Chapter 29 : Anubis Terra

2 0 0
                                    

Alegrè terpental terkena serangan Rion Angel. Tubuhnya menabrak dinding piramid dengan keras. Namun, makhluk itu berdiri dengan cepat seolah serangan itu tidak ia rasakan. Kembali Alegrè melesat ke arah Rion. Sebuah serangan yang kali ini dilontarkan Caira berhasil membuat makhluk itu terpental untuk kedua kalinya.

"Pergilah ke altar. Biar aku yang menghadapi makhluk ini," pinta Rion pada Caira yang kini memakai senjata tombak milik Aqualung.

"Tapi-"

"Tapi apa?"

"Orang itu sudah merusak segel Astralis Tanah di tempat ini," jelas Caira.

Keduanya kembali melompat untuk menghindari serangan memutar dari Alegrè.

"Segel di tanganmu masih menyala. Aku yakin Astralis Tanah masih ada di tempat ini." Rion menjawab seraya menepis ekor Alegrè.

Caira melirik segel di tangannya. Tanda itu berpendar lemah. Gadis itu segera memberi isyarat pada Rion. Pemuda itu melesat ke arah Alegrè dengan wujud Celestialis Vallian. Caira pun segera menuju pintu masuk altar yang telah porak poranda. Gadis itu menempelkan tangannya, sedetik kemudian tubuh Caira telah menghilang.

***

Lurecia terbaring di rerumputan yang telah mengering akibat serangan Mandala. Matanya terpejam dan tubuhnya dipenuhi luka. Sementara Altair terduduk lemah dan menyandar pada sebuah batu besar yang dalam kondisi retak. Jade dan Martel pun kondisinya tak jauh lebih baik dari Lurecia dan Altair.

Sebuah kawah berukuran besar terbentuk di tengah-tengah perbukitan itu. Sosok Mandala tampak tergeletak di dasar kawah dengan kondisi yang menyedihkan. Armor pria itu hancur sepenuhnya, hingga menyisakan kaos berwarna biru dan celana panjang hitam yang terbuat dari kulit. Kondisinya pun dalam keadaan compang-camping.

Kekuatan Lunar Meteora yang dilepaskan Lurecia benar-benar mencengangkan semua yang melihatnya. Kemunculan lubang hitam yang menghisap meteor milik Mandala sekaligus kemunculan Galactic Eidolon dalam wujud naga kembar Geminis yang membuat Mandala kalah telak.

***

"Apa yang terjadi di sana?" tanya Cliff yang tengah disibukkan oleh sepasang golem ciptaan Freiya.

Sementara Millia tengah berduel sengit dengan wanita seksi yang bersenjatakan rantai itu. Freiya tertawa senang menghadapi Millia.

"Darahku bergejolak bertarung denganmu, Nona. Aku tak sabar mengulitimu hidup-hidup!" Freiya memutar rantai di sekeliling tubuhnya, hingga Millia kesulitan menyerangnya.

Gadis berambut sebahu itu melompat mundur. Ia memposisikan Aurora Blade-nya sejajar dengan bahu. Tubuh Millia seketika diselimuti aura gelap, sesaat kemudian tubuh gadis itu menghilang yang membuat Freiya terkejut.

Wanita itu mempercepat putaran rantai yang mengelilinginya. Bersamaan dengan itu, Millia meluncur dari atas dan melakukan sebuah serangan tebasan. Rantai Freiya hancur berkeping-keping akibat serangan itu. Wanita berpakaian terbuka itu melotot tak percaya rantainya bisa dihancurkan dengan mudah.

"Senjata Paladia memang hebat. Rantai ku pun tak bisa menandinginya," seringai Freiya seraya menjilati bibirnya.

"Menyerahlah! Kau tak punya kesempatan untuk menang." Millia mengarahkan pedangnya ke arah Freiya.

Wanita itu tertawa. "Menyerah? Maaf saja, kata itu tak ada di kamusku!"

Beberapa rantai kembali muncul dari tangan Freiya. Kali ini rantainya berwarna merah pekat berbeda dari sebelumnya yang berwarna hitam.

"Sudah lama aku tak memakai rantai ini. Suatu kehormatan bagimu bisa mati dengan rantai ini!" Freiya melontarkan rantai itu ke arah Millia yang telah siap menyambut serangannya.

Alcholyte Saga : Tujuh AstralisWhere stories live. Discover now