Bagian ke-sebelas🌻; Datang hanya untuk menambah luka.

30.8K 6K 2.6K
                                    

ayo kita mulai konfliknya, hoho

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

ayo kita mulai konfliknya, hoho

Happy Reading!

Sambil memanjangkan kakinya, Fano kembali menyeruput kopi yang sengaja ia buat tadi pagi selepas mandi. Ketika hari sabtu dan minggu datang, pemuda itu biasa menghabiskan waktunya di rumah bersama Hilal, jika masih ada ayah ia akan menunggu kedatangan ayah setelah seharian bekerja. Namun kini sosok yang ditunggu-tunggu tidak pernah datang, padahal rasa rindu sudah menggebu. Ya, begitulah cara takdir mempermainkannya.

"Bang!"

Teriakan dari arah dalam sukses membuat lamunan Fano buyar, ia menghembuskan napas panjang sembari memunculkan kepalanya di ambang pintu.

"Kenapa?" kemudian berteriak, sebab Hilal ada di dalam kamar, sedangkan ia di teras rumah.

"Celana Hilal yang hitam dimana sih?" Pemuda berambut setengah basah itu menghampiri Fano dengan handuk di tubuhnya.

"Yang hitam mana?" Fano beranjak, mulai melangkah untuk masuk dan mencari celana sang adik.
"Kamu yang pakai, kok tanya ke abang sih?"

Terdengar Hilal berdecak dari arah belakang,
"Kan abang yang beresin."

Fano hanya menghembuskan napas sembari menggelengkan kepalanya. Seperti ini ketika Hilal menginginkan sesuatu, jika ia mau, berarti ia harus dapat. Ingat saat itu Hilal ingin sekali jaket baru, hari itu entah kenapa Hilal bersikap kekanak-kanakan, sampai-sampai berani membalas setiap ucapan ayah dan berakhir dengan Fano yang memarahinya habis-habisan. Lalu bagaimana Hilal? Sudah bisa di pastikan pemuda itu marah dan akan pergi meninggalkan rumah seperti biasa. Alhasil Fano lah yang kembali mengalah dan meminta maaf.

"Memang mau kemana sih pagi-pagi begini?" Fano memicingkan mata nya, menatap Hilal dari atas sampai bawah. "Mau ngapelin siapa?"

"Ngawur!" spontan Hilal memukul pipi Fano, kemudian setelah nya ia tertawa melihat ekspresi sang kakak yang sebisa mungkin menahan amarahnya. "Maaf maaf.. lagian ngaco kalau ngomong."

Setelahnya Fano hanya terkekeh, lantas kembali mencari letak keberadaan celana hitam milik Hilal. Seingat Fano saat itu Hilal sendiri yang menyimpan celananya, tapi mau bagaimana pun Fano akan tetap kalah jika berdebat dengan Hilal. Akhirnya ia hanya bisa mengalah dan terus mencari celana itu.

"Coba di inget-inget dulu, waktu itu kamu simpan dimana." Fano menegakkan tubuhnya yang semula membungkuk di depan tumpukan baju yang belum sempat ia seterika.

Hilal menyimpan tangan di dagu, pupilnya berputar kesana kemari,-mencoba mengingat saat terakhir kali ia menggunakan celana hitamnya.
"Ya disini, abis di cuci langsung Hilal masukin ke sini." pemuda itu menunjuk tumpukan baju di dalam wadah besar.

"Tapi sekarang malah ngga ada." Hilal berdecak, "Memang tuyul doyan celana hitam, bang?"

"Ngaco." kini giliran Fano yang berdecak sebal, ia menatap ke arah Hilal. "Pakai yang lain aja, ya?"

Dari ayah, untuk abang ✔ Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu