Dua Puluh Dua - Pandang Jauh Dilayangkan, Pandang Dekat Ditukikkan

8K 1.2K 32
                                    

"Setidaknya usaha dulu baru pasrah." – Pembimbing Anak Magang yang pantang menyerah memahami para anak magang.

Kondisi Baron ternyata tidak terlalu serius. Dia hanya demam dan sakit kepala karena kelelahan. Pada Timon, laki-laki itu mengaku sibuk mengurusi segala macam strategi dan rencana untuk kuartal dua sampai terkadang lupa makan malam.

Baron dipersilakan untuk rawat jalan setelah menghabiskan satu kantung infus dan sakit kepalanya mereda. Sebenarnya aku mau ikut Timon untuk mengantar Baron pulang, tapi Pak Anwar menelepon dan berkata bahwa dia memerlukanku di kantor. Jadi kuserahkan antar mengantar Baron pada Timon. Untung saja tadi aku bertemu Timon.

Sambil mengisi waktu dalam perjalanan pulang, aku mengirimkan pesan pada Ai. Menanyakan kira-kira apa kesukaan Mamet. Nyaris saja tawaku tersembur saat tahu apa hobi Mamet untuk mengisi waktu luang.

Sesampai di kantor, aku langsung masuk ke dalam ruang rapat. Ada Divina, anak marketing yang mengurusi kerjasama dengan client besar beserta dengan satu orang dari divisi finance bernama Dandi. Divina membawa kabar bahwa ada peluang kerjasama dengan salah satu perusahaan yang membutuhkan sponsor.

Tugasku adalah memperkirakan apa saja yang bisa kami lakukan sebagai pertukaran sponsor tersebut. Biasanya kami mengadakan seminar, talk show atau workshop. Namun dalam kerjasama yang ditawarkan tersebut sepertinya La Beauté bisa melakukan pendekatan yang lebih personal.

"Bagaimana kalau kita mengadakan beauty clinic. Jadi bukan hanya bicara tentang make-up, melainkan juga tentang perawatan kulit. Selain itu, kita bisa mengadakan talk show terkait dengan kesehatan kulit." Aku menawarkan ide, sementara Dandi mengkalkulasikan biaya-biaya.

"Sepertinya itu masih bisa dilakukan. Harus ada perhitungan detailnya nanti saya kirimkan, ya?" Dandi mengangkat wajah dari laptop.

"Baiklah. Kalian bisa berdiskusi dan membuat proposal untuk hal ini, ya? Masukkan juga informasi keuntungan dan kerugian yang mungkin terjadi." Pak Anwar menutup rapat lalu keluar dari ruangan menyisakan kami bertiga meneruskan pembicaraan.

Membuat proposal kegiatan acara tidak berlangsung lama. Sudah ada pola yang bisa digunakan berulang-ulang. Begitu juga dengan perhitungan biaya, kami tinggal memasukkan angka-angka untuk melihat kemungkinan terselenggaranya acara tersebut.

Pukul tujuh malam baru semuanya beres. Setelah mengirimkan proposal tersebut ke surel Pak Anwar, aku beranjak menuju ruang kerja untuk menaruh laptop. Aku harus pulang dengan kendaraan umum dan membawa laptop kantor pulang, sungguh berisiko.

Kupikir ruang kerja sudah kosong, ternyata lampu masih menyala terang benderang dan ada Mamet di sana. Padahal tadi aku sudah mengirimkan pesan untuk mengatakan kalau pembicaraan kami akan ditunda sampai besok.

Laki-laki yang biasa berisik itu menoleh saat mendengar aku masuk. Sepertinya Mamet mengisi waktu luang dengan mengecek toko-toko online sambil mendengarkan musik.

"Kenapa belum pulang, Met?" Aku melangkah mendekati laki-laki dengan rambut berwarna ash brown. Mamet hobi mengubah warna rambut. Setidaknya aku menghitung selama magang di La Beauté, sudah dua kali dia mengubah warna rambut.

"Nungguin kakak. Aku mau ngomong saja hari ini, Kak."

Berhubung beberapa hari ini Mamet menghindariku, rasanya ada sesuatu yang terjadi sebelumnya. Mungkin Ai yang bicara pada teman-temannya. Aku melirik toko online yang sedang dilihat Mamet.

"Nyari benang, Met?" tanyaku mencoba mencairkan suasana. Wajah Mamet yang terlihat kaget membuatku tidak bisa menahan senyum lebar.

"Kok, Kakak tahu?" Mamet balas bertanya.

The Differences Between Us (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang