Chapter 27: Terpisah!

4 2 0
                                    

Beberapa jam sebelumnya....

Axel dan kedua rekannya menjejakkan kaki di daerah perbukitan yang luas dan berumput, begitu melewati gerbang yang dibuka pria bersenjata cakram itu. Freiya tampak begitu bersemangat, hingga Axel harus memintanya untuk tenang berkali-kali.

"Tenanglah, Freiya. Ketidaksabaranmu akan membunuh kita dan menggagalkan rencana Ketua." Untuk kesekian kalinya Axel memperingatkan pada wanita berantai hitam itu supaya tenang dan bersabar.

"Tidak ada apa pun di sini, apa yang kau khawatirkan?" tanya Mandala datar.

Axel mendecakkan lidahnya. "Itulah yang kalian tak pahami.  Freiya, kirimkan legionmu untuk pancingan!"

Freiya mengentakkan rantainya hingga sebuah portal merah terbentuk dan memunculkan beberapa makhluk menyerupai kadal dengan pedang di tangannya. Makhluk yang bernama Lacertus itu melesat secara acak menyusuri perbukitan.

Sebuah ledakan seketika menghancurkan para Lacertus itu. Membuat Freiya menggeram karena legionnya dibantai secara mendadak.

"Mereka sudah di sini, para Magicite. Bersiaplah! Mereka tak bisa diremehkan." Axel mencabut kedua cakram yang tergantung di pinggangnya.

Dari arah perbukitan bermunculan pasukan yang menyerupai robot yang disebut Magicite. Sebuah pasukan yang dikendalikan dengan radas orb dan memiliki kekuatan tempur yang berimbang antara magis dan fisik.

Mandala yang telah mengeluarkan sayap merahnya melesat ke udara dan melancarkan serangan dengan trisulanya. Freiya tak tinggal diam. Legion berwujud Ogre pun muncul dari portal yang ia ciptakan, sementara rantai hitam yang berjumlah lima buah, melesat menumbangkan pasukan Magicite satu per satu. Axel hanya mematung di tempatnya mengamati pertempuran. Matanya menatap tajam pada area pertarungan seolah mencari-cari sesuatu.

"Glacies gladius ars!"

Axel melompat tepat waktu, ketika sebuah serangan beraura es melesat dari atas. Tombak-tombak es menancap tepat di tempat Axel berdiri sebelumnya. Belum sempat menjejakkan kaki di tanah, sesosok berpakaian hitam meluncur dari atas dan mengarahkan sebuah tendangan ke arah pria bercakram itu. Lubang berdiameter cukup lebar terbentuk akibat hantaman kaki sosok yang merupakan seorang gadis berwajah datar dengan pakaian serba merah muda.

"Kalian muncul juga," gumam Axel menyeringai.

"Berbanggalah, penghianat sepertimu masih kami sambut dengan meriah," cibir sosok berpakaian merah muda yang tak lain adalah Martel.

Sosok lain mendarat dengan halus di samping Martel. Sebilah rapier berukir rune keperakan tergenggam erat di tangannya. Sorot matanya begitu tajam menatap ke arah Axel.

" Lama tak bertemu denganmu, Jade," sapa Axel tersenyum.

"Sayangnya, kau harus mati saat ini!" balas Jade dingin seraya mengarahkan rapiernya lurus ke arah pria itu.

Sebuah tembakan aura melesat dari rapier Jade Villalon yang dijuluki Ice Bringer. Area yang dilalui tembakan itu seketika membeku. Axel mencabut cakramnya dan menyambut serangan Jade. Pria itu berhasil menghentikan serangan gadis itu. Namun, keberhasilannya tak sempat ia rayakan karena srbuah serangan dari Martel kembali mengarah padanya. Axel memilih menghindar dibandingkan harus beradu fisik dengan gadis yang tampak berusia 13 tahun itu. Pria itu menyadari, baik Martel maupun Jade bukan lawan yang bisa dianggap enteng.

Jade yang merupakan adik kandungnya sendiri, memiliki kemampuan berpedang yang hebat. Ditambah senjata jenis magitec yang bernama Ice Bringer, membuatnya dijuluki Ratu Es dari Vandescar. Sementara Martel adalah sosok pendiam yang merupakan pengawal Jade. Martel berasal dari suku Arashia yang terkenal dengan kekuatan fisiknya. Ditambah teknologi sarung tangan yang diciptakan para ilmuwan Vandescr, Martel tak ubahnya seperti gadis berkekuatan 100 prajurit.

Menghadapi serangan dua orang bawahan Leonidas Villalon yang merupakan pimpinan Vandescar, tentu saja membuat Axel keteteran. Berkali-kali pria bercakram itu terpojok dengan serangan kombinasi keduanya.

"Apa tujuanmu kembali?" Martel berkata saat serangannya berhasil dihindari Axel.

Sebuah cakram melesat ke arah Martel dari sisi kanan. Namun, Jade dengan sigap membentuk perisai es, sehingga cakram milik Axel menancap dan terdiam di perisai itu. Axel menyeringai. Sebuah ledakan terjadi, saat ia menjentikkan jarinya. Saat pandangan dua lawannya tertutup asap, Axel melesar meninggalkan mereka menuju tujuannya, Vandescar Palace. Di mana  sang kakak berada dengan Gaia Gearnya.

***

Rion dan lainnya tampak tercengang begitu melewati gerbang yang dibuka Fulla. Kepulan asap memenuhi hampir seluruh dataran perbukitan yang mereka datangi. Bangkai-bangkai pasukan Magicite bertebaran dimana-mana, berbaur dengan Ogre, Lacertus, dan berbagai makhluk kegelapan yang diciptakan Freiya sebelumnya.

"Kita harus bergegas, mereka sudah menuju ke Palace." Fulla melangkah dengan cepat ke arah lokasi Palace berada.

Sebuah getaran kuat tiba-tiba menghentikan mereka. Sebelum mengetahui penyebab getaran, tanah di bawah mereka seketika amblas membuat Rion dan Caira yang berada pada barisan belakang terjatuh ke dalam retakan yang cukup lebar.

Namun, Lucas dan lainnya tak bisa berbuat apa pun karena pasukan Ogre bermunculan dari balik perbukitan diikuti sosok pria berzirah dan bersayap merah dengan trisula.

"Saatnya membuat perhitungan denganmu, Mandala!" geram Lurecia seraya mengacungkan tongkat magisinya.

"Kalian lanjutkan perjalanan, biar aku yang menghadapi orang itu dengan Nona Lurecia," saran Altair yang sejak tadi terdiam.

Meskipun Lucas dan lainnya merasa khawatir dengan keadaan Rion dan Caira, tapi mereka percaya keduanya akan baik-baik saja. Caira memiliki Astralis yang bisa diandalkan, sementara Rion adalah petarung yang hebat.

Begitu Lucas dan lainnya pergi, Lurecia dan Altair bersiaga menyambut kedatangan Mandala dan pasukan Legion milik Freiya.

"Kau siap, Altair?" Lurecia mengangkat tongkatnya bersiap melepas magisnya.

"Kapanpun, Nona Lurecia." Altair memegang dua bilah pedang pendek dan bersiaga melakukan serangan.

Mandala makin mendekat, Lurecia segera membuka serangannya. "Fulgur undam!"

Hantaman magis berelemen petir menghanguskan sebagian besar pasukan Ogre dan memaksa Mandala bermanuver menghindari magis Lurecia. Namun, Altair dengan cekatan telah menjejak di atas punggung Vallian itu dan menebaskan pedangnya. Mandala dengan kecepatan tinggi meluncur dan menabrak daerah berbukit hingga menghasilkan sebuah lubang yang cukup dalam.

"Dia tak akan kalah secepat itu, Altair." Lurecia bergerak ke arah jatuhnya Mandala usai menghabisi pasukan Ogre yang tersisa.

Mandala muncul dari lubang tempatnya terjatuh. Tubuhnya diselimuti aura kemerahan saat ini. Tekanan auranya pun semakin meningkat. Altair melesat ke arah pria dengan sayap merah itu. Sambil bersalto, Altair menebaskan pedangnya, tapi sosok Mandala sudah menghilang dari tempatnya.

"Dia di atas!" seru Lurecia.

Mandala membuka sayapnya lebar-lebar. Lingkaran magis berwarna merah muncul di atas pria berzirah itu dan menembakkan bulu-bulu tajam ke arah Altair dan Lurecia.

Gadis itu menciptakan perisai magis berlapis untuk membendung serangan Mandala, tapi dengan mudah ditembus olehnya. Altair bergerak cepat dan membawa Lurecua menghindar dengan kemampuan ninjanya. Serangan dari sayap Mandala menancap di tanah dan menimbulkan ledakan yang cukup dahsyat.

"Gravitas Magicae!"

Lurecia yang muncul bersama Altair di udara melancarkan serangan gravitasi ke arah Mandala. Pria bersayap itu tersungkur ke daratan akibat tekanan gravitasi kuat dari magis gadis itu. Altair dengan gerakan memutar, melakukan serangan ke arah Mandala. Ledakan kembali terjadi, menciptakan kawah cukup dalam. Namun, sosok Mandala tak lagi di tempatnya.

"Jika kalian berpikir bisa mengalahkan kekuatan Vallian, kalian terlalu naif." Sosok Mandala tiba-tiba sudah melayang di udara dengan aura merah pekat menyelimuti tubuhnya. Di kepalanya muncul sepasang tanduk dan saat ini, selain trisula ada sepasang tombak merah melayang di sisi tubuhnya.

"Inikah wujud Ancient Vallian yang dikatakan Tuan Abel?" lirih Lurecia menatap ke arah Mandala. Sedangkan Altair mengeluarkan sebuah gulungan besar dari balik punggungnya.

Bersambung

Alcholyte Saga : Tujuh AstralisWhere stories live. Discover now