ENAM BELAS | Sebuah usaha untuk bahagia

360 34 0
                                    

Alma menguap sepanjang koridor, langkahnya pun lunglai seperti tak bertumpu pada tempatnya. Badanya sedikit membungkuk, tidur malamnya benar-benar tak cukup. Alma baru bisa tidur pukul tiga pagi, karena saat selesai belajar jam 12 malam, Alma menyempatkan diri untuk membuka ponsel, takut ada informasi yang dia tinggalkan.

Awalnya hanya chat spam dari Moka yang terus protes karena chatnya tidak di balas, lalu ada chat dari Anggi yang Alma sendiri sudah bisa menebak apa isi chatnya. Apalagi kalau bukan tentang Ari.
Lalu setelah mengscrooll lagi Alma melipir ke grup kelasnya yang sudah ada notif beratus-ratus.

Memang sering, padahal isinya hanya percakapan di luar pelajaran dan bercandaan yang beurujung saling membully. Membully untuk seru-seruan saja. Terutama Moka, pria itu bawel setengah mati. Ga aslinya gak di chat smaa aja bawelnya. Melebihi ibu-ibu komplek yang bergosip.

Maya Alma melotot saat, pesan dari Aurora mengabarkan bahwa hari ini ada ujian harian biologi. Lisan pula. Akhirnya mau tak mau, suka tak suka. Rela tak rela, Alma harus menyingkirkan egonya dan kembali menghafal materi yang akan di ujikan. Sampai jam menunjukan pukul 3 pagi.

Entah pagi ini masih nyantol atau enggak, Alma tak tahu. Yang jelas Alma sudah berusaha. Dan perempuan itu berharap namanya tak akan di panggil hari ini.

Saat sedang asyik berjalan tiba tiba langkahnya tercekat oleh kaki yang secara sengaja muncul didepannya. Menyelengkat Alma tanpa penuh perasaan, Alma tecegang saat membayangkan sebentar lagi wajahnya akan menyapa aspal dengan keras. Alma menutup mata namun sebelum Alma berhasil mencium aspal, cowok itu buru buru menarik lengan Alma agar perempuan itu tak jadi mencium aspal.

Alma membuka mata, menatap pria di belakangnya dengan tatapan menyala-nyala.

"Gila ya lo? Kalau gue jatoh gimana coba?" semprot Alma sambil melayangkan pukulannya yang terkuat di bahu dan lengan Moka. Membuat cowok itu meringis kesakitan.

"Awkh, sakit mah ish."

"Salah sendiri kenapa iseng banget si jadi manusia, mau gue gelindingin lo dari lantai 4 hah?!"

Alma masih terus memukuli Moka dengan kedua tangannya. Tanpa mengidahkan rengekan Moka yang semakin keras.

"Yang penting kan gajadi jatoh ma, sewot banget si lo."

Alma mendengkus kesal, menatap Moka semraut.

"Enyahlah dari gue lo sana."

Alma menyerit tak suka, perempuan itu membuang muka tak ingin melihat Moka. Lebih tepatnya tak ingin Moka melihat matanya yang sembab karena terus menangis semalaman. Alma merindukan kedua orang tuanya. Sepi membuat Alma kembali mengingat kenangan yang tak akan pernah bisa dia dapatkan lagi. Alma tak bisa munafik jika selama ini dia selalu di landa kegundahan dan kegelisahan di kala dia melihat teman temannya yang bahagia bersama keluarganya. Alma sering kali bungkam saat Aurora menceritakan Ayah dan Bundanya yang sangat posesif pada perempuan itu. Alma merindukan segala celotehan Mamanya. Mulai dari dirinya terbangung dipagi hari hingga dirinya menutup mata di malam hari. Alma ingin merasakan kebahagiaan itu lagi walaupun hanya dalam dekapan mimpi.

"Nangisin karena apa kali ini?"

Benar kan?

Moka itu bisa tahu tanpa perlu di kasih tahu. Punya jin peliharaan kali dia. Makanya jadi tahu semua hal yang Alma sembunyikan.

"Diem lo, gue bete sama lo."

Alma menghentakan kakinya dengan kerasa. Langkahnya jauh-jauh dia kibarkan agar cepat menghilang dari hadapan Moka sekarang juga.

"Pulang sekolah kita jalan yuk ajak Raka, ada pasar malem yang baru buka."

Alma menoleh, mematap Moka tak suka. Sedetik kemudian jitakan Alma mendarat kencang dikepalaa cowok itu.

Without Me [END] Where stories live. Discover now