Delapan - Bermain Air Basah, Bermain Api Lecur

9.8K 1.4K 42
                                    

"Sabar, ini hanya ujian." Pembimbing anak magang yang nyaris pingsan karena terkejut.

Aku memijat pelipis yang berdenyut kencang. Sama sekali tidak kuduga kalau DJ, yang tidak memperoleh jawaban memuaskan dariku, langsung bertanya pada Pak Anwar mengenai izin mengikuti rapat direksi.

Seperti reaksiku, Pak Anwar juga terlihat terkejut. Ini baru pertama kalinya ada anak magang yang mau mengikuti rapat direksi. Laki-laki setengah baya yang menjadi atasanku itu memanggilku ke dalam ruangannya saat setelah mendengar permintaan DJ.

"Mereka mengajukan permintaan mengikuti rapat atas dasar inisiatif siapa?" tanya Pak Anwar setelah menyilakan DJ keluar dari ruangannya untuk berbicara empat mata denganku.

"Inisiatif mereka sendiri, Pak."

Atasanku itu mengelus janggutnya yang tipis. Mamet bilang, itu model janggut kambing. Saat itu aku ikut tertawa tentu saja, tetapi ini bukan waktunya bercanda. Jika Pak Anwar sampai mengelus janggutnya itu pertanda dua hal: lumayan buruk atau buruk sekali.

"Baiklah. Akan sangat merepotkan kalau kita tidak memenuhi permintaan mereka. Anak magang tahun ini sepertinya cukup berkualitas. Salah satu dari mereka boleh mengikuti rapat direksi dengan catatan hanya mengamati saja. Cassandra, kamu harus mendampingi perwakilan anak magang. Saya akan infokan pada tim direksi," ucap Pak Anwar akhirnya.

Aku termangu beberapa detik sebelum sadar. Ternyata ini bukan pertanda lumayan buruk atau buruk sekali. Ini adalah pertanda bagus mengingat rapat direksi tidak pernah melibatkan karyawan selain manajer dan level di atasnya.

Saat kembali ke dalam ruangan, ketiga anak magang sedang menungguku dengan wajah harap-harap cemas. Mamet bahkan tidak repot-repot menungguku duduk. Dia langsung menanyakan hasil keputusan Pak Anwar.

"Salah satu dari kalian boleh ikut rapat. Tentukan siapa yang akan ikut dan pastikan yang ikut tidak boleh mengganggu jalannya rapat."

Ucapanku disambut dengan senyum lebar dan pekik kemenangan dari Mamet. Mereka saling menepuk bahu dengan jumawa. Heran! Bisa ikut rapat direksi saja membuat mereka senang.

"Cepat kasih tahu Kak Baron kalau kita berhasil," ucap Mamet yang membuatku menoleh heran.

"Tadi Kak Baron ke sini terus kita kasih tahu kalau Kak Cassandra lagi di ruangan Pak Anwar," jelas Ai.

"Kalian kasih tahu tentang rapat direksi ini?" tanyaku.

"Iya. Kak Baron bahkan minta dikasih tahu hasilnya."

Aku memejamkan mata dengan frustasi. Lama-lama Baron seperti menginvasi hidupku. Pertama jabatan, hubungan dengan Janina yang anak dari sahabat Mama sampai dengan para anak magang.

Berkat para anak magang, makan siangku jadi terganggu. Baron yang mengetahui permintaan DJ, menghampiriku di kantin. Kedatangannya tentu saja membuat para penikmat gosip tersenyum lebar. Aku yakin setelah ini akan ada gosip kalau aku dan Baron berpacaran.

"Itu serius, Cass?" tanya Baron tanpa basa-basi. Dia juga langsung duduk begitu saja di sampingku sementara Ela nyaris tersedak kaget.

"Bukan! Itu bohong!" Aku kembali memijat pelipis.

"Lo ngapain sih ke sini? Masih banyak tempat, tuh," kataku kesal.

"Kata orang, kita harus dekat sama musuh biar tahu apa yang ada di pikirannya." Baron berkata santai sambil menyuap gado-gadonya. Ela tertawa mendengar ucapan laki-laki di sampingku.

"Lo nggak liat, Ron? Itu Cassie sampai pusing." Akhirnya setelah menertawakan, Ela membelaku. Baron memutar tubuhnya dan melihatku.

"Lo nggak tahu apa yang ada di otak mereka. Dan saat tahu, otak lo bisa kejang-kejang." Aku masih memijat pelipis yang berdenyut-denyut.

The Differences Between Us (Completed) Where stories live. Discover now