Bagian ke-enam🌻; Maaf telah berani menangis di hadapan ayah.

35.7K 6.9K 886
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Alhamdulillah, sejak pagi tadi ayah sudah mendapatkan panggilan untuk datang ke acara ulang tahun, di rumah yang cukup besar. Setelah acara itu selesai, ayah tidak langsung mengganti kostum badutnya menjadi pakaian biasa yang semula ayah gunakan. Alasannya, karena ini sudah cukup petang, jadi tidak ada salahnya berjalan menggunakan pakaian seperti ini, toh nanti banyak anak kecil kegirangan melihat badut beruang yang berkeliaran di samping jalan.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, ayah berhenti tepat di mana ada penjual nasi goreng kesukaan Hilal dan Fano. Tak harus menunggu lama, ayah segera memesan tiga bungkus nasi goreng untuknya juga untuk kedua putranya. Biasanya ayah tidak terlalu tertarik, namun kali ini beda sebab ayah juga belum makan sedari pagi.

“Mas, nasi goreng nya tiga ya, semuanya pedes.” ucap ayah setelah berhasil membuka topeng badut dari kepalanya.

Ia hirup udara yang sedikit terasa pengap sebab terus terkurung di balik topeng badut beruang yang lumayan berat dan membuat kepalanya selalu pening ketika sudah berada di rumah. Ayah simpan kepala beruang itu di pahanya sembari bersenandung kecil menatap ramainya jalanan sore ini, sampai tanpa sadar pesanannya sudah siap.

“Semuanya tiga puluh sembilan ribu.” ucap si pedagang sembari menyodorkan kantung plastik berisikan tiga bungkus nasi goreng pada ayah.

Setelahnya tanpa menunggu lama ayah segera membayar dan langsung pergi dari tempat itu, kemudian melangkahkan kakinya kembali menuju rumah. Setelah dipikir, ayah memutuskan untuk melewati gang kecil agar cepat sampai, namun sesuatu di depan sana berhasil menarik seluruh atensinya.

Ayah sempat memicingkan mata sebab pandangannya sudah tidak terlalu jelas jika melihat objek yang lumayan jauh. Sampai akhirnya ia sadar, dan langsung berlari tanpa memperdulikan kakinya yang belakangan ini terasa sakit.

Ayah berhenti tepat di belakang segerombolan anak muda berseragam sekolah persis seperti milik Fano dan Hilal. Tangan ayah terkepal kuat, ia masih menatap nyalang pada ketiga pemuda yang membuat putra sulungnya menunduk menahan takut di depan sana. Hingga suara menggelegar milik ayah berhasil menarik atensi seluruh pemuda itu, tak terkecuali Fano yang menunduk dengan wajah ketakutan dan sedikit noda lebam juga kemerahan di sudut bibir dan tulang pipinya.

“FANO!”

Teriakan ayah sukses membuat ketiga pemuda itu mematung untuk sesaat, namun setelah menilik kembali ke arah ayah, ketiganya saling berpandangan dan di detik berikutnya mereka tertawa terbahak-bahak.

“Woy bapaknya datang! Hahahhaha..” ucap salah satu pemuda dengan tawa renyah di akhir kalimat.

“Minta bantuan sono sama bapak lu.”

Dari ayah, untuk abang ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang