Bagian ke-lima🌻; Lagi-lagi salah di mata ayah.

36.6K 7K 576
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Happy Reading!


Hilal masih berbaring, menatap kosong langit-langit kamar sembari memikirkan ucapan Kisan saat di kantin kemarin. Setelah melihat betapa lelahnya ayah, entah dari mana Hilal memiliki niat untuk menggantikan ayah di acara ulang tahun adik Kisan. Bukan apa-apa, jujur saja Hilal mulai takut ketika dirinya harus dihadapkan dengan kehilangan. Tidak, bukannya mendo'akan. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini Hilal selalu over thinking, takut jika ayah sakit–uh! membayangkannya saja Hilal tidak sanggup.

Meskipun sebenarnya, iya. Ayah sakit. Namun ayah tidak pernah mengeluh atau pun mengadu pada Hilal juga Fano. Ayah hanya takut membuat putranya khawatir, atau lebih tepatnya tidak ingin merepotkan. Punggung nya masih mampu memikul beban, walau kadang napasnya tersengal kala ia pikul beban yang semakin berat. Kendati begitu ayah tetap mampu bertahan.

Hilal perlahan beranjak dan melangkah menuju lemari,–tempat dimana ayah menyimpan pakaian badut nya. Setelah berhasil ia buka, sudut bibirnya alun-alun tertarik, membuat lengkungan indah yang jarang ia perlihatkan pada siapa pun.
Pemuda itu terkekeh setelah berhasil menggunakan pakaian itu di tubuhnya. Ia tatap pantulan diri di cermin, hatinya kembali terasa perih, membayangkan kuatnya ayah selama ini menjalani beratnya hidup.

“Hilal?”

Kaget, Hilal hampir saja terjungkal karena ia kira itu suara ayah. Namun ekspresinya berubah menjadi kesal sebab itu suara Fano yang terbangun karena suara bising yang ia ciptakan.

“Ngapain pagi-pag–”

“Sssttt!!” Hilal berlari, membekap mulut Fano agar tidak melanjutkan ucapannya, “Goblok berisik, nanti ayah denger!” ucapnya sembari berbisik.

Fano mengangguk, membuka bekapan tangan Hilal di mulutnya,
“Ngapain pakai baju badut? Ayah marah kalau sampai tahu, Hilal..”

Tidak langsung menjawab, Hilal mematung untuk sesaat, kemudian ia mengubah posisi menjadi berhadapan dengan sang kakak.
“Bang.. Kalau misal gua gantiin ayah kerja, gimana? Cuma hari ini aja, sehari.”

Terlihat Fano menggeleng tidak setuju, “Ngga, kamu bisa bikin ayah marah nanti.”

“Lumayan, uang nya bisa buat makan 'kan?”

“Ya tapi ngga harus kamu.” tanpa sadar Fano meninggikan suaranya, “Abang tahu niat kamu baik, tapi abang yakin ayah ngga bakal suka.”

Hilal berdecih, ia tatap sang kakak dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
“Ngga usah bilang sama ayah kalau gitu. Beres, kan? Lagian ayah ngga akan sadar kalau kostum badut nya ngga ada di lemari.”

Dari ayah, untuk abang ✔ Where stories live. Discover now