Bagian ke-dua🌻; Hilal tahu semuanya

47.5K 8.3K 1.5K
                                    

aku bakalan seneng banget kalau kalian komen banyak-banyak,itu bikin aku semangat nulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

aku bakalan seneng banget
kalau kalian komen banyak-banyak,
itu bikin aku semangat nulis.

Happy Reading!

Kini jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun sosok yang ditunggu tak kunjung menampakkan diri. Ayah yang khawatir sempat berkeliling menggunakan sepeda untuk mencari keberadaan putra bungsunya, padahal telah Fano larang karena jalanan sudah cukup sepi. Tapi ayah tetap bersikeras mencari keberadaan Hilal, meski sudah Fano hubungi, Hilal tak pernah sekali pun mengangkat panggilan nya. Dan jujur saja, itu membuat hati ayah semakin dilanda kegelisahan.

“Maafin Fano, Yah..” pemuda itu meraih lengan sang ayah untuk ia genggam, “Ini gara-gara Fano.”

Terlihat ayah tersenyum sembari menggeleng kecil, wajahnya yang nampak kelelahan membuat Fano semakin merasa bersalah. Lantas manik gelap sang ayah menatap ke arahnya, memandang paras rupawan si sulung cukup lama, kemudian setelahnya tampilkan senyum manis.

“Abang juga marah ya sama ayah?”

Pria paruh baya itu melangkah, sembari terus menggenggam erat tangan Fano,–membawanya duduk di depan teras rumah. Manik teduh milik ayah menerawang jauh pada langit malam yang tak menunjukkan keelokan kartika nya. Agaknya sebentar lagi akan turun hujan.

“Ayah minta maaf, belum bisa kasih apa yang Abang dan Hilal mau.”

Fano menggeleng kecil, sedikit mendekatkan posisi duduknya dengan sang ayah.
“Ngga masalah, ayah ngga boleh ngomong kaya gitu. Tanpa itu pun, masih banyak yang bisa Fano syukuri, contohnya, Fano bersyukur punya ayah penyabar dan hebat kaya bapak Chandra ini.”

Fano terkekeh setelahnya, ia pandang wajah sang ayah yang ternyata ikut tersenyum kecil. Lantas ayah segera merangkul bahu si sulung, membalas tatapannya.
“Obat abang masih ada? Kemarin sakitnya sempat kambuh, kan?”

“Hmm.” Fano mengangguk, “Masih ada, ayah jangan khawatir.”

Ayah hanya tersenyum singkat, pupil nya kembali bergerak menatap langit, sembari menghirup udara malam ayah merasakan kegelisahan yang tiada habisnya. Hilal masih memenuhi isi kepala ayah, kali ini hatinya benar-benar gusar, ayah takut sesuatu terjadi pada putra bungsunya itu.

“Abang.. Hilal dimana, ya? Kok belum pulang sampai sekarang.” perlahan ayah menyentuh dadanya, “Ayah ngga enak hati..”

Melihat ayah seperti itu, Fano tidak bisa terus diam dan menunggu kedatangan Hilal. Ia memutuskan untuk menerobos dinginnya malam meski bisa saja sesaknya kambuh, sebab penyakitnya sedikit sensitif dengan udara dingin.

“Biar Fano cari, ya? Ayah tunggu sini sebentar.”

Belum sempat ayah melarang, Fano dengan sekejap langsung menghilang dari hadapan ayah, sosoknya kini tengah sibuk memutar kan letak sepeda untuk ia kendarai mencari keberadaan si bungsu.

Dari ayah, untuk abang ✔ Where stories live. Discover now