Rapat

6.7K 546 65
                                    

Tak terbayang, sungguh di luar ekspetasi seorang Huang Renjun jika masa masa kuliahnya akan se melelahkan ini. Dulu jika melihat kakaknya seperti santai santai saja, nongkrong larut malam sampai si mamah nelpon dengan penuh amarah. Masih menganggu Renjun dengan prank prank tak berguna. Renjun lima belas tahun saat itu ingin cepat cepat kuliah.


Apa sekarang? bahkan kumadangan adzan maghrib tak menghentikan kehidupan di kampusnya. Renjun harus rela duduk di teras masjid menunggu temannya sedangkan dia kelaparan.

"Bunda Maria... turunkan makanan dari langit." gumamnya.

"Bunda Maria---ah! goblok!"

Renjun memekik keras saat kepalanya tertoyor kedepan karena dorongan dari belakang tubuhnya. Tubuh tegap sang teman muncul dan duduk di samping dirinya, memakai sepatu branded dengan santai.

"Jangan kebiasaan kaya gitu deh, malu malu in yang bawa." jutek sang teman.

Renjun mendengus, tangannya mengusap perut ratanya yang semakin perih. "Gue laper tahu."

"Eh kalo gue jual nama lo ke mbak kantin pasti di kasih bonus ya? tinggal ngomong 'mbak, Dejun kemaren ngomongin mbak sama anak anak di sekre'."

Dejun yang sedari tadi diam hanya bergidik ngeri, ngeri mendengar suara Renjun yang menghalus, ngeri juga membayangkan ekspresi girang mbak mbak yang sering menggodanya.

"Aduh jangan aneh aneh deh, gue ngeri suaminya bawa pentungan kemari."

Renjun tertawa keras membuat orang orang yang duduk di sekitar masjid memperhatikan.

"Masih gak habis pikir kenapa mbak Sarah suka godain elo kaya abg puber, padahal lakinya gagah perkasa." celetuk Renjun.

"Bahas mbak Sarah pending dulu ya bocil, kita ditungguin anak anak di gazebo." potong Dejun. Ia bangkit terlebih dahulu lalu menarik tangan Renjun sampai sang pemilik ikut berdiri.

"Ah sial banget, gue makin nyesel ikut ikutan organisasi."

Dejun terkekeh, ia merangkul dan membawa tubuh yang lebih pendek berjalan meninggalkan kawasan masjid. "Ambil hikmahnya, lo jadi sering dapet nasi kotak sama pernyataan cinta dari adek tingkat."

"Geli gue sama mereka."

"Bagus, karena kalo lo sampe nerima degem degem itu nanti gak ada yang nemenin gue bikin kue di cafe."

Renjun tersenyum dengan jawaban Dejun. Selama keduanya kenal satu setengah tahun ini mungkin Dejun mengira jawaban Renjun adalah bentuk candaan. Tanpa tahu kalimat yang lumayan Renjun lontarkan itu benar adanya.

Begitukah?

..

"Si anjir gue sama Renjun buru buru kesini, taunya masih sepi."

Renjun memilih duduk terpisah dari Dejun. Ia mendaratkan bokongnya di sebelah si ketua himpunan yang duduk diam dengan lembaran kertas di tangan.

"Kaya yang gak pernah ngaret aja lo!" sewot Lia pada Dejun.

"Yeh bukan itu, Renjun bela belain nunda makan buat kesini, lo bayangin dedikasi dia." ucap Dejun penuh emosi, dramatis, khas Dejun sekali.

FLOWER [RENJUN] (✅)Where stories live. Discover now