Bab 8 : Masak

14.9K 1K 11
                                    

Keadaan gerasi kosong sepertinya Atha belum pulang. Rumah selalu terasa sepi. Segera bergegas masuk ke kamar untuk mengganti pakaiaan.

Sebagai istri yang baik aku mulai membereskan rumah. Pegal dan lelah ku hilang setelah melihat keadaan rumah menjadi bersih. Setidaknya ada yang bisa Atha bangga kan dari ku.

Waktu semakin sore tetapi Atha belum juga pulang. Tidak ada pesan yang dia kirim untuk ku. Karena merasa bosan aku mencoba untuk memasak. Meski kemampuan memasak ku minim aku harap Atha menghargainya.

Ternyata begitu banyak macam sayuran yang Atha beli. Aku memutus kan untuk memasak sayur sop. Menurut ku itu yang paling gampang. Tinggal memanaskan air masukan sayur dan beri sedikit garam mudah bukan.

Tapi mengapa sekarang aku merasa ragu apakah benar cara memasaknya sepeti itu. Akhirnya aku putuskan untuk berbuka tutorial memasak dari internet.

Sebenarnya aku sering melihat Ibu memasak. Hanya sekedar melihat tanpa membantu. Ketika Ibu memasak semua terlihat sangat mudah. Aku juga bisa meski tanpa belajar.
Kenyataannya tidak ada yang mudah saat menggoreng ayam minyak panas muncrat kemana-mana dan ada yang mengenai tangan ku rasanya perih.

Aku jadi menyesal kenapa menganggap semua gampang
Andai dulu aku rajin membantu Ibu memasak mungkin kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi. Masakan selesai setelahnya tinggal aku tata di meja makan.

Menonton acara televisi sambil menunggu Atha pulang itu yang kulakukan sekarang. Entah apa yang dilakukan Atha diluar sana. Setahu ku mahasiswa semester tujuh hanya akan disibukan dengan skripsi.

***

Atha pulang ketika azan magrib berkumandang aku segara pergi ke kamar untuk melakukan kewajiban. Langkah ku terhenti ketika Atha memegang ujung baju belakang ku.

"Sholat berjamaah" singkat padat jelas mungkin itu ungkapan untuk ucapan Atha. Ku ambil wudhu segera memakai mekena lalu pergi ke kamar Atha.

Ini adalah kali pertamanya dia mengajakku sholat berjamaah. wajahnya terlihat berkali-kali lebih tampan dari bisanya. Setelah selesai sholat berjamaah aku menawari Atha untuk makan malam bersama tetapi jawabannya membuatku membeku.

"Aku sudah makan"itu lah yang dia katakan. Segampang itu dia menjawab tanpa tau seberapa susahnya aku memasak. Salahkah aku juka meminta Atha untuk sedikit saja berbohong.

Jika dalam sebuah novel seorang suami akan tetap memakan masakan istrinya. Walau pun dia sudah makan. Bukannya berbondong untuk kebaikan itu baik. Mungkin selama ini aku terlalu larut dalam khayalan. Aku segera keluar dari kamar Atha. Tidak perduli apa yang dia lakukan selanjutnya.

Untungnya Atha sudah makan jika tidak mungkin dia akan memuntahkan kembali makanannya.
Rasa ayam yang pahit membuatku menghentikan makan. Jika tau begini jadinya aku tidak akan repot-repot memasak cukup dengan telor ceplok kebanggaan semuanya beres.



Bersambung

Why Atha (Lengkap)Where stories live. Discover now