17. Kerja Sama

31.6K 4.1K 78
                                    

"Rumah sakit jiwa di sebelah mana sih?"

Ferdi meringis penuh frustrasi. Tangannya ia gunakan untuk memijat kening, menciptakan kerutan-kerutan dalam yang seolah menggambarkan seruwet apa keadaan jiwanya saat ini.

Ferdi pikir ia sudah berhasil mengatasi Jeya, dia pikir kurangnya interaksi mereka adalah wujud janji Jeya yang akan menjauhi Ganesh.
Nyatanya ia hanya tertipu. Bahkan Jeya sudah bergerak lebih jauh dari itu.

Ulang tahun Ganesh, ya Ferdi tahu soal kejadian tadi malam.
Cewek itu ya benar-benar mengujinya! Ditambah lagi Ganesh yang entah kenapa kalau soal dia tak bisa bertindak tegas. Seharusnya kalau ingin mengejar Sica ia harus tegas membuat batasan pada Jeya.
Pusing sendiri, kesal sendiri, rasanya ingin amnesia kalau semua bukan berawal karena kesalahannya, agar tak perlu bertanggung jawab dan terbebas dari mereka berdua.

"Nggak jauh dari sini, mau gue anterin?"

Ferdi sedikit terkaget ketika suara cewek menginstruksi di ruang kantin yang sepi karena memang jam pelajaran tengah berlangsung sekarang. Huh, karena mereka berdua, bahkan untuk pertama kalinya Ferdi bolos.

"Ngapain lo di sini?"

Rista, teman karib dari cewek yang mengguncang kejiwaannya. Dia mengambil duduk pada kursi di depan Ferdi. Dengan santainya dia meminum soda yang bahkan belum sempat Ferdi sentuh dari tadi.

"Meringankan beban dengan lihat orang yang bebannya lebih besar."

Ferdi menatap naas pada soda yang kini tandas. "Lo yang nanti bayar sodanya."

"Iya-iya anjir! Bisanya lo masih mikirin itu di saat gue udah bangun kalimat yang keren tadi." Rista menaruh kleng soda dengan tidak ramah. Ia pun menatap Ferdi dengan tangan terlipat di dada, kesal.

"Kalau nggak ada yang penting pergi deh, otak gue lagi penuh," ucap Ferdi seraya menunduk dan kembali menguruti keningnya. Saat ini yang dia butuhkan memang kesendirian, setidaknya sampai kondisi mentalnya sedikit membaik.

"Karena Jeya?"

Ferdi terdiam sejenak, agak terkesima karena Rista menebak dengan begitu tepat sasarannya. Ngomong-ngomong Rista bukan termasuk orang nakal hingga sampai bolos begini. Sebenarnya apa yang dia lakukan?

"Lo pikir gue nggak tau?" Rista menyandarkan tubuh tepenuhnya pada kursi. "Dulu waktu Jeya masih sama Ganesh lo segitu kerasnya ngomporin mereka putus. Setelah putus lo jadi adem ayem karena mikir punya kesempatan. Tapi setelah tau mereka diam-diam deket lagi, lo frustasi 'kan?"

Ferdi mengernyit. Ucapan Rista tidak salah, tapi sepertinya harus ada yang sedikit diluruskan maksudnya. Meskipun objeknya tetap sama, jika sudut pandangnya berbeda akan menjadi lain cerita.

"Lo suka sama Jeya 'kan?" tuding Rista yang merujuk pada apa yang ia amati selama ini.

Fitnah macam apa itu?

"Kebanyakan main sama dia imajinasi lo ngaco." Ferdi geleng-geleng kepala. "Gila aja masa gue suka sama cewek yang ke oonannya nyaris seratus persen."

"Sialan ya lo ngehina temen gue!" Rista berseru dengan nada tinggi. Untungnya kantin sepi, jadi Ferdi tak perlu repot menanggung malu cewek itu.

"Itu tuh fakta."

"Gue bacok juga lo ya lama-lama!"

Ferdi mengurut pelipisnya. "Tujuan lo datang ke sini apaan sih?" Apa perlu ya Ferdi pasang tulisan super besar bahwa otaknya tengah mumet supaya orang-orang tidak ada yang mengganggunya dan membuat keadaan lebih parah?

"Oke-oke." Sepertinya Rista yang sudah bisa paham pun memilih tak basa-basi lagi.

"Gue ke sini karena tadi gue lihat HP Jeya. Ternyata dia masih chatting manis sama Ganesh."

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang