Bagian kedua puluh dua🌻; Selamat datang sekaligus selamat tinggal.

30.4K 5.3K 1K
                                    

yuk, ramein komentarnya, karena chapter besok udah end!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

yuk, ramein komentarnya,
karena chapter besok udah end!

anw, chapter ini sengaja aku buat panjaaang bangeeet, hehe
semoga memuaskan ya!!<3

Happy Reading!

Selepas pulang dari tempat peristirahatan terakhir ayah, Fano yang kebetulan lelah, langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur setelah berhasil membersihkan tubuh beberapa menit yang lalu. Sebenarnya Fano tidak berniat melakukan aktivitas apapun, hanya menatap kosong langit-langit kamar yang bahkan tidak begitu menarik untuk diperhatikan. Tapi karena rasa kantuknya tak kunjung datang, tangan pemuda itu bergerak meraih ponsel yang sebelumnya ia simpan di atas nakas.

Membuka galeri, lalu ia geser satu persatu gambar yang ada di sana. Di mulai dari potret dirinya dengan Hilal saat kenaikan kelas, ada juga yang sengaja di ambil ketika mereka sedang duduk di teras rumah. Fano geser kembali ke samping, terlihat di sana ada potret wajah Hilal yang sedang marah karena tak sengaja Fano memakan habis makanan miliknya. Alun-alun Fano tersenyum mengingat kejadian itu sampai jarinya kembali menggeser gambar, tiba-tiba potret ayah yang sengaja Fano ambil ketika ayah sedang tertawa lepas, membuat hati Fano mencelos. Meski sudah terlihat jelas beberapa kerutan di samping mata dan bibir ayah, tapi itu tak sedikitpun menutupi keindahannya. Senyuman ayah benar-benar definisi keindahan yang sesungguhnya.

“Udah lama Fano ngga pernah lihat senyuman ayah lagi.” Ibu jarinya mengusap pelan wajah ayah di balik layar ponsel, “Fano kangen banget sama ayah.”

Lagi-lagi Fano tersenyum, kali ini air matanya ikut jatuh perlahan. Sudah berbulan-bulan lamanya, tapi rasa sakit tidak pernah hilang saat Fano kembali teringat pada sosok lelaki kuat yang paling ia sayangi di bumi. Alun-alun Fano mematikan kembali ponselnya, ia taruh ke tempat asal sebelum adzan maghrib berkumandang. Dengan cepat Fano beranjak untuk mengambil wudhu dan segera melaksanakan sholat.

Sepuluh menit berlalu. Setelah berhasil merapikan kembali alat sholat ke tempat semula, Fano memutuskan untuk ke dapur karena entah kenapa tenggorokannya tiba-tiba saja kering. Saat kakinya mulai melangkah tepat di depan kamar utama, tiba-tiba saja fokus Fano terarah pada pintu kamar yang sedikit terbuka. Di dalam sana bisa Fano lihat Bima sedang melakukan sesuatu yang membuat Fano harus mengerjapkan matanya beberapa kali sebab ia takut apa yang dilihatnya salah. Tapi justru ketika Fano sedikit mendekat, terlihat jelas Bima sedang mengonsumsi obat-obatan terlarang.

Fano yang sempat kaget, perlahan memundurkan tubuhnya untuk kembali pada tujuan utama untuk mengambil minum di dapur. Namun tiba-tiba saja tanpa sengaja mata mereka bertemu, saat itu juga tubuh Fano mematung, seolah Bima sudah menguncinya dengan tatapan tajam dari dalam. Tak lama setelah Bima berhasil menyembunyikan obat-obatan itu ke dalam laci, langkah cepat dan tegasnya langsung menghampiri Fano yang masih geming di depan pintu.

Dari ayah, untuk abang ✔ Where stories live. Discover now