25. Aku Mencintaimu

1.4K 80 46
                                    

" Words are not enough to express how much i love you, Shan. "










*
*
*
*
*











" Rumahku. Rumahku dan juga Kak Bobby. "

Bagaimana bisa selama ini tidak pernah terpikirkan atau bahkan terlintas oleh Shani mengenai tempat kenangan yang dimaksud oleh Bobby itu rupanya adalah Rumah mereka sendiri. 

Bagaimana bisa dengan bodohnya Shani sama sekali tidak menyadari hal itu bila seandainya saja Vino tidak membantunya untuk berpikir.

" Kamu yakin kan dia ada disana? " Tanya Vino memastikan.

Shani mengangguk penuh percaya diri.

" Aku nggak pernah merasa seyakin ini. " Balas Shani.

Shani merasa sungguh yakin seribu persen bila tebakan ini tidak mungkin salah. Karena satu - satunya tempat yang memiliki banyak kenangan didalamnya itu adalah Rumah mereka. Ada banyak hal yang terjadi disana. Terutama dengan kehadiran cinta yang tidak terduga dan perlahan tumbuh menjadi besar ini juga awalnya terlahir ditempat itu.

" Please, semoga kali ini kamu ada disana Kak. " Gumam Shani dalam hatinya.

Jantung Shani berdetak dengan cepat tak beraturan, membuat aliran darah ditubuhnya seakan mengalir dengan hangat, tubuhnya bergemetar sejak tadi menahan gemuruh didalam dadanya. Jujur perasaannya sudah bercampur aduk, antara gelisah dan juga takut.

Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Shani pun hanya bisa berdoa kepada Tuhan. Agar kali ini beliau berbaik hati untuk mengabulkan harapannya mengenai Bobby. Tidak sulit, ia hanya ingin melihat batang hidung pemuda berkacamata itu.




Satu jam kemudian ..




Tidak lama kemudian mobil Vino pun sampai tepat persis didepan halaman rumah megah dan mewah berlantai dua milik Bobby dan juga Shani. Rumah yang memang tampaknya sudah cukup lama tidak Shani pijaki setelah kepergian Bobby ke Madrid yang tiba - tiba.

" Vin, aku- "

" Iya, Shani. Pergilah .. temui dia. " Vino memotong ucapan Shani.

Shani menggigit bibir bawahnya ragu.

Melihat Shani yang agak ragu dan tak enak terhadapnya, Vino pun meletakkan jarinya menyentuh puncak kepala gadis itu. " Gapapa cantiknya Vino. Aku janji akan baik - baik aja. " Pemuda itu mengulas senyumannya, " Sana, pergi sebelum dia pergi lagi dari kamu. " Tambahnya, senyumnya itu adalah kepura - puraan.

Meski ia pun tersakiti, namun Vino tetap memilih untuk menyimpan luka itu agar dinikmati sendirian. Jangan sampai patah hatinya akan merepotkan Shani apalagi membuat gadis itu memikirkannya hanya karena kasihan.

Vino tak ingin hal itu sampai terjadi.

Walaupun memang kehilangan dan melepaskan seseorang yang telah ia cintai selama tujuh tahun lamanya itu sungguh tak mudah dilakukan oleh Vino. Namun, senyum dan bahagianya Shani tetaplah menjadi sesuatu yang selalu ingin ia lihat sampai akhir.

Dan karena Vino pernah menjadi egois dengan mempertahankan keinginannya hingga tanpa disadari juga membuat Shani terluka.

Apples Of The Eyeحيث تعيش القصص. اكتشف الآن