E M P A T T U J U H

22.9K 1.9K 10
                                    

double update, check!

---

Renata mengerjapkan matanya dan melihat atap serta dinding warna putih di sekitarnya. Dirasakannya tangannya digenggam oleh seseorang dan selang infus yang tertusuk di telapaknya. 

"Mas..." panggil Renata dengan suara lirih.

Renjaka mendekatkan dirinya pada Renata, mengelus pelan kening Renata untuk menyampirkan rambut yang menutup dahi wanita itu, "Ta, how do you feel? Aku panggil dokter sebentar ya"

Renjaka baru akan bangkit ketika tangannya ditahan oleh Renata, "Nanti aja. Aku nggak apa-apa"

"Tadi pagi juga kamu bilang nggak apa-apa, pas aku minta buat ke rumah sakit dulu karena muka kamu pucat. Lihat sekarang kamu di mana?" Renjaka berkata gusar, kekhawatirannya benar-benar memuncak ketika melihat Renata yang terbaring lemah.

"Maaf" ujar Renata masih lirih.

Renjaka mendesah pelan, kemudian kembali mengelus rambut Renata, "Kalau sakit, bilang, oke. Jangan ditahan sendiri. Dokter tadi bilang, kamu kecapekan dan stress juga. Kamu mikirn apa, Ta? Apa yang bikin kamu stress?"

Renata tersenyum lalu menggeleng. 

"Karena saya ajak kamu ketemu Abi, kamu jadi kepikiran? Mikirin Abi yang belum kasih saya restu untuk macarin kamu?"

"Mungkin itu salah satunya"

Renjaka menahan geramannya, berusaha untuk bisa tetap bersuara tenang, "Ta, saya selalu bilang ke kamu kan, nggak perlu khawatir tentang usaha saya untuk bicara sama Abi. Kita pasti bisa lewatin ini, Ta. Kamu nggak perlu mikir sampai sebegininya, bikin kamu sakit"

Renata menarik tangan Renjaka menggunakan tangannya yang tidak tertusuk jarum infus, "Mas nggak akan menyerah untuk dapatin restu Abi kan?"

"Ta, kalau cuma gara-gara satu penolakan dari Abi akan membuat saya mundur, saya nggak akan ngajak kamu ke Bandung hari ini, Ta. Goal saya adalah semua keluarga kamu merestui hubungan kita. Itu akan saya dapatkan walaupun mungkin jalannya nggak mudah. Kamu harus percaya sama saya"

Renata mengangguk, "Makasih ya, Mas. Maafkan Abi yang keras kepala. Aku harap, Mas nggak akan kalah sama keras kepalanya Abi"

Renjaka tersenyum lalu mengelus pelan rambut Renata, "Saya sudah terlatih melawan adiknya Abi yang sama keras kepalanya. Kalau ditambah satu orang lagi dengan sifat yang sama, saya masih sanggup Ta"

Renata tertawa pelan mendengar candaan Renjaka. Renjaka kemudian melanjutkan, "Ta, jangan sakit lagi ya. Jangan bikin saya khawatir. Kalau ada sakit atau nggak enak badan sedikit yang kamu rasa, kasih tahu saya. Jangan disimpen sendiri dan bikin kamu drop kaya begini"

"Iya, Mas"

"Saya takut sekali lihat kamu pingsan tadi, Ta. Saya nyetir ngebut banget tadi sampai diomelin sama Abi nyuruh saya sedikit lebih tenang. Kamu malah nambahin daftar alasan Abi untuk nggak ngerestuin saya, Ta"

Renata tertawa pelan, "Maaf ya, Mas. Aku nggak tahu kalau bisa sampe pingsan begini. Biasanya kan emang cuma lemes dan pusing aja"

"Jangan sakit lagi, jangan tinggalin saya. Saya takut" Renjaka menundukkan kepalanya di atas tangan Renata yang daritadi digenggamnya.

Renata terdiam, sedikit terkejut dengan sikap Renjaka yang benar-benar sangat khawatir terhadap dirinya. Kemudian tersadar, mungkin kekhawatiran Renjaka ini disebabkan karena cerita masa lalunya yang ditinggalkan oleh mamanya Rendra. Renata mengusap pelan rambut Renjaka, "I'm fine, Mas. I'm here. Sorry to makes you worry"

Never Been Easy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang