DUA PULUH SATU | Isyarat yang tak tersampaikan

490 38 1
                                    

Semua murid sudah stay di ruang musik untuk pengambilan nilai praktek seni budaya yang sudah mereka sepakati. Alma sedikit gugup dan terus merapalkam chord agar tidak lupa. Melihat itu Moka tertawa tipis, cowok itu lantas mencolek bahu Alma yang duduk di depannya.

Alma menoleh ke belakang ia menatap Cindy sebentar lalu beralih menatap Moka.

"Apaansi, gangguu Lo."

"Gugup banget kaya mau tampil di depan presiden. Biasa aja. Gue yakin Lo pasti bisa." Alma melirik Cindy yang sedang fokus dengan ponselnya.

"Berisik Lo ah."

Moka terkekeh geli, cowok itu memainkan rambut Alma dari belakang, "Oh iya Lo mainin lagu apa?" tanya Alma yang tiba-tiba menoleh.

Moka sempat berpikir, "Gak tahu, sedapetnya aja nanti."

Alma mencibir Moka yang sombongnya mulai terlhat jika sudah berurusan dengan musik. Secara gitu kan gitaris yang namanya sudah sering banget keluar masuk panggung, walaupun cuma panggung cafe atau pengisi saat acara tetap saja kemampuannya tidak bisa di ragukan lagi.

"Kalo Lo main lagu apa Cin?" tatapan Cindy sedikit terkejut, ia tak menyangkal kalau akan diajak berbicara oleh keduanya.

"Ed Sheeran - Perfect."

Alma manggut-manggut, "Enak ya mulutnya pada jago ngomong Inggris lah gua, belibet-libet kali."

Moka mengelus puncak kepala Alma, sontak membuat Cindy lagi-lagi merasa dibutakan oleh api cemburu. Perempuan itu tak lama berpamitan untuk ke toilet.

"Mok, Lo kalo punya cewek satu aja dong, jangan dua-duanya Maruk Lo," Cibir Ilham saat melihat Cindy sudah melenggang pergi dari tempatnya. Alma juga sudha kembali menghadap depan.

"Apaansi ngaco, cewek gue ya cuma Cindy. Lah kemana dia?" tanya Moka saat cowok itu menoleh tapi tak menemukan keberadaan Cindy.

"Duh mas begonya makin tinggi aja ya. Makanya kalo lagi sama istri tua, istri muda jangan sampai tahu. Cemburu tuh dia." Alkan mulai mencibir kelakuan Moka yang tak tahu di untung.

"Kapan dia pergi?" Memilih acuh, kedua temannya tak lagi menanggapi pertanyaan Moka. Cowok itu lantas mengangkat bahunya acuh.

Semuanya kembali fokus untuk giliran mereka masing-masing, Bu Novi sudah siap duduk di meja guru dengan absensi dan pulpen yang dia pegang.

Karena nama Alma abjad A perempuan itu maju lebih dulu dari pada temannya. Perempuan itu keringat dingin saat Bu Novi memangil namanya. Moka tersenyum menyemangati Alma. Berulang kali menarik napas dan menghembuskannya.

Alma duduk di tempat yang sudah di sediakan. Menatap satu-satu pasang mata yang sudah berfokus menatapnya.

Ia melihat Jodi di ujung sana. Cowok itu layaknya masih kesal karena perbuatannya. Alma menghela napas panjangnya lag.

"Sudah siap Alma?" Alma mengangguk. Perempuan itu mulai mengalunkan musik yang dia petik.

Semua nampak terhanyut dengan permainan Alma. Moka menatap Alma intens, cowok itu dibuat terpana akan pesona Alma dengan gitarnya hari ini.

Suara tepuk tangan meriah saat Alma selesai memainkan musiknya. Ia lega setengah mati. Akhirnya bisa membawakan lagu dengan sempurna. Sebelum pergi ketempat duduknya, Alma sempat melirik Jodi, ia tersenyum seraya mengucapkan banyak terima kasih atas jasa yang di berikan oleh pria itu.

"GILAA keren banget." Aurora berteriak heboh sambil memeluk Alma. Perempuan itu sekarang jadi jauh lebih aktif untuk mendukung Alma. Sebisa mungkin ia membuat Alma tidak merasa sendirian.

Without Me [END] Where stories live. Discover now