Empat - Mulutmu, Harimaumu

12.1K 1.6K 26
                                    

"Gosip itu lebih kejam daripada fitnah." – Pembimbing Anak Magang yang ngeri mendengar gosip santer.

Hari ini udara cukup panas dan gerah. Aku bersyukur berada di dalam ruangan dengan pendingin udara. Sepagi ini tidak ada hal-hal aneh dan aku merasa bersyukur. Seharusnya aku tidak cepat-cepat mengasumsikan tidak ada hal aneh karena menit berikutnya masalah sudah hadir dalam bentuk makhluk tampan dengan rambut pompadour.

Suara ketukan pintu ruangan terdengar dan wajah menyebalkan Baron muncul. Dia memberi kode padaku untuk keluar dan mengikutinya. Tingkah Baron tentu saja disambut dengan senyum sembunyi-sembunyi DJ. Sejak pertanyaan DJ tempo hari, tiba-tiba saja seantero kantor beredar gosip kalau aku pacaran sama Baron. Suatu hal mustahil! Membayangkannya saja perutku sudah mulas tidak karuan.

Baron melirik sekilas seolah dia malas untuk memanggilku. Seperti aku tidak malas saja berurusan dengannya. Tetapi melihat tablet yang dia bawa, aku sepertinya memahami apa yang terjadi. Aku bergegas membawa laptop beserta charger-nya dan mengantongi ponsel.

"Apa yang terjadi?" tanyaku sambil mengikuti langkahnya menuju ruang rapat.

Laki-laki di sampingku hanya menggumam kalau semuanya akan dibahas di rapat. Sebagai perusahaan yang memproduksi produk kecantikan dan memiliki klinik, jika ada masalah yang terjadi tentu saja bisa berimbas pada hal negatif. Apalagi belakangan ini sosial media menjadi kekuatan laksana dua mata pisau, bisa membawa dampak positif yang meningkatkan penjualan atau justru membawa hal yang sangat merugikan perusahaan.

Begitu memasuki ruangan rapat, aku bisa melihat kalau apa yang terjadi cukup serius. Selain Pak Anwar, hadir juga tim Public Relations, Marketing dan Human Capital. Aku mengambil tempat duduk di samping Baron, satu-satunya tempat yang tersisa di sana. Meskipun begitu, aku bisa melihat lirikan mata Pak Anwar dan senyum yang dikulumnya.

"Jadi, semua tim sudah hadir? Kita bisa mulai rapatnya, ya?" Pak Anwar memulai rapat.

Kupikir ada masalah yang terjadi, komplain dari pelanggan misalnya. Ternyata rapat ini adalah rapat rutin untuk strategi outlook perusahaan. Tahun lalu aku tidak diundang dalam rapat ini. Hal ini membuktikan kalau Pak Anwar sudah menaruh kepercayaan padaku sampai diundang dalam rapat penting ini. Aku mengirim pesan pada anak-anak magang dan memastikan mereka tetap mengerjakan project mereka di samping tugas harian yang kuserahkan.

"Saat ini kita dituntut untuk bisa satu langkah ke depan dalam menghadapi tren kecantikan. Biasanya kita akan mengikuti pameran atau mengadakan seminar. Mungkin tahun ini kita bisa menambahkan hal lain untuk menarik perhatian masyarakat."

Ucapan Pak Anwar yang mengawali rapat membuatku merenung dan mencoba melihat dari berbagai sudut pandang. Masalahnya, dalam keadaan seperti ini aku malah teringat pada Ai dan segala tontonan make-up no make-up yang sering dia lihat di jam istirahat.

Awalnya aku heran melihat Ai mengangguk-angguk saat menghadap ponsel. Lalu ketika rasa ingin tahuku membuncah, anak itu dengan senang hati memperlihatkan channel YouTube yang dia tonton.

"Pak, bagaimana kalau kita mengadakan workshop terkait produk-produk kita untuk para beauty blogger. Biasanya mereka punya viewer dan follower yang cukup baik," usulku ketika Pak Anwar menanyakan apakah ada usul dari kami.

Tim Marketing langsung berbisik-bisik dan mengangguk. Sementara Baron terang-terangan menoleh padaku dengan heran. Aku balas menatapnya sambil bertanya tanpa suara kenapa dia melihatku seperti itu.

"Duh, Cassandra, Baron, kalian jangan mesra-mesraan di ruang rapat, dong," ucap Pak Anwar sambil tertawa.

"Hah? Maaf, gimana, Pak? Saya cuma tanya ke Baron kenapa dia ngelihatin saya."

The Differences Between Us (Completed) Where stories live. Discover now