4. Jadi Mantan

46.7K 5.2K 60
                                    

Jeya memutar-mutar gelang di tangannya. Wajahnya termenung dengan tatapan kosong menatap barang-barang belanjaannya yang teronggok begitu saja di atas kasur.
Jeya baru sampai mungkin sekitar 5 menit lalu. Ganesh langsung pulang setelah mengucapkan salam dengan sangat canggung.

"JT, Jesica Tarinta." Jeya menggigit bibirnya. "Aaa ... Jeya! Kok lo bego banget sih!"
Jeya menggeleng-geleng sebelum akhirnya mengacak rambut gemas. Gemas pada dirinya sendiri yang bisa sampai melakukan kebodohan sejauh ini.

"Padahal selama ini Ferdi sering ngasih kode, kok lo nggak nyadar-nyadar sih, Je!"

4 bulan bukanlah waktu yang singkat. Ganesh tak pernah melakukan kesalahan, seperti yang sudah Jeya bahas, Ganesh melakukan semua yang terbaik. Ya, meskipun bukan setangkai bunga atau dinner romantis, tapi untuk ukuran orang yang 'tak punya rasa', Ganesh benar-benar membuat Jeya merasa sangat bersalah sekarang.

Jeya pun tak punya rasa pada cowok itu, alasan menerimanya hanya tak ingin membuat cowok itu malu. Jeya pikir dirinya membantu, ternyata malah jadi batu untuk kisah cintanya.

"Waktu itu kayaknya Sica juga suka deh sama Ganesh." Sica orang yang tak terlalu sering berinteraksi dengan lawan jenis, dia cenderung dingin. Namun ketika sama Ganesh, entah karena sama-sama pintar mereka bisa mengobrol agak panjang.
Meskipun Sica waktu itu belum sampai cinta, tapi kalau Jeya tidak tiba-tiba masuk, kisah mereka pasti berkembang.

Jeya ingin menceritakan kebingungannya pada seseorang, namun mengingat jika orang itu keceplosan, Jeya bisa mempermalukan Ganesh, bahkan mungkin dirinya sendiri.

"Gue harus gimana dong?"

Jeya menjatuhkan tubuhnya pada kasur kemudian menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Dirinya benar-benar merasa bersalah.

oOo

"Cepet banget sarapannya, Kak?" ucap Ranti yang melihat Jeya kini beranjak dari kursinya. Sebenarnya bukan sudah selesai, roti yang tersisa setengah lagi Jeya jejalkan ke dalam mulut untuk dikunyah saat perjalanan. Kata lainnya ia tengah buru-buru.

"Takwut keswiangwan," jawab Jeya seraya meraih tangan Ranti untuk menciumnya. Hal yang biasa ia lakukan ketika berpamitan.

"Ganeshnya aja belum ada."

Jeya dibuat berhenti mengunyah sejenak, sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya itu tanpa beban. "Jeywa brangkwat sendirwi."

"Loh kok tumben? Ganesh sakit ya?" Ranti semakin mengernyit heran.

Mana bisa Jeya menjelaskan dengan mulut seperti ini, jadi dia memilih mengangguk mengiyakan saja. Memang ucapan adalah doa, tapi Jeya sadar sendiri dirinya tak sereligius itu, jadi Tuhan pasti tak akan mengabulkan doanya ini.

"Kasihan banget, mana tinggal sendiri."

Jeya bergumam tak jelas sebelum ngacir ke arah garasi untuk mengeluarkan motor kesayanannya yang terlihat kinclong. Meskipun jarang dipakai, Jeya selalu rutin untuk membersihkan. Ingat, belum lunas.

"Oke Bebi, hari ini kita jalan-jalan, nurut sama Mami ya." Jeya menepuk-nepuk motor itu gemas seraya menyunggingkan senyum lebarnya.

oOo

Jeya meringis, ia menghentikan langkahnya sejenak di undakan tangga ketiga. Ya, kalian benar, perjalanan Jeya tidak lancar. Padahal Jeya sudah bisa mengendarai dengan benar, namun entah dapat kesialan dari siapa hingga di tengah jalan tadi tiba-tiba muncul seekor ayam yang seketika membuatnya oleng dan terjatuh. Untunya si Bebi, motor tercintanya ini tidak apa-apa. Jeya sangat bersyukur untuk itu.

"Ah kok makin perih sih." Jeya menggerutu kecil. Luka di lututnya sudah tidak mengeluarkan darah. Tadi Jeya menyemprotkan facemist-nya di sana. Jeya tak tahu apakah itu langkah yang benar atau tidak, tapi darahnya benar-benar berhenti keluar.
Jeya juga sudah mengirim pesan pada Rista untuk membelikan plester di kantin. Cewek itu pasti sekarang sudah menunggunya di kelas.

Katanya Mantan [TAMAT]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin