15. Stubborn

10.4K 1.9K 650
                                    

Setelah membalas pesan singkat yang Jennie kirimkan pada ponsel Chaeyoung, Lisa dengan hati-hati meletakkan benda pipih itu di atas meja. Bersyukur karena pemiliknya sedang terlelap setelah meminum obat tadi.

Sedangkan Lisa memang akan sulit tertidur jika tubuhnya sedang tak baik-baik saja. Dia memang memejamkan mata sejenak tadi, tapi tak lama kembali terjaga dan sudah mendapati Chaeyoung tertidur di sampingnya.

Sebenarnya Lisa hanya iseng ingin memainkan sebuah game di ponsel Chaeyoung karena ponselnya sedang kehabisan daya. Namun pesan singkat dari Jennie membuatnya harus berbohong.

Dia tahu apa yang akan gadis berpipi mandu itu lakukan jika tahu bahwa Lisa jatuh sakit hari ini. Mungkin sekarang dia sedang mendengar ocehan tak jelas dari mulut adik Jisoo itu.

Bibir pucat itu tersenyum sebentar mengingat bagaimana Jennie berusaha untuk terus dekat dengannya. Orang asing di mata Lisa, namun tidak untuk hatinya. Perasaan itu justru mengatakan bahwa mereka memang seharusnya menjadi dekat.

Tidak ingin memikirkan hubungannya yang cukup aneh dengan Jisoo dan Jennie, Lisa mulai mengubah posisi berbaringnya untuk menghadap pada Chaeyoung.

Di rapikannya helaian rambut yang menutupi sebagian wajah kakak kembarnya itu. Dia tersenyum tipis kembali, melihat wajah damai Chaeyoung.

Gadis itu adalah sumber terbesar kebahagiaan Lisa. Jika Chaeyoung hilang, entah bagaimana Lisa harus menjalani hidupnya. Dia tak akan bisa jika tanpa Chaeyoung.

Maka dari itu, tak sedikit pun dia berpikir akan menyerah dan melepaskan Chaeyoung. Apa pun akan Lisa lakukan, sekali pun dia harus bekerja setiap saat untuk Chaeyoung.

"Hidupmu adalah yang terpenting untukku, Chaeyoungie." Suara Lisa sungguh lirih ketika mengatakan itu.

Memberikan kecupan singkat di bibir sang kakak kembar, Lisa kemudian memejamkan matanya untuk tertidur sejenak. Tanpa tahu bahwa Chaeyoung sebenarnya tidak benar-benar tertidur.

Gadis itu membuka matanya setelah mata Lisa tertutup. Dia mendengar begitu jelas kalimat lirih Lisa. Dan kalimat itu sungguh menusuk relung hatinya.

"Kau memperjuangkan hal yang sia-siang, Lisa-ya." Chaeyoung tidak berkata secara langsung, melainkam hanya bergumam dalam hati.

..........

"Aku baru saja mendapatkan informasi jika dia dan kedua anaknya telah pindah ke Seoul. Hanya saja, aku belum bisa mengetahui dimana dia tinggal."

Wanita tua yang sedang duduk di kursi kerjanya itu mendongak. Sorot matanya menggambarkan hal yang tidak pasti. Entah itu marah atau ada hal lain.

Kim Aeri bangkit dari duduknya dengan wajah yang masih datar. Berjalan menuju jendela besar disana. Memandang hamparan kepadatan kota Seoul. Pemandangan kesukaannya.

"Kenapa kerjamu sangat lambat?" tanya Aeri dengan suara yang mampu membuat orang suruhannya itu merinding.

Aeri sudah bersabar selama bertahun-tahun. Tapi informasi yang selalu dia dapat tak pernah menyenangkan hati. Padahal yang Aeri ingin cari bukanlah informasi seorang pejabat negara.

"Maaf, Nyonya---"

"Aku tidak ingin maafmu." Potong Aeri dengan cepat.

Tangannya tampak mengepal. Sebelum akhirnya memejamkan mata sembari kembali bicara.
"Aku hanya ingin bertemu dengan kedua cucu kembarku... Dan dia."

Aeri memiliki dosa yang amat besar. Dia sadar akan hal itu. Dulu, dia adalah wanita yang begitu kejam. Seorang ibu mertua yang tak ingin menantunya bahagia.

Puzzle Piece ✔Where stories live. Discover now