SEPULUH | Kangen Mama

383 49 3
                                    

Alma baru saja pulang pada malam hari, tadi setelah dari klinik, Moka menawarkan untuk singgah di rumahnya sebentar. Namun yang terjadi Alma malah ketiduran apalagi saat Moka membiarkan dirinya tertidur dan meninggalkannya bermain PS.

Mobil papanya sudah bertengger manis di garasi, Alma juga melihat sepatu Raka di rak itu tandanya adiknya sudah di bolehkan untuk pulang.

Papanya sudah duduk di sofa menatap nyalang Alma yang baru saja pulang. Papanya pasti sangat marah, sudah membuat Raka dalam bahaya, dan kini ia pulang larut malam.

"Kamu gak ada rasa bersalahnya sama sekali sama Raka ya!" Papanya berdiri menghampirinya dengan sorot mata yang kejam.

Alma menundukkan kepalanya tak berani menatap sang papa, "Maaf, tadi Alma ketiduran di rumah Moka."

Papanya menoyor kepala Alma dengan keras, "Dasar kurang ajar, sudah bodoh dan sekarang malah tidur di rumah orang lain. Cowok lagi. Kamu mau nebar aib dan mempermalukan saya."

"Gak gitu pah, tadi -" ucapan Alma tersela saat papanya kembali menoyor kepalanya berkali-kali sampai membuatnya mundur dan terbentur tembok.

Alma meringis kesakitan saat kepalanya membentuk tembok, ia terdiam, tak lagi berusaha membela diri. Ini memang salahnya karena pulang larut malam.

"Apa? Mau alasan apa lagi! Dasar ga berguna!" Papanya terus memojokan Alma sampai Alma tak bisa mengontrol dirinya untuk tetap bertahan. Ia terduduk di lantai, merasakan pusing di kepalanya yang kembali hadir setelah bisa dia bebaskan tadi siang.

"Maaf pah." Namun bukannya menerima maafnya, sang papa justru terus menerus menoyor kepalanya.

"Maaf aja bisanya, maaf kamu gabisa ngilangin rasa kecewa saya. Paham gak!"

Papanya mengambil rotan yang biasa di gunakan saat menghukum Alma, lalu mulai memukuli Alma tanpa belas kasihan sama sekali. Alma melindungi kepalanya dengan kedua tangannya. Punggungnya, tangannya, kakinya,perutnya, hampir semua anggota tubuhnya mendapat serangan dari sang papa. Ia hanya bisa meringis menahan sakit, lagi dan lagi tak ada yang bisa menolongnya untuk menahan sang papa untuk berhenti memukulinya.

"MAS, UDAHHH!" Delima yang baru saja selesai membantu Raka minum obat melihat Alma sedang di pukuli langsung terkejut bukan main.

Ia bahkan sampai tak sengaja menjatuhkan gelas yang berada di genggamannya, sampai kakinya tak sengaja menginjak pecahan beling.

Heri berhenti memukuli Alma saat Delima memukuli bahu Heri dengan kasar, ia mendorong suaminya dengan kasar untuk menjauh dari Alma.

Delima mengelus punggung tangan Alma yang memar, "Kamu boleh marah sama Alma, tapi gaperlu sampai mukul dia kaya begitu. Dia anak kamu mas."

Delima menatap nyalang suaminya, sementara yang di tatap hanya sibuk meremehkan dan menetralisir napasnya yang terengah.

Alma meringis saat Delima menyentuh tangannya untuk membantu berdiri, "Alma gak apa-apa, Alma salah dan pantas mendapat ini semua."

Delima mendapat tatapan kosong dari sorot mata yang Alma tunjukan, tidak ada emosi disana bahkan untuk sedikit membendung air mata pun Delima tidak melihatnya.

Alma berdiri, ia mengambil tasnya yang tak jauh dari tempatnya berpijak, "Maafin Alma sekali lagi pah."

Perempuan itu berjalan dengan tertatih, tulang kering yang menjadi sasaran pukulan rotan papanya masih terasa sangat sakit untuk bisa dia abaikan.

Without Me [END] Where stories live. Discover now