlaku galak sama kamu"

"Terus berhasil?"

"Berhasil. Karena saya semakin sadar kalau kamu bukan Nina, dan saya merasa saya nggak akan bisa membuka hati saya lagi selain untuk Nina. I'm in grieve, Ta, even after 3 years since she's gone. Dia yang memenuhi hati saya, selama itu"

Renata menunduk, menyadari seberapa besar perasaan Renjaka untuk istrinya itu. 

Renjaka berkata lagi, "Tapi ketika saya sudah tidak menganggap kamu sebagai Nina, hanya seorang wanita yang kebetulan saja berwajah sama dan kebetulan jadi sekretaris saya. Saya ternyata tidak bisa menyangkal ketertarikan saya. Kamu yang mandiri itu membuat saya ingin melindungi kamu. Kamu sakit, kamu pengen ke Bandung karena Ibu kamu sakit. Awalnya saya mau bersikap bodo amat. Tapi ternyata saya nggak bisa. Kamu membuat saya peduli, Ta. Bukan cuma sebagai seorang atasan kepada bawahan, tapi sebagai seorang laki-laki kepada wanita"

Never Been Easy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang