Bagian kedua puluh tiga🌻; [END] Terimakasih dan maaf untuk segalanya.

37.4K 6K 4.8K
                                    

Benda yang harus disiapin untuk baca chapter ini :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Benda yang harus disiapin untuk baca chapter ini :

Benda yang harus disiapin untuk baca chapter ini :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!

Entah sudah kali ke berapa Natta menyeka air matanya yang terus menetes tanpa jeda malam ini.
Manik sendu milik Natta menatap lurus tubuh kurus yang tengah berbaring tenang di atas ranjang berukuran kecil dengan berbagai macam alat yang menempel di tubuhnya. Pupil itu kemudian bergerak ke samping, tepat dimana ada sosok wanita yang benar-benar rapuh tengah bersimpuh di samping ranjang yang putranya tempati.

Sakit ternyata, rasanya sakit sekali melihat Fano seperti itu. Sudah satu jam berlalu, namun Fano tetap tak berniat untuk membuka matanya. Padahal selama itu tidak hentinya Natta terus berdo'a, meminta agar mata yang terpejam tenang itu membuka perlahan, bibir pucat itu kembali menampilkan senyuman. Namun tetap saja tidak ada balasan, yang ada hanya suara menyeramkan yang terdengar dari alat-alat yang menempel di tubuh Fano.

Tangisan pilu milik ibu semakin terdengar jelas di telinga Natta, membuat hati pemuda itu berdenyut hebat sebab jujur saja, Natta paling tidak bisa melihat ibu menangis, rasa sakitnya bisa melebihi apapun.
Kini langkah kakinya ia bawa mendekat pada perempuan paruh baya yang masih setia menunduk dalam-dalam, dengan tangisan yang perlahan hampir tidak terdengar sama sekali akibat tangisan itu terlalu hebat.

Tangan Natta alun-alun bergerak, mengusap lembut bahu bergetar milik Ibu.
"Ibu, udah.. Jangan nangis, Natta sedih lihat nya."

Lantas di detik berikutnya ibu menoleh, menatap putranya dengan air mata yang terus jatuh tanpa jeda.
"Fano.. Anak ibu.."

Natta mengangguk, langsung ia bawa daksa ibu kedalam dekapannya, membiarkan ibu melepas tangis di sana.
"Fano kuat, bu.. Natta yakin Fano kuat.."

Natta terus mengusap lembut bahu ibu yang masih ia dekap kuat. Tubuhnya bergetar sebab terus menangis, Ibu benar-benar tidak bisa melihat Fano seperti ini, hatinya sakit. Tapi di sisi lain, Natta terus mengucapkan kalimat yang membuat ibu tenang, alun-alun tangisan ibu mulai mereda. Natta lepas perlahan pelukannya, ia tatap manik ibu, lantas tangannya bergerak untuk mengusap air mata perempuan paruh baya itu.

Dari ayah, untuk abang ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang