32. Blood With Tears

9.4K 1.7K 620
                                    

Kemarin, Seonho mengabulkan permintaan Chaeyoung untuk pulang ke rumah. Sebuah tempat tinggal yang tidak pernah Chaeyoung bayangkan bahwa ia akan tinggal disana. Besarnya pun jauh sekali jika dibandingkan rumah sewa yang dia tinggali bersama ibu dan adiknya. Walau dia pernah kesana sekali, Chaeyoung masih tidak menyangka.

Satu hari ini, Chaeyoung tidak ingin memakan apa pun. Pandangannya hanya terus luruh ke atas. memandang langit-langit kamar. Entah memikirkan apa, terkadang air matanya jatuh tanpa disadari.

Tubuhnya semakin kurus dengan warna putih kekuningan. Selang di dadanya masih terus mengalirkan cairan. Sedangkan selang kateter urine di kandung kemihnya tak begitu banyak mengeluarkan cairan urine miliknya.

Dia semakin tak berdaya. Menunggu suatu keajaiban yang sangat tipis. Keliarga itu terus mencari donor untuk Chaeyoung. Memang setiap hari selalu berdatangan, tapi tak ada satu pun yang cocok.

"Lihat, Chaeyoung-ah. Unnie membelikanmu boneka Chipmun berwarna kuning!" Jennie datang dengan wajah riang. Membawa sebuah boneka berbentuk chipmunk berwarna kuning cerah.

Chaeyoung menelan salivanya susah payah. Untuk tersenyum saja dia sudah kesulitan. Tapi dia tak mau mengabaikan kakaknya. Terlebih, boneka yang dibawa Jennie cukup menarik perhatiannya. Warna kuning itu, dia langsung teringat pada sang adik.

"L-Lisa," Chaeyoung berucap dengan susah payah. Jennie yang tak begitu mendengarnya langsung menunduk. Mendekatkan telinganya pada bibir Chaeyoung.

"Katakan sekali lagi. Unnie tak mendengarkannya." Jennie berkata jujur, karena suara Chaeyoung sudah menyerupai sebuah bisikan.

"K-Kuning. Lisa s-suka."

Tubuh Jennie menegak. Dia tahu jika Lisa memang menyukai warna kuning. Namun yang membuat hatinya terenyuh adalah bagaimana Chaeyoung terus menyebut nama adiknya dalam keadaan apa pun.

Anak itu pasti rindu dengan kembarannya. Karena sampai saat ini, Lisa belum juga menemui Chaeyoung. Bahkan walaupun kini mereka sudah ada pada atap yang sama.

Jennie sama sekali belum bicara pada Lisa mengenai hal ini. Karena dirinya terus memilih berada di dekat Chaeyoung sejak gadis itu pulang ke rumah kemarin.

"Kau mau memberikan ini pada Lisa?" tanya Jennie pelan.

Chaeyoung mengangguk lemah. Dengan tiba-tiba satu tetes air mata keluar. Dia sungguh merindukan adik kembarnya. Jika saja Chaeyoung bisa, dia pasti sudah mengoceh pada Lisa karena gadis berponi itu mengingkari janji.

Saat itu, Chaeyoung meminta Lisa untuk selalu berada disisinya ketika dia membuka mata. Tapi semenjak keluarga itu bersatu, Lisa jarang melakukannya.

Chaeyoung tahu jika Lisa tak bisa selalu ada di rumah sakit untuk menemaninya. Dia tak meminta hal itu. Hanya butuh beberapa detik saja untuk menatap wajah sang adik setelah membuka mata.

"Nanti Unnie akan memberikannya."

Chaeyoung kembali menatap langit-langir kamarnya. Menerka-nerka, bagaimana kehidupan gadis itu selanjutnya. Berpikir cukup dalam, sembari menikmati usapan lembut dari Jennie di dadanya yang terus tersentak sesak.

..........

Pintu balkon itu terbuka secara kasar. Tapi tak mengusik Lisa sedikit pun. Gadis berponi itu masih betah berdiri di pagar pembatas sambil memandang suasana malam di sekitar mansion itu.

"Kau tidak menemui Chaeyoung?" Lisa tahu jika yang datang adalah Jennie. Kakaknya itu pasti akan memprotes dirinya karena tak menemui Chaeyoung.

"Nanti."

Puzzle Piece ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora