4. mari mulai

443 73 16
                                    

Saujeno malah jadi penasaran dan berakhir mikirin Senandika semalaman.

Dia cerita ke Haedar setelah pulang dari arena. Padahal, sepupunya itu udah ngeluh ngantuk karena mereka sampai rumah jam sepuluh lewat setelah nonton duelnya Bayu sama Lucas.

Setelah Saujeno selesai cerita, sepupunya itu malah ngetawain dia, terbahak-bahak bahkan sampai kantuknya hilang sepenuhnya. Saujeno cuma bisa menggeram kesal, melempar Haedar dengan bantal yang ada di pangkuannya.

"Itu orang cuma deket sama Bang Raka doang ya?! Menelin Bang Raka terus kayaknya?!"

"Emang," Haedar berhenti tertawa, membenarkan ucapan Saujeno. "Temennya Senandika emang cuma Bang Raka."

"Serius?" Saujeno menaikkan alisnya. "Bang Raka doang?"

Haedar mengangguk, "Makanya lo sering liat mereka berduaan 'kan? Di arena pun gitu. Banyak yang coba deketin, tapi Senandika sendiri sikapnya dingin. Kak Lucas suka sama dia loh, tapi Senandika sendiri gak peduli."

"Serius?"

Haedar mengangguk meyakinkan, "Ya lo jangan nyerah dulu lah, Jen. Belum ngapa-ngapain juga 'kan? Masa udah nyerah? Demi R25 loh."

"Ya... iya sih..."

"Lo coba lagi besok di sekolah, anaknya sebenernya supel kok. Lo kali yang salah metode ngedeketinnya?"

Saujeno terlihat bengong sebentar sebelum akhirnya mengangguk menyetujui usulan sepupunya.

Bel istirahat pertama telah berbunyi lima menit yang lalu dan Saujeno tumben-tumbenan mau buru-buru ke kantin untuk beli makan dan cari tempat duduk, bikin Bayu mengernyit heran sambil menyusulnya yang sudah tiga langkah di depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel istirahat pertama telah berbunyi lima menit yang lalu dan Saujeno tumben-tumbenan mau buru-buru ke kantin untuk beli makan dan cari tempat duduk, bikin Bayu mengernyit heran sambil menyusulnya yang sudah tiga langkah di depan.

Begitu sampai kantin, Bayu akhirnya mengerti mengapa Saujeno tiba-tiba jadi cekatan begini soal makan siang. Ternyata, sobatnya itu bermaksud menunggu Senandika di pintu masuk kantin, lalu sengaja mengantre di belakangnya.

"Oh, hai, Senandika. Kebetulan banget, kita ketemu lagi," Saujeno mulai memasang jebakan mautnya dengan senyuman, buat sebagian cewek disana yang lagi curi-curi pandang memekik kegirangan, sementara si target cuma menengok gak peduli seraya balik menunggu antrian.

"Gue ngomong sama tembok ya?" Saujeno meringis tak percaya karena si manis itu lagi-lagi cuma diam mengabaikannya.

Merasa tersindir, Senandika langsung berbalik lagi menghadapnya, menunjuk dinding kios kantin yang berada di samping mereka.

"Silakan, lanjut ngomong."

Setelahnya, Senandika gak berkata apa-apa, cuma berbalik dan menyebutkan pesanannya pada Bude kantin, membuat Saujeno mendengus tidak percaya dan memutuskan untuk diam saja tak menanggapi.

"Semuanya jadi lima belas, Mas."

Senandika nampak merogoh saku celananya sebelum wajahnya merengut heran, lalu saku seragamnya, dan saku belakang. Sadar Senandika lupa bawa dompet, Saujeno pun berinisiatif mengeluarkan dompetnya dari saku seragam dan menyelak antriannya.

Senandika - [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang