Chapter 8: Wolfang Cross

19 8 4
                                    

"Jaga baik-baik kalung itu. Akan sangat berguna di masa depan. Suatu saat kita akan bertemu lagi," bisik Reynard sambil mencium kepala bocah tujuh tahun tersebut. 

"Tuan Lios, kuserahkan selebihnya padamu," ujarnya sambil mencabut sebilah pedang panjang keperakan dari punggungnya. "Hiduplah dalam Kedamaian," imbuhnya sambil tersenyum. 

Sementara, telapak tangannya yang mengarah ke ketiga orang itu bersinar dengan terang. Sebuah portal seketika muncul di belakang mereka dan langsung tertutup begitu ketiga orang itu melewatinya.

Bersamaan dengan itu, sebuah ledakan terjadi. Seekor Carberus - iblis anjing berkepala tiga- muncul.

Di tengah keterkejutannya, Rion Angel kemudian terbawa pada kilasan lain peristiwa, yang kini ia sadari adalah perang hitam. Ia melihat sosok Ayahnya melesat ke tengah Pulau Edgar. Rion membuntutinya dengan mudah. Ia merasa tubuhnya amat ringan dan bisa bergerak cepat. Di sebuah tempat yang Rion kenal sebagai Sorelis mansion, Reynard Angel berhenti dan mulai berseru. 

"Keluarlah Sorelis. Aku tahu kalian ada di dalam!" serunya lantang.

Namun, bukan jawaban yang diterima, melainkan sebuah kilatan cahaya hitam keunguan yang melesat dari dalam mansion. Reynard menepis serangan itu dengan pedangnya, hingga menghantam dinding di sampingnya. 

Sebuah tepuk tangan terdengar dari dalam mansion. Seorang pria berzirah hitam muncul. Sebuah kapak besar terselip di balik pinggangnya. 

"Yang diharapkan dari salah satu kesatria Heavenly Ark, anjing penjaga Asgar!" ujar pria itu dingin mencemooh.  

Reynard memberikan seringaian tipis. "Aku yang merasa kecewa dengan seranganmu, Dhaindra Sorelis." 

Pria bernama Dhaindra itu mencabut kapaknya lalu melesat ke arah Reynard siap memenggal kepalanya. Pria berambut putih itu dengan lincah menghindari tiap serangan Dhaindra, hingga membuat pria berzirah itu kewalahan.

" Umur sudah membuatmu melemah Sorelis," ejek Reynard.

"Diam kau!" bentak Dhaindra.

Dengan teriakan keras, sebuah aura merah menyelimuti tubuh Dhaindra. "Akan kurobek mulut busukmu itu!" geram Dhaindra.

"Kuharap ucapanmu tidak sebesar bualanmu Sorelis." Reynard sangat menikmati saat-saat ia memprovokasi pria itu.

Dhaindra mengayunkan kapaknya. Sebuah energi cukup besar meluncur ke arah Reynard yang berdiri menentang serangan itu dengan gagah.

"Kau sebut itu serangan?" Reynard kembali melontarkan ejekannya.

Dhaindra menyerang Reynard Angel dengan serangan memutar dan tebasan-tebasan yang mematikan. Dengan lincah pria berambut putih itu menghindari serangan kapak Dhaindra.

"Demons øks!" Dhaindra menghantamkan kapaknya ke tanah.

Seketika, ratusan tombak-tombak tajam bermunculan dari bawah tanah. Reynard dengan sigap melompat ke atas dan menghalau tombak tanah yang melesat ke arahnya.

"Et portam illusio!"  Reynard Angel menyabetkan pedang panjangnya.

Sebuah portal muncul di hadapannya dan menelan semua tombak tanah yang mengarah pada dirinya. Di bawahnya, Dhaindra mengumpat keras melihat serangannya berhasil di halau dengan mudah. Tanpa pria berzirah itu sadari, Reynard telah berada di sampingnya.

"Kau!" serunya kaget.

Terlambat. Sebuah hantaman mendarat dengan telak di rahang Dhaindra dan membuat pria itu terhempas menghantam dinding mansion.

Reynard dan Dhaindra kembali bertukar serangan. Dengan amarah yang memuncak, Dhaindra mengerahkan semua kemampuannya untuk membungkam Reynard Angel.

Percikan-percikan api dan kilatan cahaya menerangi halaman depan mansion tersebut. Rion hanya bisa ternganga melihat kecepatan pertarungan keduanya. 

Setelah pertukaran beberapa puluh jurus, tiba-tiba  hantaman keras sebuah cemeti mengenai Reynard Angel. Tubuh pria itu melesat dan menghantam sebuah bangunan hingga hancur. Pria berambut putih itu berdiri lalu menatap penyerangnya dengan sebuah senyuman yang sulit diartikan.

"Kau terlambat Azilla." Dhaindra berujar sinis pada seseorang yang muncul dari sampingnya. 

"Ada urusan mendesak di tempat pembangkitan. Kita harus ke sana secepatnya," ujar sosok yang ternyata seorang wanita itu.

Ia mengenakan jubah hijau dengan membawa sebuah cemeti. "Kau kewalahan menghadapi anjing seperti dia?" tunjuk Azilla pada Reynard yang melangkah mendekat.

Pemandangan di hadapan Rion Angel kembali memudar dan berganti dengan sebuah tempat yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Sebuah kuil dengan ukuran sedang, berlokasi di tengah hutan yang ia yakini masih di Edgar. Selain Dhaindra dan Azilla, nampak tiga orang lagi yang berada di sana. Ketiganya merupakan sosok pria yang sama-sama mengenakan jubah hijau menutupi sampai kepala. 

"Mengapa lama sekali, Cornelius?" tanya Dhaindra gusar.

Pria yang bernama Cornelius hanya mendengus kesal. "Ada yang kurang, Dhaindra," ujarnya pelan. 

"Kita membutuhkan roh Astralis sebagai wadah," sambung pria jangkung di sebelah Cornelius. 

Mendengar itu, Dhaindra tampak tersenyum penuh arti.

 Pemandangan tersebut kembali menghilang dan Rion kini bisa melihat sosok pria berjubah putih dengan gradasi merah, tengah mengamati sosok yang berada jauh di atasnya. 

"Ayah," gumam Rion pada dirinya sendiri, melihat sosok sang ayah yang berdiri di hadapannya. 

Rion Angel mendongak, dan bergidik ngeri melihat pemandangan yang dilihatnya. Meski tidak berpengaruh apa pun terhadapnya, tetap saja kilasan masa lalu saat perang hitam terjadi, begitu mencengangkan untuknya.

Sesosok makhluk, dengan sepasang sayap serta memegang sebuah pedang sangat besar tengah disibukkan oleh seekor naga hitam yang mengeluarkan kilatan-kilatan petir dan api dari mulutnya.

Berada jauh di atas pertempuran antara naga dan makhluk misterius tersebut, sebuah benda terang dengan aura kehitaman tampak melayang. Sementara di sekitarnya, sebuah kubah pelindung melingkupi seluruh daratan Edgar. Beberapa orang yang merupakan rekan Dhaindra Sorelis, terlihat terkapar dengan kondisi mengenaskan di belakang Reynard Angel.

"Inilah takdirmu Puteraku, takdir sebagai pewaris Vallian. Akan ada orang-orang yang berusaha melenyapkanmu. Tapi percayalah, bantuan akan datang dari tempat yang seharusnya. Yang perlu kau lakukan adalah, percayalah pada hati dan orang terdekatmu."

Sepersekian detik, Rion Angel merasa sangat yakin ayahnya, Reynard Angel memandang ke arahnya sambil mengulas sebuah senyuman hangat, sebelum dalam sekejap tubuhnya menghilang dengan cepat. 

Sebuah ledakan keras dan dahsyat terdengar di udara. Langit yang gelap pun berubah terang benderang akibat ledakan itu. Angin ledakan menyapu segala hal yang ada di sekitarnya sampai radius puluhan kilometer. Seekor naga hitam tampak terbang secara acak sambil melontarkan bola-bola energi ke arah mahluk kegelapan yang di yakini Rion sebagai Genesis. 

Pemandangan kembali berubah, Rion melihat ada tiga orang yang tengah merapal mantera. Dari langit, muncul sebuah lingkaran sihir berukuran  besar. Lingkaran sihir tersebut berputar sangat kencang, dan mulai mencoba menghisap Genesis dengan kuat. Rion pun melihat dua orang meloncat dari punggung naga hitam yang turut terhisap ke dalam lingkaran sihir. 

Kedua orang itu, sambil tersenyum mengarahkan telapak tangan mereka ke arah Genesis yang tengah berkutat dengan lingkaran sihir.

"Sacri Palatti, Sanctuary Relic!" 

Segalanya menjadi sangat terang. Rion harus menutup mata dengan kedua tangannya. Saat ia kembali membuka mata, nampak seorang kakek tua yang diselimuti cahaya terang ada di hadapannya. 

"Selamat datang putera Vallian, Rion Angel," sapanya ramah sambil tersenyum.

"Siapa kau?" tanya Rion. 

"Aku hanyalah sebuah roh yang ditugaskan oleh ayahmu. Namaku, Wolfang Cross."

Bersambung

Alcholyte Saga : Tujuh AstralisWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu