XI. Senasib

9.1K 755 13
                                    

  "Hebat banget adek abang ninggalin cowok nya di bioskop. Contoh teladan ya sahabat," celetuk Gilang yang membuat Andini berhenti menyuap makanan. Pikiran nya langsung kesal mendengar nama Rangga berulang kali dibicarakan oleh kakak nya.

  "Bisa gak sih kalo lagi makan gak nyebut-nyebut nama dia? Enek tau," umpat Andini kesal. 

  "Andini! Punya mulut kok omongan nya gak bisa dijaga?! Mamah kecewa sama apa yang kamu perbuat ke Rangga kemarin malam. Dia itu calon suami kamu, gak pantes bikin calon suami mu kesel!" Seru ibunda Andini yang nampak kesal karena kelakuan putri bungsu nya.

  "Calon suami? Mah, Andini belum siap jadi istri orang. Tingkah nya aja kayak bocah SD," bela Gilang. Baik Gilang, Rega ataupun Andini menolak perjodohan ini karena mereka berpikir cinta bisa tumbuh kepada siapapun tanpa ada paksaan dan belum mempunyai pasangan bukanlah beban tersendiri. 

  "Tau apa kamu Gilang? Kamu saja sampe sekarang belum berani ketemu sama orang tua nya Indah bukan?" Gilang hanya tertunduk ketika ibunya sudah mulai tegas berbicara.

  "Memang apasih keuntungan nya di jodohin? Mamah gengsi gitu dari keluarga dokter terus suatu saat nanti aku dapet jodoh bukan dari kalangan abdinegara? Mah, sadarlah. Cinta itu gak bisa dipaksain!" Tegas Andini menolak permintaan ibunya.

  "Andini! Rangga itu dari keluarga terpandang! Ayah nya jendral bintang satu di Angkatan Udara, ibunya pemilik butik ternama di kota kita dan Rangga nya sendiri punya karir cemerlang di Angkatan Darat, kurang apalagi dia?" Tanya ibunda Andini. 

  "Kalau gitu mamah aja yang nikah sama Rangga!" Bentak Andini sambil beranjak pergi menuju kamar nya dengan emosi yang memuncak. Ibunya sempat ingin menghentikan langkah Andini, tapi berhasil ditahan oleh Gilang. 

  Andini menangis tersedu-sedu di dalam kamar nya. Kenapa harus ia yang di paksa menikah dengan orang tidak ia cintai? Apakah menikah itu harus dengan pasangan yang mencintai kita atau kita yang mencintai nya? Pertanyaan itu seakan-akan benang kusut di pikiran nya. Tak ada sedikit pun niatan memiliki hubungan dengan seorang pria sampai dirinya benar-benar siap.

 
~~~

  "Mas, kenapa makin kesini hubungan kita makin dingin? Aku ragu kalau hubungan kita gak sampai impian kita," gumam Almira cemas. Bharata hanya diam tak menggubris ucapan kekasih nya.

  "Apalagi lusa kamu berangkat Latsitarda. Aku bener-bener khawatir," tambah Almira.

  "Tapi kenapa kamu nyalahin aku? Kamu sendiri sikap nya sudah berubah, aku udah sering ngasih kabar kamu bilang gak sama sekali. Aku capek harus ngalah terus," jawab Bharata dengan nada agak berat.

  "Kapan aku bilang kamu gak pernah ngasih kabar?" Tanya Almira. Bharata diam lalu meneguk minuman yang sudah ia pesan dengan cepat.

  "Kamu itu egois! Jelas-jelas kamu yang mulai berubah sikap, mulai ngilang tanpa kabar dan kamu seenak nya nyalahin aku?!" Seru Bharata.

  "Sejak kapan kamu jadi gini?! Jangan bilang kamu udah punya cewek lain mas!" Bentak Almira seketika membuat Bharata marah.

  "Kamu jangan asal ngomong! Meskipun kamu bilang aku suka gak ngasih kabar atau apalah itu tapi maaf ya, aku gak pernah berpaling dari kamu! Harus nya kamu hargai itu!"

  "Pacar mu ini mau berangkat praktik kerja, bukan nya kasih semangat malah marah-marah nuding gak jelas!" Timpal Bharata. Lantas Bharata segera beranjak berdiri lalu mengambil tas akademi nya dan pergi meninggalkan Almira.

  Sambil berjalan menyusuri jalan di kota Semarang, Bharata hanya bisa mengumpat mengingat apa yang Almira katakan kepada nya. Almira sangat egois sehingga beberapa kali Bharata harus mengalah dan akhirnya Bharata lelah dengan sikap Almira.

   "Bisa-bisanya taruna Akpol kalah sama cewek egois kayak gitu," ucap Bharata.

   Saat Bharata berjalan dengan pelan di dekat sebuah penyebrangan jalan, ia melihat seorang wanita tengah berdiri di bahu jalan sendirian. Padahal lampu lalu lintas tidak memberikan warna merah, tapi wanita itu masih berdiri padahal banyak lalu lalang kendaraan.

  Segera Bharata berlari dan menarik tubuh wanita itu agar segera menepi dari jalanan.

  "Mbak ini gimana sih? Mau ketabrak?" Tanya Bharata dengan nada tegas khas sebagai seorang taruna. Wanuta itu tetap diam dengan rambut yang terurai panjang menutupi sebagian wajah nya.

  Wanita itu tetap diam. Hoodie warna ungu pastel dan celana putih diatas lutut membuat Bharata penasaran dan segera membawa wanita itu duduk di sebuah taman kecil tak jauh dari jalanan. 

  "Ma—makasih..." lirih wanita itu. Bharata mengeluarkan sebuah botol air mineral dari tas nya dan memberikan nya kepada wanita itu.

  "Kamu pasti haus, ini minum saja dulu." 

  Setelah lima menit rileks sebentar, akhirnya wanita itu memberanikan diri memulai percakapan dengan Bharata yang sedari tadi memang menunggu, hanya saja malu untuk memulai nya.

  "Kita pernah ketemu bukan?" 


 To Be Continue


Haloo! Gimana puasa nya? Masih kuat kan? Kuat dong, masa enggak. Kecantol Mas Akpol update lagi dengan cover baru yang lebih fresh. Bagus gak? Ya lumayan lah ya, terima kasih sudah membaca dan see youu

Kecantol Mas Akpol  [END]Where stories live. Discover now