Empat Belas - Air Dalam Terenang

8.8K 1.3K 47
                                    

"Akhirnya! Hidup yang (sedikit) damai." - Pembimbing Anak Magang yang sedang menghela napas lega.

Kami akan mengadakan acara di hotel yang memang menyediakan ruangan dengan kapasitas besar untuk seminar dan ruangan lebih kecil untuk workshop. Hari ini kami akan mengecek ruangan bersama dengan tim dari Surabaya.

Sebagai tim operasional, aku juga harus mengecek kelengkapan standar untuk acara. Untunglah tim dari kantor cabang Surabaya ini sangat membantu. Mereka bisa bekerja cepat dan sigap.

"Mbak Cassie, apakah semua peralatannya sudah sesuai?" tanya Pak Tono, asisten manajer tim operasional Surabaya. Kami sedang berada di ruangan berukuran besar dengan sisi-sisi sama besar yang akan menjadi ruang seminar. Bentuk ruangan ini memudahkan kami dalam mengatur penempatan layar dan kursi-kursi.

"Sudah, Pak. Kita tinggal melakukan GR nanti sore." Aku menjawab sambil tersenyum sopan.

GR atau gladi resik adalah persiapan akhir sebelum acara dimulai. Biasanya saat GR nanti, pembicara dan MC atau master of ceremony akan turut hadir. Mereka akan berlatih sebentar untuk berdiskusi tentang susunan acara dan membangun chemistry.

Setelah mengecek ruangan seminar, aku beralih ke ruang workshop. Saat workshop nanti kami juga akan mengadakan beauty clinic. Beberapa orang sedang memasang kaca-kaca besar yang akan digunakan untuk acara besok sore. Lampu-lampu juga sudah siap dipasang untuk memaksimalkan cahaya.

"Kamera dan peralatan dokumentasi lainnya sudah siap, Mbak," ujar Pak Tono saat aku menanyakan peralatan dokumentasi.

Sebelumnya, aku memang langsung berhubungan dengan Pak Tono untuk membuat daftar peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Kuberikan tanda centang pada daftar persiapan untuk semua yang sudah di cek. Daftar persiapan ini kubuat untuk mendata perlengkapan yang diperlukan dan memastikan semua hal sudah siap sebelum acara. Suatu hal yang cukup berguna karena aku bisa bekerja lebih terstruktur.

Setelah itu kami mulai membicarakan siapa saja yang penanggung jawab. Aku memang meminta tim Surabaya untuk membagi pekerjaan supaya setiap posisi memiliki penanggung jawab. Pak Tono tanpa diminta juga memberikan daftar makanan dalam katering hotel yang kami gunakan untuk menyediakan coffee break. Semua hal sepertinya sudah pada tempatnya. Begitu petugas yang memasang cermin besar dan lampu sudah selesai, waktu sudah tengah hari.

Kami mengobrol seraya kembali ke area ruang rapat yang sengaja dipesan sebagai ruang sekretariat sementara. Timon sedang berkutat dengan laptopnya untuk membuat laporan sementara Baron menerima panggilan telepon di luar ruangan.

Bicara tentang Baron, laki-laki itu masih meneruskan tingkahnya yang aneh kemarin. Tadi pagi, saat sarapan dia membawakanku jus jambu tanpa diminta. Tidak peduli mataku yang melotot, dia hanya menyuruhku menghabiskan jus jambu. Timon tidak henti-hentinya menggodaku dan Baron.

Di kantor cabang Surabaya, kehadiran Baron menjadi perhatian beberapa orang, termasuk dua perempuan centil yang malah sibuk menanyakan nomor ponsel laki-laki itu. Aku kasihan sekali melihat Baron kewalahan untuk menolak.

"Mbak, maaf, kalau mas yang ini udah di booking. Itu tunangannya ikut juga, loh." Timon menunjukku tanpa rasa bersalah meskipun setelah itu pinggangnya biru karena kucubit. Lebih kesalnya lagi Baron malah mengucapkan terima kasih pada Timon karena dua perempuan itu langsung pergi setelah melirikku dengan lagak meremehkan.

"Kenapa lo malah terima kasih sama bocah tua ini, sih?" Aku kembali mencubit Timon yang mengaduh.

"Gue nggak nyaman didatengin kaya tadi," sahut Baron tidak peduli sambil mengangkat bahu.

"Mereka malah meremehkan gue. Mentang-mentang gue biasa-biasa saja," sungutku kesal.

"Lo lebih cantik dari mereka, kok, Cass." Baron berkata sambil lalu.

The Differences Between Us (Completed) Where stories live. Discover now