Part 32 : Hamil ?

18.2K 970 29
                                    

Sepulang dari kampus aku segera merebahkan tubuh ku di kasur. Rasa lelah dan pegal membuat ku ingin segera istirahat.

Hari ini aku pulang menggunakan taksi online, itu juga Atha yang memesannya tadi. Tadi Atha sempat mengabari ku, kami tidak bisa pulang bersama karena hari ini dia ada sedikit urusan yang penting di Restoran.

Aku tidak bisa tidur, sedari tadi terus saja guling-guling di kasur. Bisanya jika lelah seperti ini aku akan mudah tertidur tapi siang ini tidak. Rasanya seperti ada yang kurang. Atau mungkin aku telah kecanduan dengan pelukan Atha. Mengingat Atha sekarang aku merasa kangen kepadanya.

Sedang apa dia, begitu sibuk kah di sana hingga dia tidak bisa mengabari ku. Harus kah ku telpon dulu, jika aku mengganggunya bagaimana. Atau ku kirim pesan saja. Pesan seperti apa yang harus aku kirim kan kepadanya.

Berpikir terlalu banyak seperti ini menyebabkan rasa lapar dalam perut ku. Sudah lama rasanya aku tidak memakan soto, mungkin akan terasa segar jika di makan siang hari seperti ini.

Tapi makan es krim juga seger, sepertinya aku harus segera cek lemari es ku. Apakah masih ada es krim yang tersisa. Jika tidak ada es krim minum es jeruk pun rasanya segar. Aku jadi tidak sabar untuk segera meminumnya.

Dengan semangat aku segera membuka pintu kulkas. Namun sayang semua yang telah aku bayangkan tadi tidak ada. Es krim tidak ada, jeruk tidak ada. Yang ada hanya sayuran dan susu saja. Aku segera berjalan kembali menuju kamar. Segera mengambil dompet dan siap untuk pergi.

"Mau kemana ?" Aku segera berbalik melihat Atha yang baru saja datang. Hobinya memang tidak pernah berubah selalu saja membuat aku kaget.

"Ke luar, Mas" nyaris saja aku melupakan dia. Untung lah dia sudah pulang kalau tidak, aku pasti diomeli oleh nya.

"Mas tahu kamu mau keluar, maksudnya keluar kemana ?" Mendengar jawaban Atha membuat aku tersenyum canggung.

"Cari makan Mas " Jawab ku singkat, tadi katanya kangen mengapa jawabannya singkat sih Din. Hari ini aku benar-benar labil.

"Mau makan apa, kenapa tadi enggak bilang" Atha memandang tepat kearah mata ku. Kalau kayak gini aku jadi gugup. Mana aku tahu dia mau pulang jam segini. Kan, takutnya dia pulang malam. Makannya enggak berani bilang.

"Lupa" otak dan mulut ku benar-benar tidak sejalan. Mengapa harus bilang lupa sih. Nanti kalau Atha mikir yang aneh-aneh bisa berabe.

"Lupa punya suami" tuh, kan mukanya udah keliatan enggak enak.

"Atau benar-benar lupa punya suami yang bisa dimintain tolong. Apa salahnya sih bilang, punya handphone juga. Tinggal telpon bereskan" Masih dengan wajah datar Atha melanjutkan perkataannya. Sebenarnya yang lagi PMS ini aku atau dia sih. Mau ikutan marah tapi nanti jadi panjang urusannya. Akhirnya aku memandang Atha penuh rasa bersalah, ini hanya akal-akalan ku saja agar Atha segera berhenti bicara.

"Ya, sudah ayo" Atha segera menggandeng tangan ku menuju mobil. Aku kira dia tidak akan mengantar ku. Pengertian sekali suami ku ini.

Mobil kami telah melaju, dalam perjalan Atha kembali bertanya mau beli apa kami. Segera aku menjawab pertanyaan Atha.

"Aku mau makan soto Mas, abis itu kita mampir minimarket ya. Aku pengin beli cemilan terus es krim juga. Tapi kalau martabak jam segini udah ada yang buka belum ya..." Tiba-tiba Atha mengerem mendadak. Seketika dia memandang kearah ku. Raut wajahnya benar-benar tidak terbaca. Entah dia terkejut dengan permintaan ku atau terkejut dengan betapa rakusnya aku.

"Kamu enggak lagi hamil kan" pertanyaan dari Atha bikin aku menggigil. Hamil dari mana hari ini aku mendapatkan tamu bulanan ku. Aku tidak habis pikir mengapa Atha bisa berpikiran seperti itu.

"Jangan ngaco deh mas, aku lagi dapat masa hamil sih" aku memandang Atha dengan kesal. Tapi aku melihat ada raut wajah kecewa dari Atha. Apakah dia berharap aku hamil.

"Habisnya kamu kayak orang ngidam, yakin itu bukan pendarahan. Atau kita ke rumah sakit aja biar jelas." Wajah kecewanya telah hilang berganti dengan wajah penuh harap.

"Mas" aku memanggil kata Mas dengan sedikit panjang. Sepertinya Atha mengerti dia segera mengangguk-anggukkan kepalanya. Tapi perkataan lanjutan darinya membuat pipi ku memanas.

"Enggak apa-apa, kita masih bisa coba" rasanya aku ingin menutupi wajah dengan kardus, saking malunya.



Bersambung

Why Atha (Lengkap)Where stories live. Discover now