5. sebaris pesan

376 69 21
                                    

Setelah ditolak tiga kali, Saujeno jadi galau.

Pasalnya, dia gak pernah mengalami hal yang namanya ditolak waktu mau deketin orang. Tapi kali ini dia sukses ditolak, bahkan sebanyak tiga kali. Senandika yang pertama dan hal itu berhasil buat kesan beda di hatinya. Dia jadi galau. Kalo Senandika gak kunjung luluh, kapan dia dapat Elizabethnya?

Saujeno jadi uring-uringan seharian ini, bikin Danar yang kebetulan lagi senggang dari kegiatan organisasi itu mengernyit bingung melihat kelakuan adiknya yang gak biasanya.

"Kenapa, Dek? Berantem lagi sama Haedar? Duh, dasar anak tuyul, nyari ribut melulu. Sini biar Kakak yang ributin si Mbul itu." Danar datang-datang nyerocos, merepet seperti kelinci marah. Cara bicaranya persis seperti ketika memarahi Saujeno.

"Bukan, Kak," Saujeno cemberut, membalik tubuhnya menghadap Danar yang sedang berdiri di ambang pintu. "Lagian Kakak kenapa ikutan ribut juga sih sama Haedar?"

"Dia ngeselin, pengen Kakak betot kepalanya," Danar berdecak sembari melangkah masuk, sejenak ikut terkekeh melihat adik bongsornya itu tertawa di atas kasurnya. "Lio kenapa? Kok cemberut gitu? Lapar ya? Mau makan apa? Biar Kakak buatin."

Saujeno menggeleng sembari meringis kecil melihat perlakuan kakaknya padanya. Iya, dia emang biasa dimanjain begini sama lelaki yang berusia empat tahun lebih tua darinya itu. Hal tersebut pula yang membuat Saujeno makin sayang sama kakaknya meskipun mereka diperlakukan beda di rumah.

"Kenapa? Lio galau?"

Saujeno gak jawab, tapi wajahnya yang ditekuk lesu itu buat Danar langsung mengerti isi hati adik semata wayangnya itu.

"Masalah cewek ya?"

Melihat wajah Saujeno yang langsung terangkat menatapnya, Danar tertawa cekikikan lantas duduk di pinggir kasur adiknya.

"Tumben, biasanya cewek yang kamu buat galau, kenapa sekarang kebalikannya?"

Saujeno mendengus sembari membalik posisinya menghadap Danar, "Bukan cewek, Kak..."

"LOH?! COWOK?!"

Saujeno mengangguk lemas, menampilkan satu nama kontak ke depan wajah kakaknya.

"Oh, Lio galau mau ngechat atau nggak?"

Ia mengangguk lagi.

"Tumben Lio tertarik sama cowok? Cakep banget anaknya? Manis? Imut?"

Saujeno mendengus, "Manis sih, tapi..."

"Tapi kenapa?"

"Lio udah ditolak tiga kali sama dia."

Danar menatap adiknya dengan kening mengerut sebelum tertawa terbahak-bahak, buat Saujeno kesal dan langsung memukulnya dengan bantal.

"Tuh! Itu tanda buat kamu untuk tobat! Kena karma kan akhirnya?! Makanya, jangan mainin hati cewek mulu!"

"Dih?! Kak Ebi kenapa jadi ngetawain Lio sih?! Lio 'kan butuh saran!" Saujeno mendumal kesal, melempar Danar dengan boneka beruang kutub pemberiannya waktu ulang tahunnya tempo lalu.

"Ya itu saran Kakak, Lioooo!! Berhenti main-main, si Senandika itu pasti tau kamu tukang ngerdus, makanya ogah dia jadi korban perasaan kamu yang selanjutnya!"

Saujeno cuma bisa mendecih karena sadar bahwa omongan kakaknya ada benarnya juga. Tapi, dia gak mungkin juga berkata jujur kalo mau macarin Senandika demi R25. Kalau bukan demi Elizabeth, Saujeno mana mungkin mau repot melibatkan diri dengan anak lelaki. Kalau kakaknya tahu pun bahaya juga, mustahil kakaknya mau tutup mulut soal hobinya yang katanya gak penting itu.

"Ya terus... Lio harus gimana?"

"Kamu suka gak beneran sama dia? Apa cuma main-main aja?"

Saujeno cemberut dan mengangguk bohong, "Suka beneran lah. Malah suka banget sampai rasanya Lio mau mati. Makanya Lio kejar terus, soalnya kali ini beneran suka."

Senandika - [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang