⚪08⚪

1.2K 285 50
                                    

Menit pertama yang Jiyeon lalui di meja makan begitu membuatnya tak nyaman. Keringat dingin mulai terasa dan debaran jantung yang kian menyiksa saat dengan telatennya para pelayan menata hidangan penutup di hadapan mata.

Jiyeon melirik Jungkook yang masih mempertahankan senyum tampannya. Seolah pesta makan malam ini adalah makan malam yang begitu ditunggunya. Andai saja pria itu tahu makan malam yang ia habiskan dengan senyuman adalah makan malam yang akan membuatnya meregang nyawa.

Disaat gugup begini, kedua ibu jari sulit untuk berhenti saling tumpang tindih. Perut terasa melilit dan keringat dingin mulai mengambil alih. Hanya ada dua pilihan, hentikan dengan segala cara atau menonton Jungkook menyuap hidangan penutup yang berujung dengan kejang-kejang karena racun yang menggerogotinya.

Senyum ramah semakin dikembangkan, seakan kedua sudut bibir itu masih bisa ditarik sampai ke sisi telinga.

Menelan salivanya kepayahan, tangan Jiyeon yang tadi betah di pangkuan, kini terangkat naik hendak menggapai segelas teh hitam yang terhidang.

"Astaga!"

pekikan Sharon membuat semua pasang mata menoleh ke sumber suara. Di sana, Jiyeon sudah berdiri dengan pakaian sedikit basah, juga tangan kanan yang diayunkan cepat, mencoba meredakan panasnya air teh yang menyapu permukaan kulit indahnya.

Jungkook bergerak cepat, melihat calon permaisuri tak sengaja menumpahkan minuman panas pada kulit putihnya. Hingga kejadian yang sama juga menimpa dirinya. Pergerakan yang tiba-tiba membuat siku tangannya mengenai gelas keramik. Teh hitam yang belum diteguk pun tumpah membasahi cake yang berada di dekatnya.

Jiyeon menahan diri untuk bersorak kegirangan melihat kekacauan yang ia buat. Tidak percuma ia menumpahkan teh hingga membuat tangannya perih dan kepanasan seperti saat ini. Jungkook menggapai tangannya tanpa memperdulikan teh dan cake-nya yang berkemungkinan besar akan berakhir di tempat sampah. Dengan lembut pria itu meniup tangan Jiyeon dan memerintahkan pelayannya mengambil handuk basah untuk mengompres bagian yang tersiram teh panas.

"Kau membuatku terkejut," ujarnya dengan kekhawatiran yang tak disembunyikan. "Apa sangat sakit?"

Jiyeon menggeleng dan mengumbar senyum baik-baik saja. "Tidak Pangeran. Saya tidak apa-apa."

Berdecak kesal, Jungkook malah melayangkan tatapan marahnya begitu jawaban Jiyeon terdengar. "Tidak apa-apa bagaimana maksudmu?! Kau nyaris membuat kulitmu melepuh!" Memang tone yang terdengar tidak meninggi, namun sukses membuat Jiyeon bergidik takut dengan amarah yang tersirat jelas meski Jungkook mengucapkannya tanpa membentak.

"Ma-maaf Pangeran."

Jungkook tidak menanggapi lagi, tangannya merebut dengan cepat handuk basah yang disuguhkan si pelayan yang menghampiri dengan tergesa-gese dan membalut tangan Jiyeon dengan handuk tersebut.

"Kau harus lebih berhati-hati lagi." Sedikit lebih tenang dan tidak semurka beberapa menit yang lalu. Jungkook menghela napas panjang sembari membawa Jiyeon untuk duduk kembali di kursi.

"Siapkan kembali hidangan penutup untukku dan Putri Jiyeon," titah Jungkook pada pelayannya.

Diam-diam Jiyeon juga menghela napas lega, setidaknya makanan penuh racun itu sudah dibawa dan dibuang oleh pelayan. Luka ditangannya tidak sebanding dengan hukum penggal yang akan menjadi tujuan terakhir hidupnya dalam cerita.

Sejenak, Jiyeon lupa akan semua pasang mata yang menatap dengan seksama. Tak terkecuali pria di depannya, pandangan yang disuguhkan Taehyung terasa lebih panas dari luka yang kini mulai berangsur pulih di tangan Jiyeon. Iris abu-abu yang menggelap membuat Jiyeon memalingkan wajah segera, teringat akan kejadian setengah jam yang lalu di ruangan penyimpan bahan masakan.

Verticordious✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora