27. Lost

8.8K 1.8K 347
                                    

Sampai di rumah, Lisa yang masih dilanda amarah harus segera menenangkan diri. Di depan rumahnya, Jiwon tampak sudah menunggu sedari tadi di atas motor berwarna hitam. Dia tentu tak mau menyebarkan amarahnya pada orang yang tak bersalah.

Diajaknya pria itu untuk masuk. Hal pertama yang ditangkap oleh Jiwon adalah tempat tinggal yang tidak layak. Tentu saja karena sedari kecil dia hidup dengan mewah.

"Lisa." Setelah beberapa kali berbincang tentang hal yang ringan, Jiwon tampak mulai serius.

"Hm?"

"Tidakkah... Tempat ini terlalu sempit? Kau bilang, kakakmu sedang sakit kan? Menurutku tidak baik jika dia ada disini." Jiwon tahu jika ucapannya akan menyinggung Lisa.

Tapi niat pria itu baik. Dia memikirkan bagaimana nasib kakak kembar Lisa yang sakit, juga kenyamanan teman yang sudah ia anggap sebagai adik itu.

"Mau bagaimana lagi." Lisa mengedikkan bahu acuh. Dia tak sakit hati, karena ucapan Jiwon adalah kenyataan.

"Bagaimana jika kau tinggal di apartementku?"

Lisa langsung memukul lengan Jiwon.
"Kau pikir aku punya banyak uang untuk tinggal di sebuah apartement?"

"Aniya, kau tidak perlu membayar. Apartement itu milikku, tapi tidak pernah di pakai."

"Maaf, Oppa. Aku tidak mau terlalu sering merepotkanmu." Lisa menolaknya secara halus. Karena bantuan yang Jiwon tawarkan kali ini sungguh besar.

Jiwon menghela napas. Sulit memang untuk memberikan bantuan pada Lisa. Gadis itu keras kepala, juga tak mau terus merepotkan orang lain. Padahal Jiwon membantunya atas dasar rasa sayang.

"Jangan bersikap egois kali ini, Lisa. Pikirkanlah kakakmu juga."

Lisa termenung. Dia memandang sebuah pintu yang berdiri di belakang tubuh Jiwon. Di dalam sana, kakaknya sedang beristirahat. Kamar yang sempit, dengan berbagai barang keduanya disana.

Menopang kepalanya, Lisa sibuk berpikir. Sampai dia kembali mengingat bagaimana pertengkaran yang terjadi di rumah sakit tadi. Rasa sakit hati itu kembali mencuat.

"Baiklah, Oppa." Lisa menyetujuinya karena ada beberapa hal yang mendukung. Selain dia memikirkan kenyamanan Chaeyoung, dia juga ingin menghindar dari keluarga ayahnya.

Dia tak akan melupakan bagaimana Jiaoo mencaci ibunya. Dia pun tak akan lupa dengan ucapannya yang tak akan mau bertemu dengan Jisoo dan keluarganya lagi.

Jisoo memang tak akan mendatanginya. Tapi tidak dengan Jennie. Walaupun gadis itu hanya diam tanpa membelanya tadi, pasti cepat atau lambat Jennie akan mendatanginya.

..........

Gadis itu menggigit kukunya dengan frustasi yang melanda. Karena saat ini, dia harus terdampar di sebuah bengkel mobil karena kendaraan mahalnya itu tiba-tiba berhenti di tengah jalan.

Padahal Jennie sedang terburu-buru menuju kediaman Hanna. Ingin setidaknya mengucapkan maaf sekaligus menyambut mereka, yang telah Jennie idam-idamkan kehadirannya.

Perasaan Jennie sungguh resah sekarang. Satu pun dari Hanna, Chaeyoung, dan Lisa tidak ada yang bisa dihubungi. Ponsel mereka serempak mati, menandakan betapa tak inginnya mereka bertemu Jennie lagi.

Dia sungguh takut kehilangan ketiganya. Terlebih kenangan hangat yang sudah mereka bangun bersama selama satu bulan ini tak bisa Jennie lupakan begitu saja karena sangat berharga.

Merasa sangat bodoh, karena tidak sadar bahwa yang ada di dekatnya adalah adik dan ibunya sendiri. Pantas saja rasa nyaman yang dia rasakan sangat aneh. Seperti bukan pada orang asing yang berusaha dekat.

Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang