E M P A T S E M B I L A N

23.1K 2K 17
                                    

"Bu Hani!" sapa Renata yang langsung berdiri di tempatnya. Renata akan otomatis seperti itu ketika bertemu dengan atasannya, sudah menjadi kebiasaannya di kantor. Sehingga ketika bertemu mereka di luar kantor pun, Renata masih terbawa kebiasaannya. 

Hani tertawa melihat Renata yang tiba-tiba berdiri, lalu Ia mengibaskan tangannya, "Ren, duduk aja. Dan stop panggil aku Ibu kalo di luar kantor. Nanti mereka anggap aku orang tua kalau kamu manggil aku Ibu"

Renjaka yang ikut tertawa melihat sikap Renata kemudian menarik pelan tangan Renata menyuruhnya duduk, kemudian Ia membawa tangan Renata ke atas pangkuannya. Hani yang melihat hal itu tertawa menggoda, "Lagi pacaran ya?" tanya Hani. 

Bukannya segera pergi, Hani yang datang bersama Aji kemudian duduk di kursi di depan Renata dan Renjaka, yang tentu saja langsung mendapat delikan dari Renjaka, sedangkan Renata hanya bisa tertawa lirih, masih gugup karena memikirkan apakah Hani melihat apa yang dilakukannya dengan Renjaka tadi. 

"Kenapa malah pada duduk di sini?" tanya Renjaka.

"Ya abisnya kursi di sini kosong" Aji yang menjawabnya kali ini.

Renjaka menunjuk kursi lain yang masih belum terisi di sekitar mereka, "Itu masih banyak kursi kosongnya. Sana pindah"

"Sombong lo ya, sekarang, mentang-mentang udah ada Renata, ketemu gue kayanya alergi banget. Kemaren-kemaren juga lo sering gangguin gue sama Aji pacaran" Hani berkata dengan wajah yang dibuat tidak suka mendengar usiran Renjaka tadi. 

"Kalian pacaran juga nggak kaya pacaran"

"Emang yang pacaran kaya pacaran itu gimana sih, Ja?" tanya Hani kali ini dengan nada menggoda, kemudian mememperhatikan Renata, membuat gadis itu langsung salah tingkah.

"Kalian lebih ngerti. Udah sana deh, cari kursi kosong"

Hani lalu menggeser Aji untuk berpindah tempat, "Iyee, nih, gue pindah. Selamat pacaran lagi deh kalo gitu. Bye, Ren" Hani melambaikan tangannya pada kedua temannya itu kemudian meninggalkan meja mereka. 

Setelah Hani dan Aji sudah tidak terlihat lagi, Renata berkata lirih pada Renjaka, "Mas, kira-kira Bu Hani liat kita nggak tadi?"

"Liat kita gimana? Ya, liat lah, makanya mereka nyamperin"

"Bukan, maksudnya pas tadi kita... mmm, pas itu tadi..."

Renjaka tertawa melihat kegugupan Renata, "Pas apa sih? Pas ciuman?"

Renata langsung menutup mulut Renjaka, "Ih, nggak usah diomongin"

Renjaka tertawa lalu mengalihkan tangan Renata dari mulutnya, "Ya kalo ngeliat juga nggak apa-apa"

"Ih, malu tahu, kemarin udah ketahuan Pak Jae, sekarang sama Bu Hani. Mas nggak boleh cium-cium aku lagi kalo begitu"

Renjaka tidak terima, "Kenapa jadi kesitu?"

"Ya nanti ketahuan sama semua orang"

"Yang aku cium kan pacar aku sendiri, nggak ada masalah. Kecuali kalau aku cium pacar orang lain tuh baru..."

"Hih, bisa aja ngelesnya ya" Renata menyentil pelan dagu Renjaka, membuat laki-laki itu tertawa.

***

Renjaka dan Jaendra keluar dari salah satu sarana permainan paint ball yang berada di dekat kantor mereka ketika Renjaka melihat Abi juga berada di sana sepertinya sedang mengobrol dengan kerabatnya, entah teman atau rekan kantornya. Namun, wajah kakak laki-laki Renata itu sepertinya sedang kebingungan.

"Jae, gue ke sana sebentar!" pamit Renjaka pada Jaendra untuk mendatangi Abi. Setelah berada cukup dekat dengan Abi, Renjaka memanggil namanya, "Abi"

Never Been Easy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang