Chapter 17: Kuil Achidia, Astralis Kegelapan

48 38 206
                                    

Lurecia tidak bisa menutupi keterkejutannya setelah mendengar cerita Rion Angel tentang labirin ingatan, serta pertemuannya dengan Wolfang Cross.

"Jadi, penyerangan ke Lunathea, karena orang-orang itu bisa merasakan ledakan aura yang bangkit darimu?"

"Apa maksudmu?" Rion tak paham ucapan gadis di hadapannya.

"Berdasarkan ceritamu, Wolfang Cross membangkitkan aura dan kemampuan tersembunyimu." Caira memandang lurus Rion Angel yang hanya mengangguk. "Saat itu, terjadi fenomena kemunculan pilar cahaya di Lunathea dan Tuan Abel tampak panik saat melihatnya. Itulah mengapa ia memintaku dan Albatraz menunggumu di depan pintu labirin ingatan."

"Dan memintaku segera pergi," sambung Rion lirih, "Aku sudah menyia-nyiakannya."

Lurecia menunduk mendengar ucapan pemuda itu. Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya saat kembali mengingat Abel Forsetti yang telah tiada. Dirinya dan Rion mengetahui akan hal itu, saat Albatraz yang diluar dugaan adalah sosok Astralis Suci dengan wujud serigala Artic berelemen es, tiba-tiba kehilangan kemampuannya berwujud manusia.

Selama ini, Abel memasang segel khusus di tubuh Albatraz sehingga ia bisa berada dalam wujud manusia dengan jangka waktu yang lama. Dengan menghilangnya segel itu, menandakan pemilik segel telah tiada. Albatraz sendiri, setelah kehilangan kemampuannya berubah menjadi sebuah pedang es yang saat ini terselip di punggung Rion Angel. Hanya seorang Arcanar yang mampu memanggil wujud sejatinya kembali.

"Aku tidak tahu mengapa mereka mengejarku, tapi aku mengenali salah satu dari mereka, karena melihatnya bertarung dengan Ayah saat di labirin ingatan," kata Rion.

"Siapa?"

"Dhaindra Sorelis," ucap pemuda itu yang membuat Lurecia kembali terkejut.

"Itu tidak mungkin!" sentak Lurecia keras.

"Aku tidak lupa dengan sosoknya, meskipun yang kulihat berasal dari ingatan sepuluh tahun lalu. Kenapa kau bilang tidak mungkin?"

Lurecia menggigit bibirnya sebelum menjawab, "Karena tubuh keluarga Sorelis tidak pernah ditemukan," ucapnya dramatis.

***

Saat fajar mulai menampakkan diri dari peraduannya, tampak beberapa orang tengah berjalan menyusuri hutan yang mengarah ke kuil di puncak gunung Hiruelle. Kabut tipis masih menggelayuti hutan tersebut, bersama dengan tetesan embun yang memantulkan cahaya matahari.

"Tuan Aldebaran, seharusnya Anda tak perlu repot mengantarkan kami," ujar Lucas pada pria di sampingnya yang merupakan pimpinan kota Althena.

Pria itu hanya tersenyum dan mengatakan jika bisa membantu Arcanar Asgar adalah sebuah kehormatan baginya.

Selain Aldebaran, terlihat juga tiga orang pria separuh baya yang memakai pakaian pendeta di dalam rombongan. Pendeta-pendeta ini merupakan pemegang kunci kuil Achidia yang akan mereka datangi. Berbeda dengan kuil biasanya, kuil Achidia dan kuil-kuil yang berisi segel suci, hanya bisa di masuki oleh seorang Arcanar untuk melepas segel di dalamnya. Pendeta-pendeta yang tersebar di kuil lain, tugasnya adalah membuka pintu penghubung antara dunia luar dengan segel Astralis.

Kuil-kuil yang menyimpan segel Astralis Suci sendiri, kemunculannya terjadi secara misterius setahun setelah perang hitam berakhir. Berdasarkan penyelidikan, terdapat tujuh kuil yang berisi segel suci yang tersebar di daratan Alcholyte. Beberapa di antaranya berada di wilayah kekauasaan Asgar. Dipercaya kuil yang tersebar di daratan Alcholyte ini tercipta karena kemunculan salah satu relik legendaris, Sanctuary Relic yang di gunakan untuk melawan Genesis sepuluh tahun lalu.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, sampailah mereka di kuil Achidia. Achidia digambarkan sebagai Astralis Suci berwujud ular dengan penguasaan terhadap aura atau elemen kegelapan.

Kuil Achidia tepat berada di puncak gunung Hiruelle. Kuil tersebut terdiri atas batuan dan tanah yang tersusun sedemikian rupa dan memiliki pahatan rumit yang dikerjakan dengan baik. Kemunculannya yang misterius memberi anggapan, jika kuil-kuil itu dibangun oleh Astralis Suci itu sendiri.

"Aura yang sangat kuat," gumam Millia takjub begitu mereka menapaki halaman kuil yang dihiasi patung-patung ular yang meliuk-liuk pada tiap tiang penyangganya.

"Kau benar Millia. Aku bisa merasakannya masuk dan mengalir ke dalam tubuhku," setuju Caira.

Setelah mengagumi arsitektur bagian luar kuil, mereka pun akhirnya sampai pada sebuah pintu yang tertutup lingkaran magis dengan tulisan rune yang rumit.

"Kami akan memulai membuka rune magis ini," ujar seorang pendeta memberitahu Caira dan lainnya.

"Silakan pendeta," ujar Aldebaran sambil memberi para pendeta tempat.

"Med den hellige kraften fra Mount Hiruelle ber vi deg ... åpne døren til forseglingen av jordens helligdom..."

Ketiga pendeta itu pun merapal mantra khusus untuk membuka segel rune menuju ruangan segel Astralis berada.

Setelah beberapa saat, tulisan-tulisan rumit rune yang menghiasi pintu di hadapan mereka pun terurai secara perlahan, membentuk pola yang berbeda dari sebelumnya. Cahayanya pun berubah, dari putih terang menjadi kebiruan serta mulai berputar putar disegel magis yang terdapat di pintu kuil.

"Nona Arcanar, sentuhlah lingkaran magis ini. Secara otomatis Anda akan di bawa ke dalam altar. Kami tak bisa ikut ke dalam bersama Anda," ujar seorang pendeta sambil membungkuk hormat.

"Dia harus sendirian ke dalam sana?" tanya Cliff heran.

"Benar, Pangeran. Altar di mana segel suci berada merupakan tempat yang sakral. Hanya yang di berkahi kekuatan suci seperti para Arcanar yang bisa ke sana," jelas pendeta lainnya.

"Bagaimana kalau ada bahaya di sana?" sambung Cliff lagi. Kali ini matanya tertuju pada Millia dan Lucas.

"Tenanglah, Pangeran. Caira sudah tahu hal ini dan sudah menjadi bagian dari tugasnya. Kita hanya bisa percaya pada kekuatannya," jawab Lucas Green sambil menyandarkan tubuhnya pada sebuah tiang batu. Matanya melirik sekilas ke arah Aldebaran.

Cliff berganti memandang Millia, yang dibalas dengan anggukan. "Dia tidak sendirian, Cliff. Dia punya pelindungnya sendiri. Andai dia kesulitan dia bisa keluar dari sana dengan mudah."

Jawaban Millia membuat Cliff merasa lega. Akhirnya dia pun duduk di sebuah batu pipih yang memang banyak berada di tempat itu, bersama Aldebaran yang terlihat sedikit pucat. Sementara, Millia memeluk Caira sejenak sebelum melepas gadis itu masuk ke dalam pintu dan lenyap.

Bersambung

Alcholyte Saga : Tujuh AstralisWhere stories live. Discover now