Bab 9 : Sarapan

14.4K 1K 15
                                    

Biasanya setelah sholat subuh aku akan tidur kembali. Untuk hari ini, tidak kulakukan. Mengingat aku belum mencuci alat masak ku kemarin.

Sesampainya di dapur semua sudah bersih. Sepertinya Atha yang membersihkan nya. Atha baru pulang setelah sholat berjamaah di mesjid. Dia naik menuju kamarnya tanpa berkata apapun. Aku merasa seperti patung saja. Diam, tidak ada sapaan sama sekali.

Untuk sarapan kali ini aku membuat telor ceplok. Hanya ini, masakan andalan yang membuat ku percaya diri. Tidak perduli apakah Atha akan mencobanya atau tidak, yang terpenting aku sudah memasak untuknya.

Tidak kusangka, ternyata Atha duduk di sebrang ku dan siap makan bersama. Dengan percaya diri, aku berdiri mengambilkan minum untuk Atha. Mungkin, ini langkah pertama bakti ku untuknya.

"Hangat" jadi yang dia inginkan air hangat. Memang salah ku yang sok tahu. Harusnya, tadi aku bertanya dulu kepadanya.

Hari ini, pertama kalinya Atha memakan masakan ku. Saat ku pandangi wajahnya, datar tidak ekspresi suka atau tidak suka yang tergambar disana. Menyediakan sekali, sebagai perempuan sangat wajar jika aku menginginkan penghargaan darinya. Tidak usah dengan pujian jika Atha merasa berat. Cukup dengan senyuman saja diriku sudah bahagia. Jika seperti ini, rasanya aku tidak mau memasak lagi untuknya.

"Pakai ini " suara dari Atha mengagetkan ku, tangannya nyodorkan sebuah kartu. Ah, ternyata kartu debit. Tunggu dulu, sampai sekarang pun, aku masih belum tahu Atha sudah bekerja atau tidak. Dia tidak pernah menyinggung soal itu. Dan bodohnya aku, kenapa tidak mencari tahu terlebih dulu.

Bukankah ibu pernah bercerita jika rumah ini adalah hasil jerih payahnya. Berarti, Atha sudah bekerja kan. Tapi bisa saja Atha meminta kepada kedua orang tuanya, keluarga Atha adalah orang yang berada.

"Kalau boleh tau, kamu kerja apa" dia memandang ke arah ku. Tepatnya, aku bisa menatap kedua mata indahnya. Pipi ku mulai terasa hangat, aku yakin saat ini Atha melihat segurat merah di pipi. Tiba-tiba Atha memutuskan kontak mata kami.

"Bisnis halal" jawaban singkat, seperti biasa yang ku dapat. Tidakkah, Atha mengerti disini aku butuh penjelasan darinya. Bukan sekedar pernyataan yang singkat. Tapi aku bisa apa, mau protes pun aku tidak berani.

Begitulah Atha, yang terpenting sekarang aku sudah tau dia mempunyai pekerjaan. Mengenai jenis pekerjaan apa yang sedang dia geluti masih menjadi misteri. Sudah tahu pekerjaannya halal, aku sudah sangat bersyukur.

Dari yang kulihat, sepertinya hari ini dia tidak akan berangkat ke kampus. Saat ini dia sedang fokus mengetik sesuatu. Atau, mungkin saja diasedang mengerjakan skripsi. Sebelum pergi aku berpamitan kepadanya. Jangan berharap Atha akan mengantar ku. Itu semua tidak akan terjadi. Menikah tapi masih mandiri itulah yang gambaran ku saat ini. Sudah punya suami, ataupun masih jomblo tidak ada bedanya bagi ku.



Bersambung

Why Atha (Lengkap)Where stories live. Discover now