《 CHAPTER XXII 》: Salju Musim Semi

619 64 160
                                        

CHAPTER XXII : Spring Snow

▪︎▪︎▪︎

    Jika ada tempat yang bisa dijadikan alternatif lebih nyaman, mungkin Yeonjun nggak akan sudi meletakkan bokongnya di salah satu bangku kantin fakultas kedokteran—tempat dimana dia memutuskan untuk nongkrong, sembari menunggu Soobin menyelesaikan kelasnya hari ini.

    Jika dan hanya jika, tempat itu lebih nyaman dalam artian;

    Tidak ada yang melotot menatapnya sinis dari bangku mereka, lalu berkata.

    "Ngapain anjir, anak donatur nongkrong di sini?"

    Satu komentar bernada kaget dan risih terdengar.

    "Au ah. Mau coba masuk kedokteran kali ye, cek ombak" komentar yang lainnya gak peduli, tetap dengan nada sinis sekaligus julid.

    Diiringi satu komentar lagi yaitu, "Coba-coba masuk kedokteran? Hahaha, lucu. Tembus fakultas bisnis aja, pasti karena bokapnya jadi donatur terbesar. Apasih yang diharapkan dari anak orang kaya? Bego begitu juga, tetep bakal bisa masuk ke kampus nomer satu kayak universitas kita ini." Bernada merendahkan.

    Dan Yeonjun tau, semua cemoohan itu ditujukan untuknya. Pasti untuknya. Karena, siapa lagi yang dimaksud sebagai anak donatur, orang kaya tapi bego—ya walau bagian ini, benar-benar salah besar—kalau bukan dia?

    Berpura-pura masabodo, Yeonjun dengan santainya mengutak-atik handphone, memeriksa chat yang masuk untuknya di aplikasi messenger, menonton video-video kucing dan kelinci lucu yang bertebaran di beberapa platform sosial media—di timelinenya.

    Bukannya takut. Hanya saja dia terlampau malas untuk meladeni bocah-bocah dengki nan sirik yang melihatnya hidup dikelilingi privileges, hingga kerjaan mereka hanya berkomentar miring dan teruuuss berkomentar.

    Yeonjun sudah terbiasa. Ingat kan tentang dinding fakultas berbicara? Yap, si dinding berisik itu pastilah isinya orang nyinyir kayak mereka-mereka ini.

    Kalau kata pepatah; Pity is for the living, envy is for the dead.

    Lebih baik menganggap orang-orang yang iri terhadapnya nggak ada. Non eksistensi. Abstral.

    Dikarenakan, dianggap tidak ada itu rasanya jauh lebih menyakitkan.

    Dianggap tidak terlihat samasekali adalah level tertinggi dari sebuah bentuk penyiksaan. Bentuk hukuman terkejam yang bisa diberikan oleh lingkungan sosial. Yang juga berarti, kehadiran seseorang yang dianggap tidak ada itu—apapun bentuk interaksinya di lingkung kehidupannya, dianggap tidak valid.

    Tidak valid berarti secara adjektiva, tidak berlaku; tidak sahih. Tidak berjalan sebagaimana mestinya. Intinya, dianggap sebuah kekosongan.

    Bahkan mungkin, keberadaannya hanya bisa dirasakan oleh subjek itu sendiri. Sunyi.

    "Eh gaboleh gitu! Dia itu faktanya, diakui jenius banget tau di fakultasnya. Menang olim, lomba, say it what competitions in business related—Yeonjun will be out as the winner, though." Kata seseorang berusaha membela. Membuat beberapa orang lainnya mengangguk-angguk mulai menampilkan wajah takjub.

    Namun semuanya hanya bertahan sedetik, hingga seseorang berkomentar lagi. "Apasih yang nggak bisa dilakuin anaknya orang nomor 3 terkaya di Asia? There's must be something off regarding to his achievements. That's called common sense from old money"

Let Go || K.Yj • C.Sb • K.Dn || YeonBinWhere stories live. Discover now