45. Spesial

29.1K 4K 40
                                    

Amara yang urung bangkit itu menatap punggung Jeya dengan wajah risau. Raut sinis yang tadi ia pasang sudah luruh hilang.

"Eh itu Jeya pergi sendirian gimana?" tanyanya pada Divia yang juga kembali berekspresi biasa. Menunjukkan bahwa wajah-wajah dingin yang tadi mereka buat hanyalah topeng belaka

"Nggak bakal terjadi sesuatu 'kan?" Divia ikut bingung. Meskipun sebaya, tapi di mata mereka Jeya adalah sesuatu yang harus dijaga. Seperti adik kecil yang pastinya perlu ditemani jika kemana-mana. Entah bagaimana caranya, tapi Jeya itu seperti punya aura tersendiri yang memikat orang ingin melindunginya.

"Gudang jauh loh, udah gitu kalo ada Kecoa? Tikus? atau bahkan hantu?" Jola mendekat dan berseru heboh. Membuat yang lain menjadi panik dan memikirkan solusi

"Eu ... Anton!" Divia mengacungkan telunjuknya. "Anton sama Dika lagi di gudang. Cepetan hubungi mereka."

"Oke-oke." Amara langsung membuka ponselnya dan membuat pesan suara. "Ton, Jeya ke sana tolong jagain selama di sana, kalo dia kenapa-kenapa gue abisin lo!" Amara menjauhkan ponselnya dan bernapas lega ketika pesan itu terkirim.

"Lo sih Fik, 'kan gue udah bilang gue yang bakal pindahin, pake dibawa kesini segala, jadi Jeya 'kan yang bawa," dumal Amara menatap temannya yang masih berdiri di tempat.

"Ya mana gue tau yang tadi berdiri itu Jeya. Lagian nih ya kalo segala dikerjain nanti numpuk, ya gue inisiatif mungpung kalian pada leha-leha."

Amara memutar bola mata "Ya tapi 'kan jadi Jeya yang pergi."

Jola menangkup kedua pipinya dengan telapak tangan. "Eh tapi bagus sih Kak Jeya nggak ada di sini. Tadi aku kaget banget dia tiba-tiba muncul, script-nya 'kan belum siap."

Divia melirik sinis. "Laganya aja paling jago akting, eh malah yang pertama kabur.

Jola menghepaskan tangannya. "Aku 'kan nggak sanggup berkata-kata kasar sama Kak Jeya. Nggak tega tau."

Divia menghela napas kesal kemudian berangsur menjadi heran. "Lagian kenapa Jeya udah kesini sih, acaranya 'kan belum selesai?"

"Gue denger tadi Reza bilang ada anak yang bawa miras, kayaknya Ganesh pergi buat nanganin itu. Nggak mungkin 'kan Ganesh ninggalin Jeya sendiri di tengah-tengah kerumunan gitu, makanya dia nyuruh Jeya ke sini." jelas Fika.

Amara menggeleng-gelengkan kepala. "Hadeuh ... Ada ya orang yang nggak ada otak, dikira ini acara dangdutan apa."

"Eh, Tart-nya udah dateng 'kan?"

oOo

Ganesh menyugar rambutnya ke belakang. Terlihat rintik-rintik keringat dengan napas yang belum teratur sebagai penunjuk rasa lelahnya.

"Jeya mana?" tanyanya setelah menyapu seisi ruangan namun tak menemukan cewek itu.

"Tadi pergi ke gudang," jawab Divia.

"Sama siapa?"

"Sendirian."

"Sendirian?" Ganesh mengulang dengan suara yang agak keras karena kaget.

"Di sana ada Anton sama Dika kok." Amara menarik senyumannya yang sebenarnya untuk menyembunyikan perasaan gugup yang perlahan mulai menjalari mereka. Memberi sinyal-sinyal negatif bahwa akan ada hal yang tak diinginkan terjadi.

Ganesh mengeluarkan ponsel, mencari kontak Jeya lalu menempelkannya pada telinga, wajahnya terlihat serius. Beberapa saat ia menunggu, kemudian menurunkan ketika panggilannya diputus pihak operator. Tak menyerah, ia mencobanya lagi. Kali ini ia sembari menatap orang-orang di sana.

Katanya Mantan [TAMAT]Место, где живут истории. Откройте их для себя