2. Perasaan

45.4K 5.2K 57
                                    

Ganesh keluar dari kamar mandi. Ia memang sudah memperkirakan tubuhnya yang akan basah kuyup. Sebenarnya bisa saja mengikuti saran Jeya untuk mengantar langsung. Namun, omelan Mamanya waktu itu masih terngiang.

Bukan omelan sih, lebih pada wejangan agar Ganesh bisa menjaga Jeya untuk tidak serampangan dan merugikan dirinya sendiri lagi.
Sifat ceroboh, susah sadar situasi, memang seringnya membuat Jeya masuk dalam zona yang tak baik. Banyak peluang untuk orang lain bertindak jahat padanya, juga banyak peluang dia merugikan dirinya sendiri.

Dulu, bahkan Ganesh pun tak pernah memperkirakan bisa sekedar ngobrol dengan orang seperti itu. Mempunyai frekuensi yang berbeda, rasanya susah untuk bisa berjalan seirama.
Lihat saja sekarang Jeya bahkan hampir menjatuhkan ponselnya hanya karena kaget Ganesh datang.

"Mmm ... Nesh...."

"Mau pulang sekarang?" tanya Ganesh seraya menggosok rambutnya.

"Eu ... bukan, bukan itu."

"Minum? Aku bikinin teh."

"Nggak perlu, eu ... mau ngomong boleh?" tanyanya yang terlihat ragu-ragu. Sangat bukan seorang Jeya. Yang penuh percaya diri dan tanpa repot memikirkan berulang.

"Kok tumben izin." Ganesh terkekeh kecil.

"Hehe ... menurut kamu Ferdi itu orangnya gimana?"

Ganesh terdiam sejenak. Terkadang Jeya memang punya pertanyaan yang aneh. Yang bagi Ganesh sendiri itu tak ada kerjaan. Namun, karena sudah terbiasa, Ganesh tahu Jeya punya maksud tersendiri meski cara berputar pikirannya berbeda. Dia memang ceroboh, namun terkadang peduli pada hal kecil. Seperti kenapa Ferdi selama ini selalu mengganggunya.

"Dia baik. Meskipun mulutnya agak ngeselin, tapi dia aslinya baik kok."

Ganesh tahu Ferdi kadang memang keterlaluan. Bahkan Jeya penah nangis sesegukan padanya karena terlalu kesal pada cowok itu. Namun, Ganesh tak bohong jika Ferdi memang orang baik.

"Kalau ... Sica?"

Wajah seorang gadis yang duduk di samping Jeya itu langsung terbayang dalam benak Ganesh.

"Dia smart, mandiri, kalem."

Lembut, penuh perhitungan, teliti, lanjut Ganesh dalam hati menyebutkan tentang sisi Sica atau Jesica yang selalu dilihatnya.

"Eh, kenapa nanya gitu?" tanya Ganesh yang baru saja tersadar kenapa Jeya juga membawa nama Sica.
Jeya menunduk kemudian menyodorkan ponsel Ganesh yang sedari dipegangnya.

"Maaf...."

Ganesh terkejut. Jangan bilang jika Jeya mengetahui semuanya. Itu sebabnya jika tiba-tiba barusan membahas Sica.

"Kenapa nggak bilang dari dulu. Ini udah 4 bulan lho, Nesh."

Ganesh membisu. Jeya benar-benar sudah tahu. Lalu bagaimana sekarang. Jeya pasti menilainya brengsek, ah benar dirinya memang brengsek.

"Nggak papa kok, Nesh,"

Cewek sering mengucapkan hal itu untuk menutupi fakta yang sesungguhnya. Biasanya begitu kan?

"Sorry juga karena selama ini aku nggak peka. Rista bilang sih kalau ada kontes nggak peka sejagat, aku yang bakal menang," jelas Jeya yang semakin membuat Ganesh merasa bersalah.

"Maaf, Je." Pada akirnya Ganesh pun hanya bisa mengucapkan itu. Dia pun agak bingung mengambil langkah seperti apa.

"Nggak apa-apa. Tinggalin hal yang enggak seharusnya kamu pijak dan kejar apa yang memang seharusnya kamu raih." Jeya mengacungkan kepalan tangannya memberi semangat yang entah mengapa membuat Ganesh merasa semakin brengsek.
Memacari dengan hati yang tertuju pada teman sebangkunya. Meski semua ini terjadi tanpa disengaja, Jeya tak seharusnya mendapat hal seperti ini.

Katanya Mantan [TAMAT]Where stories live. Discover now