43. First Day

8.8K 1.6K 541
                                    

Lisa ingin sekali jatuh dalam mimpi indahnya di malam hari. Dia ingin sekali tertidur dengan nyenyak seperti orang lain. Tapi gadis itu tidak bisa. Ketika setiap detik di malam hari selalu ada rasa sakit yang menghujamnya tanpa ampun.

Tubuh Lisa sudah basah oleh keringat. Wajahnya memerah padam, bahkan air matanya tidak bisa berhenti mengalir ketika rasa sakit itu menguasainya.

Bukan hanya dada kiri gadis itu yang terasa sakit. Tapi juga kepala Lisa yang sejak pagi tadi terasa ingin meledak, kini rasa sakit itu semakin menjadi dan sulit untuk ia tahan.

"Dokter, tidak bisakah kau lakukan sesuatu untuk anakku?" Seonho bertanya dengan cemas.

Setiap malam dia memang selalu khawatir terhadap Lisa. Tapi malam ini, anak bungsunya itu tampak lebih kesakitan dari malam-malam sebelumnya.

"Aku sudah memberikannya obat pereda sakit. Tapi sepertinya tidak bereaksi." Jawaban itu datang dari Dokter Kim yang baru saja datang untuk memberi Lisa obat pereda nyeri.

"Kalau begitu, berikan lagi."

Dokter Kim menggeleng atas permintaan Seonho.
"Jika terlalu banyak, itu akan membahayakan anakmu. Organ ginjal Lisa kini hanya satu, obat keras seperti itu bisa membuatnya rusak."

Seonho mengusap wajahnya kasar, mengalihkan pandangannya ke arah Jennie yang sedang berada di samping Lisa. Gadis berpipi mandu itu bahkan menangis karena tak kuat melihat Lisa yang tersiksa oleh rasa sakit.

"Kau bilang semuanya akan baik-baik saja. Kenapa anakku selalu kesakitan?" Lelaki empat orang itu tampak frustasi, karena kondisi sang anak tidaklah seperti apa yang dijanjikan dokter tua itu.

Saat hendak menyetujui pemasangan jantung buatan pada tubuh Lisa, Dokter Kim memberitahu pada Seonho bahwa Lisa memang akan tersiksa. Namun itu tak akan memberatkan Lisa.

Bungsu Han itu dijanjikan bisa hidup normal selama beberapa tahun dengan alat yang dipasang menggantikan kinerja jantung asli Lisa. Tak ada rasa sakit berlebihan, tak ada juga kendala yang akan di alami.

Tapi semakin hari, Seonho tidak yakin dengan ucapan Dokter Kim. Setiap malam, dia harus menguatkan diri karena melihat Lisa selalu kesakitan.

"Aku minta maaf," ujar Dokter Kim pelan, seraya menatap Lisa yang tengah berusaha melawan rasa sakit itu.

Kata maaf Dokter Kim tidak akan bisa menghilangkan rasa sakit Lisa. Seonho mengabaikannya. Memilih mendekati ranjang dimana Lisa berbaring.

"Ya Tuhan," rintih Lisa dengan tangan meremas selimutnya dengan erat. Kini, kepala gadis itu seperti ditimpahi oleh bebatuan besar dan ditusuk oleh ribuan pedang. Sangat sakit hingga rasanya Lisa tidak sanggup.

Jennie semakin menangis. Tak pernah sekali pun dia mendengar rintihan yang keluar dari bibir Lisa. Tapi kali ini, bahkan adiknya itu menyebut Tuhan. Pertanda bahkan sakitnya bukan main-main.

"Lisa-ya, katakan pada Unnie. Dimana yang sakit, hm?" Dengan suara bergetar, Jennie bertanya.

Dia tak tahu dimana letak rasa sakit Lisa. Sejak tadi, adiknya itu tak mau berterus terang. Bahkan ketika Dokter Kim bertanya, Lisa tak mau menjawab dimana sumber rasa sakitnya.

Dengan mata merah serta berair, Lisa beralih memandang Jennie. Napasnya yang terengah karena lelah menahan rasa sakit, mulai dia atur agar bisa berbicara dengan lancar.

"Unnie." Lisa menelan salivanya susah payah ketika rasa sakit itu semakin menjadi.

"Aku ingin dipeluk. Tolong peluk aku." Lisa memohon. Tatapannya sungguh menyakitkan di mata Jennie.

Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang