9. The Little Doll

11.2K 2.1K 665
                                    

Telinga itu berdengung cukup keras. Namun lama kelamaan, pendengarannya bekerja secara normal. Dia bisa mendengar suara bising yang begitu asing. Lisa langsung membuka matanya dan terkejut ketika melihat langit-langit ruangan berwarna putih bersih.

Dia tak mau ada di tempat itu. Maka Lisa memutuskan segera bangkit dari tidurnya. Namun tiba-tiba sebuah tangan mulai menyentuh lengannya dengan lembut.

"Nak, berbaringlah lagi. Kau butuh istirahat."

Kedua mata Lisa mengerjab. Dia menatap bingung pada seorang lelaki berjas mahal yang sedang duduk di samping ranjangnya.

Pandangan Lisa mulai mengelilingi ruangan itu. Dia sedang ada di IGD. Disana sangat ramai dengan pasien yang sedang dirawat maupun dalam penanganan.

"Ahjussi, sudah berapa aku disini?" tanya Lisa pada lelaki itu.

"Kau tidak sadarkan diri selama dua jam. Dokter bilang, kau kelelahan dan kurang tidur." Penjelasan lelaki itu mampu membuat ingatan Lisa terlempar ke saat dimana dia hendak membeli rokok pemilik cafe.

Ketika itu kepalanya sungguh pusing, tapi kakinya tanpa bisa dikendalikan justru berjalan menapaki aspal yang ramai. Ketika hampir tak sadarkan diri, dia mendengar suara ban mobil berdecit sangat nyaring. Seketika Lisa memandang lelaki itu dengan tatapan tak enak.

"Ahjussi, aku minta maaf. Aku benar-benar tidak bisa berhati-hati."

Lelaki itu, Han Seonho terkekeh pelan. Dia merasa Lisa begitu lucu dengan kepolosannya. Gadis itu baru saja sadar dari pingsannya, tapi kini dia bahkan menunduk berkali-kali untuk meminta maaf dengan Seonho.

"Tak apa, Nak. Aku mengerti. Sekarang kau istirahat lagi, hm? Aku akan menemanimu disini." Mendengar ujaran Seonho, Lisa menggeleng cepat.

"Ahjussi, ini bukan salahmu. Jadi kau tak perlu bertanggung jawab. Kau juga tak perlu membayar perawatanku. Biar aku saja." Dia berkata dengan panik.

Seonho sama sekali tidak bersalah. Dia bahkan tak terluka karena mobil Seonho belum sempat menyentuhnya. Lisa tentu merasa keberatan dengan pertanggung jawaban itu.

"Aku sudah membayarnya. Anggap saja jika ayahmu yang membayarnya, hm?"

Berbicara tentang sosok ayah, hati Lisa menjadi panas. Dia bahkan tak tahu nasib ayahnya seperti apa. Dia hanya tahu, sang ibu tak ingin mengingat ayah mereka lagi karena hanya menimbulkan luka.

"Lisa!"

Kedatangan Hanbin memecahkan lamunan Lisa mengenai sosok ayah. Dia bisa melihat bahwa lelaki itu sedang dilanda rasa khawatir.

"Aku panik ketika Samchon bilang kau dibawa ke rumah sakit." Perkataan Hanbin sanggup membuat Lisa mengingat sesuatu yang sangat penting.

"Ah, matta! Aku harus kembali ke cafe." Gadis itu kembali ingin turun dari brankar. Sekali lagi, tubuhnya ditahan namun dengan dua orang.

"Kau gila? Dengan keadaan seperti ini masih memaksakan diri untuk bekerja?" Hanbin mulai mengomel, dan itulah yang tak Lisa sukai.

Lisa membasahi bibirnya gelisah. Dia sungguh tak nyaman karena Hanbin memarahinya di depan orang asing. Terlebih omelan itu bisa mengundang rasa iba seseorang. Lisa sungguh tak ingin menerima perasaan seperti itu walau hidupnya memang sulit.

"Samchon memintamu untuk beristirahat saja hari ini." Akhirnya suara Hanbin mulai merendah.

Lelaki itu memang memiliki hubungan dengan pemilik cafe. Dia adalah keponakan dari pria berbadan besar itu. Sebenarnya Hanbin masih berkuliah, hanya saja dia dipercaya menjadi manager di cafe oleh pamannya ketika sedang ada waktu senggang.

Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang