Bab 10: Katanya Restoran Atha

14.3K 1.1K 18
                                    

Motor kami, berjalan membelah ibu kota. Hari ini, setelah selesai dari kampus. Rena mengajak ku makan siang.

Menurutnya, cafe ini sangat terkenal di kalangan mahasiswa saat ini. Selain letaknya yang strategis suasananya juga sangat mendukung, bagi mereka yang sedang disibukan dengan skripsi.

Saat memasuki cafe, sebagian besar kursi telah terisi. Jika dilihat suasananya sangat bagus. Di ujung sana banyak mahasiswa semester akhir berkumpul mengerjakan skripsi. Mungkin, karena letaknya yang langsung menghadap taman bunga menjadi salah alasan mereka duduk di sana.

Atha duduk diantara temannya. Aku kira Atha tidak menyukai suasana ramai seperti ini. Tapi, saat ini dia duduk dengan tenang tanpa merasa tergantung. Sepertinya dia cukup sering mengunjungi cafe ini.

Kurasa Atha menyadari keberadaan ku. Entah kenapa aku merasa sebal melihat Raya. Dia seolah mencari perhatian kepada Atha.

"Lo liatin apa sih Din" mata ku mencari-cari siapa yang bertanya.

"Gue Din yang nanya" Ternya Rena yang bertanya kepadaku. Saking asiknya, aku sampai lupa dengan keberadaan Rena.

"Enggak Ren pesan makanan yuk" aku mengalikan pertanyaan Rena. Saat ini aku sedang malas membahas Atha.

Kami memesan makanan, sambil menunggu makanan tiba kami bercerita mengenai banyak hal.

***
"Mba saya enggak pesan ini" aku metunjuk ke salah salah satu makanan. Rasanya, aku tidak pernah memesan ini.

"Nama Mba, Dina Nabila kan " bukannya menjawab pertanyaan ku, Mba pelayanan itu malah balik bertanya.

"Iya Mba, benar. Itu nama teman saya, kalau boleh tau siapa yang memesan Mba ?" Rena, menjawab pertanyaan pelayanan itu. Aku juga penasaran, siapa yang memesan kan menu tambahan ini.

"Mas Atha yang pesan, katanya buat istrinya" jawaban dari nya, membuat ku mengerutkan dahi. Benarkah Atha sebaik itu? Biasanya, berbicara pun jarang.

"Gila gue baru tahu ternyata tuh orang bisa perhatian juga" Aku sependapat dengan Rena. Melihat perlakuannya selama ini. Memang, terlihat sangat mustahil.

Atha berjalan melewati meja kami, tapi dia tidak sendiri ada Raya yang memegang tangannya. Sebenarnya, apa yang di ingan Raya ?. Dia seolah-olah sengaja memamerkan kedekatan mereka dihadapan ku.

Kenapa juga, Atha tidak menepis tangan Raya. Dan malah membiarkan begitu saja. Bukankah, dia tahu ada aku yang duduk melihat perlakuan melakukan mereka. Kenapa Atha tidak mencoba menjaga perasaan ku.

Sebagian dari mahasiswa yang duduk di sini juga berasal dari kampus kami. Bagaimana jika mereka kembali membicarakan ku. Apakah Atha tidak pernah mendengar gosip itu.

Mba kasir tidak kunjung menerima uang ku. Dia malah mendoakan pernikahan ku dan meminta maaf karena tidak datang kemarin.
Seakan mengerti dengan kebingungan ku. Dia menjelaskan cafe ini adalah milik Atha.

Jadi ini yang dimaksud Atha dengan bisnis halal. Aku kagum kepadanya, diusia yang masih muda dia sudah sukses dengan usahanya.

Bersambung

Why Atha (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang