18. kilas balik

473 83 13
                                    

Sudah satu bulan terlewati setelah kejadian penuh drama di arena hari itu.

Baik Senandika maupun Saujeno saling menjauhkan diri dan bersikap tidak saling peduli seolah tak pernah ada apapun yang terjadi di antara mereka. Semua mata yang menyaksikan tak ada yang membahas, tentu akibat pengaruh Saujeno yang meminta mereka semua untuk menutup mulut dan jangan pernah mengungkit kembali.

Senandika terkadang masih sesekali menangisi Saujeno hingga tengah malam, terbangun pagi harinya dengan mata sembab dan suasana hati tak menentu, malu mengakui bahwa pemuda brengsek yang pernah menjadi kekasihnya itu adalah sosok yang begitu ia sayang.

Desas-desus mengenai alasan Saujeno mengenakan perban di pipi selama satu minggu penuh beredar cepat di kalangan warga sekolah. Sebagian bilang karena Saujeno jatuh dari motor dan menghantam jalan, sementara sebagian lainnya percaya bahwa alasannya pasti ada kaitannya dengan Senandika. Karena setelah perban itu muncul di wajah Saujeno, ia dan pemuda itu jelas sekali terlihat merenggang hubungannya.

Mereka masih sering bertemu di sekolah, hanya sekedar berpapasan di koridor, kantin, atau tangga gedung. Keduanya bersikap seolah tak pernah saling mengenal sebelumnya. Senandika hanya akan melewati Saujeno begitu saja dan begitupun juga dengan lelaki itu.

Nafsu makan Senandika perlahan menurun dan seringkali mudah lelah beberapa hari terakhir. Yuta tak lagi membiarkannya bekerja tujuh hari penuh. Jadwal kerjanya dikurangi menjadi lima hari seminggu, juga waktunya yang dikurangi menjadi hanya empat jam kerja.

Ia jadi merasa tidak enak pada Yuta, namun Yuta berkata ia tak ingin salah satu adiknya jatuh sakit karena dipaksa bekerja. Jadi yang bisa Senandika lakukan hanyalah menuruti perintah atasannya itu dan bekerja sesuai ketentuan baru yang berlaku.

Raka masih menemaninya hingga hari ini, padahal bulan depan ia harus mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri. Namun, lelaki itu memang pada dasarnya memiliki segudang sifat terpuji, sehingga sebisa mungkin ia meluangkan waktu untuk Senandika yang masih nampak murung suasana hatinya.

Saat ini, ia baru saja selesai makan siang sepulangnya Raka berkunjung tadi. Mereka makan bersama karena ibu dan adiknya lagi-lagi pergi bersama calon ayahnya entah kemana. Senandika tetap diajak, namun ia terus menolak. Nara sebetulnya sedikit kecewa karena terus-terusan berada jauh dari kakaknya, namun alasan bahwa Senandika harus belajar giat untuk ujian nampaknya cukup untuk mengobati rasa kecewa anak berusia sembilan tahun itu.

Ketika sedang asyik menonton televisi, Senandika tiba-tiba merasa perutnya sembelit dan ingin muntah. Maka berlarilah ia menuju kamar mandi dan memuntahkan semua makan siang yang baru saja memasuki perutnya satu jam lalu itu.

Memegangi perutnya yang kram, Senandika sontak pucat pasi ketika mengingat ia sering muntah beberapa hari belakangan. Dengan tangan gemetar ia mengambil bungkus terakhir testpack yang disembunyikannya di laci rak kamar mandi dan menunggu hasilnya dengan debaran keras pada dadanya.

Ia memejamkan mata dan menarik napas perlahan sebelum melihat indikator testpack dan setelahnya langsung melempar testpack tersebut ke seberang kamar mandi, lututnya lemas, dan dunianya runtuh saat itu juga.

Dua garis.

Senandika positif mengandung.

Senandika positif mengandung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senandika - [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang