Chapter 21: Dunia Astralis

5 4 0
                                    

Caira dan lainnya tiba di Althena dengan mengendarai Slyph. Tentara Estardia sudah berada di bekas kota tersebut melakukan penyisiran dan mencari penduduk yang masih selamat, meskipun sangat mustahil, karena kerusakan yang diakibatkan oleh kekuatan Omniuz begitu mengerikan. Tampak beberapa tenda telah dibangun jauh dari kota Althena.

Tanah Althena hangus dan berubah menjadi debu, dengan lubang besar menganga bagai terhantam sebuah meteor. Bahkan, dari radius beberapa kilometer, sengatan panas dari tanah terbakar masih terasa.

Caira menatap hamparan tanah tandus itu dengan kesedihan yang mendalam. Ia begitu mengutuk perbuatan Dhaindra dan organisasinya. Selain menghanguskan kota yang begitu indah, tak sedikit penduduk tak berdosa yang menjdi korban. Setitik cairan bening lolos dari matanya. Tiba-tiba beberapa penduduk yang mampu menyelamatkan diri karena tidak berada di kota saat itu, tergopoh menghampirinya dan bersujud sambil menangis.

"Bebaskan jiwa saudara kami, Nona Arcanar. Jangan biarkan mereka menjadi makhluk gelap yang akan mengganggu manusia," isak mereka.

Millia menyentuh lembut pundak gadis itu dan memberikan anggukan. Caira pun paham dan membalas dengan senyuman. Usai berbincang dengan para penduduk, Caira melangkah ke arah lahan tandus yang masih memerah. Perlahan, tubuh gadis itu diselimuti aura biru terang. Segel di tangan kanannya pun bersinar terang. Bersamaan dengan itu, sebuah lingkaran magis muncul dari bawah kaki Caira. Mengangkat tubuhnya ke udara tepat di mana lubang besar bekas Althena terbentuk. Sebuah bola air raksasa kemudian muncul dari lingkaran magis dan menjadi pijakan gadis itu.

"Apa yang ia lakukam?" bisik Rion pada Millia yang berada di sampingnya. Pemuda itu memperhatikan Caira dengan pandangan ingin tahu.

"Itu ritual pemurnian yang hanya bisa dilakukan Arcnar. Biasanya dilakukan di medan perang, untuk mengirim roh yang meninggal ke alam Esper, sehingga tidak menjadi monster," beber Millia tanpa mengalihkan pandangannya dari Caira.

"Selama perang, atau bencana, dia akan terus melakukan itu?" Giliran Lurecia yang mengajukam pertanyaan.

Millia hanya mengangguk. "Itu bagian dari tugas seorang Arcanar. Meski tidak terjadi peperangan, ia akan melakukannya untuk menjaga keseimbangan dunia."

Rion terdiam dan hanya menatap Caira yang masih berada di udara berkat bola air magis yang ia pijak.

Dengan tongkatnya, gadis itu melakukan gerakan, sambil memutar-mutar tongkatnya dengan ritme lambat  bak sebuah tarian. Membuat bola air itu perlahan menyebar menyelimuti lahan yang tandus. Caira menyentuhkan tongkatnya ke genangan air. Puluhan lingkaran sihir bermunculan yang membuat tanah Althena kembali ditumbuhii rerumputan, tunas pohon, dan bebungaan. Cahaya putih bagai kunang-kunang pun bermunculan dari dalam tanah.

"Roh penduduk Althena," bisil Millia menatap haru pemandangan di hadapannya.

"Itu roh para penduduk yang saat ini akan dikirim ke dunia Esper. Dunia para roh," jelas Millia pada Rion.

Rion dan Lurecia hanya bisa saling berpandangan. Sementara, prajurit Estardia tak bergerak. Mereka terkesima menyaksikan kekuatan sang Arcanar secara langsung. Usai melakukam ritual, Lucas dengan segera berlari ke arah Caira. Tubuh gadis itu menjejak rerumputan di bawahnya perlahan. Pemuda berambut hijau itu, tiba tepat waktu untuk menangkap tubuh Caira, sebelum gadis itu terjatuh tak sadarkan diri.

"Dia, hanya pingsan. Apakah ada tempat yang bisa digunakan?" tanyanya pada seorang prajurit terdekat.

Prajurit Estardia itu mengangguk, lalu menunjukkan jalan bagi Lucas dan yang lainnya.

"Siapa yang memimpin?" Cliff menanyai salah satu prajurit.

"Jenderal Amstrong, Pangeran."

***

Alcholyte Saga : Tujuh AstralisWhere stories live. Discover now