Dua Puluh Sembilan - Tak Boleh Bertemu Roma

8.4K 1.1K 37
                                    

"Kenapa sih masalah selalu datang di saat yang tidak tepat?" - Pembimbing Anak Magang yang sedang menyesal.

Hari ini manajemen mengeluarkan pengumuman bahwa kantor kami akan memberlakukan working from home minggu depan. Ai sempat mampir sebelum kembali membantu tim IT Support untuk mengecek kesiapan peralatan. Dia mengeluh karena beberapa laptop karyawan ternyata tidak memiliki firewall dan rentan di retas. Laptopku sendiri sudah ditingkatkan fungsinya oleh Ai supaya bisa bekerja maksimal dan lebih aman dengan firewall serta anti virus terbaru.

Mamet sudah selesai membantu divisi lain dan saat ini sedang menyortir dokumen. Masa bekerja dari rumah yang diberlakukan adalah dua minggu sambil melihat situasi dan kondisi. Namun kami berjaga-jaga atas semua kemungkinan. Tugas Mamet adalah membuat salinan dokumen hardcopy dan menyimpannya di server yang bisa diakses bersama-sama.

"Semua sudah di cloud ya, Kak. Seenggaknya kita masih bisa melihat dokumen secara meskipun dari rumah." Mamet meluruskan kaki dan menyenderkan punggung.

DJ masuk beberapa menit kemudian. Terlihat sama lelahnya dengan Mamet, dia seperti zombie yang kekurangan makanan. DJ habis membantu tim gudang untuk menyusun barang dan produk. Jangan bayangkan gudang perusahaan kami seperti gudang kecil di rumah. Ukurannya hampir separuh lapangan bola. Itu sebabnya mereka butuh banyak bantuan tenaga.

"Gue butuh kafein." DJ mengacak rambutnya yang hari ini berantakan lalu bergegas ke pantry.

"Kak, kenapa kemarin pindah?" tanya Mamet yang kali ini mulai merapikan meja.

"Kamu sehat, Met?" Aku tidak mendengar pertanyaan Mamet dan malah terpana melihat anak itu.

Meja Mamet adalah tempat paling berantakan di kantor ini. Seolah-olah setiap hari diterjang tornado, barang-barangnya berserakan di mana-mana. Aku selalu takut mendekati meja anak itu, kalau-kalau ada binatang bersembunyi di bawah tumpukan kertas dan barang.

Cleaning Service sebenarnya membantu mengelap meja, tetapi mereka tidak berani memindahkan kertas dan barang karena Mamet selalu marah jika benda-bendanya bergeser. Aneh tetapi ajaib, meskipun berantakan, dia hafal lokasi barang-barangnya. Kecuali tentu saja beberapa dokumen yang menurutnya hilang.

"Sehat, dong. Astaga! Ini dia dokumen yang aku cari!" Berseru kegirangan anak itu saat melihat dokumen kontrak magangnya.

"Kamu sempat kehilangan dokumen itu?" tanyaku heran.

"Ternyata ada di bawah tumpukan ini." Cengiran lebar terlihat di wajah anak itu. Tetapi itu tidak lama ketika ada sesuatu yang merangkak keluar dari bawah timbunan kertasnya.

"Kecoakkk! Mamaaa!" Jeritan Mamet membahana sampai aku terlonjak.

Aku tidak mampu bergerak. Kecoak adalah hewan yang paling kutakuti. Dulu sekali saat aku masih kecil, Kak Ola mengajakku bermain petak umpet. Aku selalu kalah dari Kak Ola karena tidak pandai mencari tempat persembunyian. Hari itu aku berhasil mendapat tempat persembunyian hebat. Di bawah semak-semak samping gudang tetangga.

Saat itu aku tertawa tanpa suara penuh kemenangan. Kak Ola tidak akan bisa mencariku sampai sini. Tawaku langsung terhenti saat ada beberapa hewan cokelat yang melintas di dinding gudang, dekat sekali dari tempatku bersembunyi.

Tiba-tiba saja hewan itu mengepakkan sayapnya dan terbang tepat ke wajahku. Aku takut sekali hewan itu masuk ke dalam tenggorok jadi aku berlari sambil memejamkan mata, menabrak apa saja yang ada di hadapanku. Puncaknya adalah aku menabrak pohon lalu pingsan sementara kecoak itu terbang entah ke mana. Sejak itu aku selalu ketakutan jika melihat kecoak.

Ketika Mamet berlari tunggang langgang menjauh dari kecoak, aku hanya bisa terdiam terpaku. Tidak tahu harus berbuat apa. Aku ketakutan sekali sampai rasanya ingin menangis. Waktu berjalan begitu lambat. Hewan di meja Mamet merangkak keluar, mengepakkan sayap dan terbang lurus ke arahku yang langsung memejamkan mata dan menutup mulut.

The Differences Between Us (Completed) जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें