13. Kunjungan Pahit

76.4K 9.7K 352
                                    

Alea duduk di samping kemudi. Btara di sebelahnya tampak fokus menyetir. Kepala Alea perlahan menoleh ke belakang. Dia tersenyum dan mengangguk pelan pada dua orang di belakang.

Btara kenapa tidak bilang jika dia membawa dua pegawainya? Dua orang yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan itu telah duduk manis di sana saat Alea memasuki mobil. Dilihat dari pakaiannya, mungkin mereka perawat? Entahlah, Alea tidak berani bicara dari tadi. Canggung rasanya.

"Kamu cantik banget, Alea," puji perempuan yang diketahui bernama Santi. "Pantes Pak Btara tiap main ponsel selalu senyam-senyum."

"Ekhem." Btara berdehem mendengar ucapan Santi.

"Tapi bener, lho kata Santi." Azis di sebelah Santi ikut angkat bicara. "Akhir-akhir ini Pak Btara jadi gimana gitu, ternyata karena kamu."

"Kalian saya turunin di sini, ya," ujar Btara mengancam.

Alea berusaha menahan senyum. Setidaknya, dia boleh kan merasa pede karena Btara sejelas itu?

"Masih jauh?" tanya Alea saat mereka telah berada di mobil hampir  setengah jam.

"Nggak juga," jawab Btara.

Mobil Btara telah memasuki kawasan pinggir kota. Gedung-gedung tinggi tidak lagi nampak di sini. Yang ada hanyalah rumah-rumah sederhana dengan halaman luas.

"Pasien kamu sakit apa?"

"Emm..."

Btara menggigit bibir.

"Lima belas tahun, korban pemerkosaan."

Alea yang tadinya menatap kaca depan langsung menoleh.

"Ada beberapa gejala psikologis yang dia alami. Harusnya dia masih dalam pengawasan penuh sampai persidangan selesai. Tapi tiba-tiba tuntutan dicabut dan dia nggak pernah datang lagi."

"Kita khawatir karena kondisi terakhirnya nggak baik. Ada tim dari KPAI juga lagi berangkat ke sana," timpal Santi.

Alea menghela nafas pelan.

"Kamu tahu kenapa tuntutannya dicabut? Atau kenapa dia nggak lanjut konseling lagi?"

Btara menggeleng pelan.

"Aku takut mereka nggak lanjut karena masalah biaya. Padahal pendampingan psikolog untuk korban bakal dicover sama negara."

"Keluarganya nggak bilang kenapa dia nggak datang lagi?"

"Keluarganya nggak bisa dihubungi. Makanya kita ke sana sekarang."

Alea menempelkan punggung di jok mobil. Dulu dia pernah menjadi asisten dosen dalam pengambilan asesmen salah satu korban pemerkosaan juga. Jujur itu cukup traumatis bahkan bagi Alea yang tidak mengalami langsung. Dia sampai menangis berhari-hari karena pasien itu.

"Itu mobil dari KPAI."

Azis menunjuk mobil putih yang menunggu di dekat tugu. Btara dan sopir itu saling memberi klakson, lalu mereka beriringan masuk ke area perkampungan.

Perkampungan ini bukanlah perkampungan yang tertinggal atau  sulit diakses. Ini termasuk perkampungan modern. Alea bahkan sempat melihat dua minimarket terkenal tidak jauh sebelum tugu. Dua minimarket itu seperti anak kembar saja. Kalau ada yang satu, pasti yang lainnya juga ada.

"Lagi ada acara, ya?"

Alea menyipitkan mata melihat sebuah tenda di depan rumah. Btara memarkirkan mobilnya agak jauh karena deretan kursi membuatnya kesulitan masuk.

Btara, Alea, Santi, dan Azis turun dari mobil. Mereka menyempatkan diri menyapa rombongan dari KPAI sebelum masuk ke rumah.

Kain-kain yang ditata sedemikian rupa dan panggung kecil di sudut membuat Alea yakin jika sedang ada acara pernikahan di sini.

Accidentally SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang