29. Puzzle is United

9.1K 1.8K 711
                                    

Empat kalung mahal itu terjajar di atas meja. Jisoo memandangnya tanpa minat, karena yang baru saja membeli benda itu adalah Jennie.

Sebenarnya sudah lama sekali Jennie memesan kalung dengan liontin berbentuk puzzle itu. Tapi baru hari ini tiba di Korea. Karena dia memesannya di Amerika sekitar satu bulan lalu.

"Untuk apa kau membelinya. Kita sudah punya barang couple." Benda yang Jisoo maksud adalah gelang sederhana pemberian Lisa dahulu.

Gelang yang sampai saat ini masih digunakan Jisoo maupun Jennie. Satu-satunya hal yang bisa membuat mereka melepaskan rindu walau hanya setitik dari sekian banyak.

"Aku berpikir... Kita seperti puzzle, Unnie." Jennie menatap empat kalung itu dengan pandangan kosong.

"Jika bersatu, kita bahagia. Tapi jika berpisah, kita hancur. Seperti sekarang." Setelah melanjutkan kalimatnya, Jennie menatap sang kakak.

Kondisi Jisoo saat ini tak berbeda jauh darinya. Penampilan berantakan, serta wajah yang amat kusut serta kantung mata yang jelas membuat mereka seperti anak tak terurus.

Makan tak enak, tidur terasa sulit, mandi pun jarang mereka lakukan. Itu yang sudah Jisoo mau pun Jennie alami selama dua minggu ini. Merasa lelah mencari keberadaan ibu serta adik mereka, Jisoo dan Jennie kini hanya meratapi nasib malang yang melanda.

"Aku ingin keluar sebentar."

Ketika membahas tentang Lisa dan Chaeyoung, perasaan Jisoo terus dipenuhi oleh sesak. Maka dengan langkah sempoyongan dia pergi meninggalkan Jennie.

Tubuh itu memang terasa sangat lemas. Jisoo ingat jika terakhir kali dia makan adalah kemarin saat sarapan. Maka dari itu, pergi ke luar dari mansion Jisoo memilih ingin di antar supir.

Mobil yang membawanya itu kini terhenti di sebuah halte bus tempat dahulu dia pernah menunggu Lisa pulang bekerja. Lalu memberikan gadis itu blazernya karena Jisoo tahu Lisa tak kuat akan udara dingin.

Menyuruh supirnya untuk pulang, Jisoo mulai duduk di bangku halte itu. Dirinya butuh waktu sendiri untuk menenangkan hati yang kacau.

Tiba-tiba angin berhembus cukup kencang. Jisoo mulai mendongak menatap langit sore kala itu. Menurut perkiraan, akan segera turun salju dalam waktu dekat. Karena memang sekarang musim dingin masih singgah di negara itu.

"Apakah dia kedinginan?" Jisoo bergumam. Berharap Lisa yang tak tahan dengan dingin sedang berada di dalam rumah sekarang.

"Eoh!"

Syal yang memang tak dia ikat dengan baik di leher putih itu, seketika terbang menjauh ketika angin kembali berhembus lebih kencang.

Jisoo bangkit. Hendak meraih syal yang tergeletak di trotoar. Namun saat hampir meraihnya, angin kembali berhembus. Menghempaskan syal itu lebih jauh.

Jisoo mendengus kesal. Inginnya membiarkan syal itu pergi saja. Tapi benda itu adalah pemberian ayahnya saat ia berulang tahun.

Syal berwarna abu dengan motif kotak itu tergeletak di tengah jalan. Jisoo menatap lampu lalu lintas yang berwarna merah, pertanda bahwa pejalan kaki bisa menyeberang.

Karena waktu yang tersisa cukup singkat. Jisoo segera berlari menuju jalanan untuk meraih syal kesayangannya itu.

Tapi lagi-lagi sial menimpanya. Kaki lemas itu tersandung hingga membuat tubuhnya terjatuh membentur aspal. Jisoo berpikir hal ini terjadi karena dirinya terlalu lemas akibat belum mendapatkan asupan makanan.

"Ini hari apa? Kenapa aku sial sekali?" Jisoo menggerutu sembari meraih syalnya.

Baru beberapa detik berdiri, suara klakson mobil yang amat panjang sungguh memekakan telinganya. Jisoo seperti membeku di tempat, tatkala menatap sebuah mobil countainer melaju kencang ke arahnya.

Puzzle Piece ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora